JAKARTA (IndoTelko) - Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) melihat rendahnya literasi informasi digital masyarakat Indonesia menjadi salah satu faktor yang memicu penyebaran informasi Hoax melalui internet.
“Hal inilah yang menjadi dasar pada hari Senin (9/1), MASTEL dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menjajaki kerjasama dengan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) tentang Peningkatan Literasi Informasi Digital Bagi Masyarakat,” kata Ketua Umum Mastel Kristiono, kemarin.
MASTEL dan APJII sebagai asosiasi yang mewadahi para pelaku industri, mengapresiasi gerakan Turn Back Hoax yang diinisiasi oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO). Posisi MASTEL sebagai lembaga peran serta masyarakat harus tetap independen bukan kepanjangan tangan pemerintah.
Konsep crowdsourcing dari gerakan Turn Back Hoax tetap menjadi basis platform namun tidak dibatasi pada collecting berita saja tetapi juga pada framework pengujian beritanya.
MASTEL sangat mendukung pengembangan aplikasi yang dapat meningkatkan pelibatan masyarakat untuk menguji kesahihan suatu berita. Dukungan ini termasuk dengan pengembangan aplikasi mobile MASTEL menjadi aplikasi yang terintegrasi dengan aplikasi data.turnbackhoax.id. Selanjutnya, upaya responsif ini perlu diimbangi dengan peningkatan literasi agar hoax tak lagi mendapat tempat di tengah masyarakat.
“Langkah awal turn back hoax sudah bagus, berikutnya perlu menyentuh sumber persoalannya yaitu literasi baca yang rendah sebagai akibat dari edukasi yang rendah, dengan cara memberikan tambahan pengetahuan dan peningkatan pendidikan di Indonesia,” jelas Kristiono.
Sekjen APJII Henri Kasyfi Soemartono menyampaikan posisi APJII sebagai asosiasi yang mewadahi seluruh penyelenggara jasa internet yang tersebar di seluruh Indonesia, akan turut ambil bagian dalam berbagai proses yang memastikan bahwa Internet kita adalah Internet yang bersih, selektif dan aman.
Sebagai penyelenggara Indonesia Internet Exchange di belasan provinsi, APJII juga memiliki kemampuan untuk lebih banyak berkontribusi dengan menyediakan berbagai sistem serta aplikasi untuk terus mengurangi konten negatif Internet di masyarakat.
Dalam waktu dekat, APJII akan segera meluncurkan Dashboard Internet BERSAMA (Bersih, Selektif dan Aman) sehingga seluruh elemen pemerintah dan masyarakat dapat memberikan masukan tentang konten negatif yang nantinya masukan tersebut akan langsung masuk ke dashboard instansi pemerintah yang berwenang untuk kemudian dilakukan pemblokiran jika diperlukan.
Dirjen Aplikasi Informatika, Samuel Abrijani Pangerapan mengharapkan internet membantu percepatan kecerdasan bangsa. “Kalau soal Hoax itu sudah beredar sejak lama bahkan sebelum era digital. Kemajuan teknologi bahkan membuat masyarakat memberikan lebih banyak partisipasi, sehingga diperlukan dialog literasi,” katanya.
Komunikasi Buruk
Pada kesempatan lain, Komisioner Komisi Informasi Pusat Yhannu Setyawan menilai munculnya fenomena hoax di masyarakat merupakan akibat dari masih buruknya lembaga-lembaga negara dalam menyediakan dan menyampaikan informasi kepada publik.
Menurut Yhanu, tidak jarang informasi yang disediakan dan disampaikan oleh suatu lembaga negara tidak akurat, tidak benar, bahkan cenderung menyesatkan, sehingga pemerintah malah seolah menjadi sumber hoax itu sendiri.
Yhanu menjelaskan, jangan sampai pimpinan negara, apalagi Presiden, menerima informasi yang tidak akurat, tidak benar, dan tidak update yang disediakan oleh para pembantunya. Akibatnya bisa fatal, kebijakan yang diambil oleh presiden dapat menjadi boomerang yang kemudian berpotensi menjatuhkan wibawa pemerintah.
Karena itu menurutnya untuk mengurangi dampak dari hoax, tim pengelola informasi dan dokumentasi dengan juru bicara dari setiap lembaga negara wajib sinkron dan juga pro aktif untuk mengisi berbagai saluran komunikasi yang akrab digunakan oleh masyarakat. Hal tersebut penting agar semua lembaga menggunakan data yang akurat, benar, aktual dan satu suara dalam menyampaikan informasi atau menanggapi setiap fenomena yang ada.
“Semua informasi yang dikuasai oleh pemerintah, sepanjang itu tidak dikecualikan, harus disampaikan kepada publik sejelas-jelasnya, sebab itu adalah bagian dari keterbukaan informasi atau lebih dikenal dengan istilah transparansi” kata Yhannu.
Sedangkan Pengamat Teknologi Informasi Abimanyu Wachjoewidajat menngingatkan situs turnbackhoax.id dalam jangka panjang bisa menghadapi kendala teknis jika ingin dijadikan satu-satunya referensi mengumpulkan berita Hoax.
“Mengelola puluhan ribu relawan bukanlah hal yang mudah, jadi kelompok tsb akan mudah disusupi daripihak pembuat hoax lalu perlahan membuat kerancuan dan segala hal yang dibuat untuk membuat para antihoax jadi tidak kompak, tidak nyaman, dan akhirnya pecah,” katanya.
Diprediksinya, oknum pembuat hoax tidak akan senang dengan adanya situs tandingan sehingga kelakakan membuat situs-situs antihoax (semacam tandingan) yang isinya bisa sama, beda atau bahkan kontradiktif dengan turnbackhoax.id yang tujuannya membuat kebingungan di masyarakat, dan mungkin malah membuat masyarakat akan lebih berminat atas situs tersebut.
“Bisa saja ada oknum akan menghancurkan situs turn hoax dengan melakukan hacking atau menjatuhkan servernya (pakai DDoS). Mengingat situs tersebut masih sederhana sekali, akan terbebani dan dengan sendirinya akan mengalami Distributed Denial of Service atau DDoS,” tutupnya.(id)