JAKARTA (IndoTelko) - Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan dengan nomor: 37 P/HUM/2017 tentang Uji Materi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Uji Materiil terhadap aturan yang dikenal mengatur taksi online itu diajukan oleh enam orang yang kesemuanya adalah pengemudi angkutan sewa khusus yang menyatakan keberatan terhadap sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Beberapa poin yang menjadi keberatan para penguji adalah terkait dengan kuota armada, pembatasan tarif, STNK berbadan hukum, dan kewajiban KIR. (
Baca: Aturan taksi online)
Pelaksana Tugas Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Hengki Angkasawan dalam keterangannya, Selasa (22/8) mengakui Kementerian Perhubungan (kemenhub) telah menerima salinan putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia dengan nomor: 37 P/HUM/2017 tentang Uji Materi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek pada 1 Agustus 2017.
Hengki menyampaikan sikap Kemenhub akan taat azas dan patuh terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Selanjutnya, Kementerian Perhubungan akan berkoordinasi dengan semua pihak untuk memberikan yang terbaik untuk masyarakat dan mencari upaya agar putusan MA tersebut tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
“Kementerian Perhubungan akan taat azas pada hukum dan peraturan yang berlaku, termasuk apa yang menjadi keputusan MA. Selanjutnya kami akan berkoordinasi dengan semua pihak guna menyusun penataan yang terbaik yang dapat memberi ruang yang sama pada semua operator transportasi, khususnya di bidang angkutan jalan,” tegas Hengki dalam keterangannya itu.
Dijelaskan Hengki bahwa di dalam putusan MA tersebut terdapat sejumlah pasal dari hasil pembahasan dalam persidangan yang dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
“Sedikitnya terdapat 14 poin dalam PM 26 Tahun 2017 yang dianggap bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Oleh MA ke-14 poin ini telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan memerintahkan kepada Menhub untuk mencabut pasal-pasal yang terkait dengan 14 point dalam peraturan menteri tersebut," ujar Hengki.
Hengki juga mengingatkan bahwa dalam menyelenggarakan usaha angkutan umum harus juga mengacu pada kemaslahatan masyarakat, yang dalam hal ini pemerintah harus mengatur ketertiban, kesetaraan dan keseimbangannya dalam berbagai kepentingan masyarakat.
Picu keresahan
Sementara Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai Putusan MA No. 37 P/HUM/2017 dapat memicu keresahan di kalangan pebisnis transportasi umum yang sdh lama berusaha.
"Usaha taksi online bukan termasuk UMKM, tapi pemodal besar yang berlindung seolah UMKM. Cukup besar modal untuk memberi subsidi bertarif murah. Yang akhirnya juga tidak akan murah selamanya," katanya.
Menurutnya, di saat pemerintah sedang gencarnya menata transportasi umum yang kian terpuruk, seyogyanya para Hakim MA berpikir lebih realistis dimana pertimbangan sosiologis keberagaman masyarakat Indonesia perlu dipertimbangkan secara matang.
"Pada prinsipnya, transportasi orang harus mengandung unsur selamat, aman dan nyaman. Sementara online adalah sistem, bukan berlaku sebagai operator transportasi mengatur segalanya melebihi kewenangan regulator transportasi,"tukasnya.
Dikatakannya, pemerintah harus punya instrumen untuk mengawasi praktek bisnis transportasi dimanapun untuk menjaga keseimbangan dan penataan transportasi secara nasional.
"Hendaknya, Hakim di MA sebelum memutuskan itu, mau mendengarkan banyak stakeholder secara langsung, misalnya Organda, YLKI, MTI, dan akademi bidang transportasi. Jika nanti ujung dari putusan ini akan menjadi masalah baru di daerah, hendaknya Hakim yang memutuskan harus berani bertanggungjawab," pungkasnya.
Sebelumnya, Peraturan Menteri Nomor PM. 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek atau dikenal dengan aturan untuk taksi online berlaku penuh mulai 1 Juli 2017. (
Baca:
Tahapan aturan taksi online)
Pada 1 April 2017, sebagian dari aturan yang ada di Permenhub telah dijalankan diantaranya penetapan angkutan online sebagai angkutan sewa khusus, persyaratan kapasilinder mesin kendaraan minimal 1.000 CC, persyaratan tempat menyimpan kendaraan, dan kepimilikan atau kerja sama dengan bengkel.
Lalu, tiga poin yang berlaku sejak 1 Juni adalah pengujian berkala (KIR) kendaraan, stiker, dan penyediaan akses Digital Dashboard.
Empat poin terakhir akan dijalankan mulai 1 Juli. Poin-poin tersebut adalah penetapan batas tarif, jumlah kuota, penghitungan pajak, dan kepemilikan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) berdasarkan badan hukum.(id)