JAKARTA (IndoTelko) – PT Indosat Ooredoo Tbk (ISAT) meminta ada pengaturan tarif batas bawah untuk layanan internet di Indonesia guna menjaga persaingan tetap sehat di ranah bisnis seluler.
Permintaan ini tertuang dalam surat resmi yang dilayangkan Presiden Direktur & CEO Indosat Alexander Rusli ke Menkominfo Rudiantara pada 17 Juli 2017. Surat itu juga ditembuskan ke Menteri Koordinator Perekonomian, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
IndoTelko yang mendapat bocoran surat itu mengkonfirmasi ke Group Head Corporate Communication Indosat Deva Rachman. “Ya betul (ada surat dikirim). Semua isi dari surat yang beredar itu benar,” tegas Deva melalui pesan singkat, (20/7).
Adapun nukilan dari isi surat dengan No. 621/AE0-AEJ/REL/17 itu Indosat menyampaikan keprihatinan atas kondisi persaingan usaha di sektor telekomunikasi, terutama dalam penyediaan layanan komunikasi data yang sudah lama berada pada situasi persaingan usaha tidak sehat.
Menurut Indosat, operator terjebak dalam perang tarif yang berbahaya bagi keberlangsungan industri telekomunikasi. Tingkat harga layanan komunikasi data di Indonesia sudah sangat rendah dan jauh di bawah harga layanan sejenis di negara lain. Layanan ini dijual dengan harga di bawah biaya produksi.
“Mekanisme pasar tidak dapat berjalan dengan normal, campur tangan Pemerintah sudah sangat diperlukan untuk menyelamatkan keberlangsungan industri telekomunikasi dan layanan kepada masyarakat,” tulis Indosat dalam surat itu.
Indosat mengusulkan agar Pemerintah segera menerbitkan aturan soal Batas bawah. Meskipun ditetapkan tarif batas bawah, namun operator tetap diperbolehkan untuk menawarkan tarif promosi (lebih rendah dari batas bawah) dengan durasi terbatas. Jangka waktu (durasi) maksimal bagi operator dalam memberlakukan tarif promosi juga ditetapkan oleh Pemerintah dan berbeda untuk operator dominan dan nondominan.
Selain itu juga diusulkan agar pengawasan terhadap tarif batas bawah dilakukan secara ex-post dan dilakukan periodic setiap kuartal. Operator diwajibkan untuk menghitung yield data (total pendapatan data dibagi dengan total trafik data) selama satu kuartal dan melaporkannya kepada BRTI. Model pengawasan sederhana seperti ini akan memudahkan pengawasan mengingat skema tarif layanan data yang diterapkan operator sangat beragam.
Sanksi diberikan kepada operator yang tidak mematuhi aturan tarif batas bawah dalam bentuk peringatan, pengenaan denda, pengurangan hak untuk melakukan promosi, sampai pada larangan melakukan promosi.
“Dengan adanya aturan batas bawah, maka yield operator akan membaik. Dampaknya adalah perbaikan kinerja operator yang juga akan meningkatkan pendapatan negara dalam bentuk pendapatan pajak maupun bukan pajak (BHP Telelekomunikasi dan kontribusi USO). Dan yang terpenting adalah terjaganya keberlangsungan layanan bagi masyarakat,” yakin Indosat.
“Intinya, peraturan diperlukan agar kondisi persaingan sehat dan pemasukan negara terjamin lewat pajak dan non pajak,” tegas Deva.
Komisioner BRTI I Ketut Prihadi Kresna mengakui adanya surat yang dikirimkan Indosat. “Benaran ada surat itu. Baru usulan,” katanya kepada IndoTelko, (20/7). (
Baca: Kisruh Tarif internet)
Usulan Indosat ini tentu menarik ditengah genderang perang tarif suara justru dimulai anak usaha Ooredoo ini dengan mempermanenkan Rp 1 per detik pada 2017. XL telah menyambut tantangan ini dengan mengeluarkan kartu perdana baru beberapa waktu lalu. (
Baca:
Perang Tarif)
Entah ada agenda apa dengan usulan tarif batas bawah dari Indosat ini. Hal yang pasti dalam berbagai kesempatan, Rudiantara selalu menolak diterapkan ceiling price di layanan data.(dn)