JAKARTA (IndoTelko) – Penyedia Jasa Internet (PJI) MyRepublic dikabarkan akan menggelar layanan seluler di Indonesia pada kuartal I 2018.
CEO MyRepublic Malcolm Rodrigues seperti disiarkan sejumlah media asing menyatakan, layanan seluler di Indonesia akan menyusul setelah menghadirkannya di Singapura pada akhir tahun ini.
Jika kabar ini benar adanya tentu akan menjadikan persaingan di layanan seluler menjadi kembali sesak. Di Indonesia pemain seluler yang juga mengantongi lisensi jaringan adalah Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Tri Indonesia, dan Smartfren.
Jika MyRepublic masuk sebagai pemain seluler, celah yang ada Co-Branding atau Mobile Virtual Network Operator (MVNO) dengan pemilik lisensi jaringan eksisting. (
Baca:
Rencana MyRepublic)
MVNO adalah penyelenggara jasa pelayanan telekomunikasi bergerak dalam bentuk suara dan data, dimana penyelenggara tersebut tidak memiliki izin atas spektrum frekuensi atau lisensi jaringan akses. Dalam menjalankan usahanya, penyelenggara tersebut melakukan kerjasama dengan operator jaringan yang memiliki alokasi spektrum frekuensi serta lisensi jaringan akses.
Di praktik bisnis global, MVNO mulai dikenal sejak tahun 2000-an dengan tujuan mempercepat penetrasi layanan seluler. Bisnis model dari MVNO yang dikenal diantaranya Reseller / Super Dealer dimana pemain MVNO berkedudukan hanya sebagai reseller terhadap layanan bergerak dari Mobile Network Operator (MNO).
MVNO tidak memiliki infrastruktur dan hanya sebagai kepanjangan tangan MNO sehingga tanggung jawab pelanggan ada pada MNO.
Berikutnya, Service Provider MVNO (SP-MVNO) dimana MVNO mempunyai/membangun Infrastruktur sendiri yang terkait dengan system data base pelanggannya meliputi billing system, customer care, pusat pemasaran dan pusat penjualan. Pada tipe ini MVNO masih terbatas menggunakan produk (wholesale) milik MNO.
Enhanced Service Provider MVNO (ESP-MVNO) dimana hampir mirip dengan SP-MVNO tetapi pada model ini MVNO tidak hanya menjual layanan seluler milik MNO tetapi juga menawarkan layanan tambahan milik MVNO itu sendiri.
Terakhir, Full MVNO dimana menyediakan dan membangun seluruh infrastruktur termasuk Core Network, Transmisi dan jaringan akses. MVNO hanya menyewa Lisensi akses spektrum frekuensi dari MNO.
Dalam kajian yang dilakukan McKinsey beberapa tahun lalu, dinyatakan pemain MVNO di negara berkembang bisa menguasai sekitar 10% hingga 40% pangsa pasar seluler. (
Baca: Mengenal MVNO)
Peluang kehadiran MVNO memang ada di Indonesia jika revisi Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Rencana Dasar Teknis (Fundamental Technical Plan) Telekomunikasi Nasional bisa dituntaskan. (
Baca:
Revisi aturan FTP)
Reaksi BRTI
Anggota Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi mengungkapkan sejauh ini belum ada permohonan lisensi menyelenggarakan MVNO dari MyRepublic.
“Belum ada (pengajuan izin). Dan regulasi MVNO yang mengatur penyelenggara jasa melalui jaringan bergerak seluler (Jarbersel) operator lain juga belum kami buat detailnya, walaupun secara prinsip penyelenggara jasa teleponi dasar dapat menggunakan jaringan dari operator seluler lain,” ungkapnya kepada IndoTelko melalui pesan singkat, kemarin.
Ketut pun enggan berspekulasi dengan langkah MyRepublic dalam menggelar MVNO, termasuk pemilihan mitra. “Saya belum tau. Secara teknis bisa saja. Tapi yang pasti, sampai saat ini blm ada permohonan MVNO tersebut,” pungkasnya.
Asal tahu saja, MyRepublic telah berusia setahun di Indonesia dan sudah hadir di enam kota. Di Indonesia, MyRepublic pertama kali hadir pada bulan Juli 2015 dan telah mengembangkan bisnisnya secara agresif dengan dukungan penuh dari Sinarmas Group sebagai partner lokal. (
Baca:
MyRepublic dan Pontap)
MyRepublic telah menggandeng Smartfren dalam menyelenggarakan layanan telepon tetap ke pelanggannya. Apakah langkah serupa dilakukan untuk layanan seluler? Kita tunggu saja.(dn)