JAKARTA (IndoTelko) - IDC Indonesia menilai pemerintah harus lebih gencar memerangi peredaran smartphone ilegal agar masyarakat terlindungi.
Berdasarkan data Mobile Phone Tracker IDC Indonesia, jumlah perangkat smartphone yang masuk ke pasar Indonesia di tahun 2016 mencapai 30 juta unit. Namun data tersebut hanya mencakup unit smartphone yang legal.
“Hingga saat ini, peredaran perangkat counterfeit dan ilegal masih sangat marak di pasar smartphone Indonesia. Konsumen pun cenderung tertarik untuk membelinya karena menawarkan selisih harga yang signifikan dibandingkan dengan perangkat yang legal,” kata Associate Market Analyst IDC Indonesia Risky Febrian dalam keterangannya, belum lama ini.
Menurutnya, peredaran smartphone counterfeit dan ilegal bukan hanya merugikan pemerintah dan pelaku usaha yang terkait, namun pada akhirnya konsumenlah yang paling dirugikan.
Hal ini dikarenakan perangkat-perangkat ilegal tersebut tidak disertai dengan dukungan layanan purna-jual dari pabrikan perangkat terkait. Terlebih lagi, selama ini pasar Indonesia cenderung menjadi tujuan untuk mengirimkan inventaris smartphone yang tidak laku di pasar global.
Menurutnya, langkah pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggandeng Qualcomm Incorporated baru sebatas mengatasi tindakan yang cenderung merugikan konsumen, karena jika International Mobile Equipment Identification(IMEI) perangkat tersebut terbukti ilegal, maka konsumen tidak dapat lagi menggunakan perangkat tersebut di Indonesia.
Untuk kedepannya, pemerintah harus menyusun langkah strategis untuk menghadang peredaran perangkat counterfeit dan ilegal sebelum masuk ke pasar smartphone Indonesia. Sehingga konsumen pun pada akhirnya tidak akan dirugikan dengan peredaran perangkat ilegal.
“Jika pemerintah serius dalam upaya pemberantasan perangkat ilegal ini, harus ada tindakan tegas bagi pemain ritel yang kedapatan menjualnya. Karena hingga saat ini masih banyak pemain ritel, baik offline maupun online, yang masih menjual dan bahkan mempromosikan perangkat smartphone counterfeit dan ilegal,” tambah Risky.
Dikatakannya, strategi ini juga dinilai dapat menjadi dua sisi mata pisau, karena belum ada kejelasan aturan jika perangkat smartphone yang dimiliki konsumen memang dibeli langsung dari luar negeri, atau contoh kasus lain adalah turis asing yang membawa smartphonenya selama berada di Indonesia.
Diingatkannya, perlu ada kejelasan regulasi yang mengatur hal tersebut sehingga kebijakan ini tidak merugikan pihak manapun, dan menutup celah hukum yang dapat dieksploitasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu, dukungan pemerintah untuk pembangunan industri manufaktur yang dapat menyokong ekosistem industri smartphone sangat penting untuk menekan angka peredaran perangkat counterfeit dan ilegal di pasar smartphone Indonesia. Pemerintah juga dinilai perlu untuk menyederhanakan proses regulasi yang berkaitan dengan ekosistem perangkat smartphone di Indonesia, sehingga pihak pabrikan perangkat smartphone ataupun distributornya akan lebih mudah dalam mengikuti regulasi yang berlaku.(ak)