JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan pengenaan pajak penghasilan (PPh) untuk pelaku perdagangan elektronik atau eCommerce sebesar 0,5%.
Angka tersebut dinilai cukup tepat karena industri yang tergabung dalam eCommerce masih terbilang baru dan perlu dukungan dari pemerintah.
“Kami usul yang lebih rendah. Mungkin pemerintah akan settle di 0,5% untuk PPh," ungkap Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seperti dikutip dari laman Kemenperin (21/2).
Menurut Airlangga, pengenaan pajak yang rendah tersebut karena rata-rata penjualan eCommerce hanya sekitar Rp40 juta per tahun yang masuk dalam skala pendapatan IKM.
Di samping itu, keuntungan per user juga rendah dengan jumlah US$228 juta. Namun demikian, ia tidak menampik, perbedaan pajak antara perdagangan online dan offline yang masih dikaji di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). "Ini kan nilainya relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang offline dan sedang dikaji di Kemenkeu," jelasnya.
Dengan tarif pajak yang lebih rendah tersebut, Airlangga pun berharap semakin banyak produk IKM nasional yang bergabung dengan toko online, mengingat produk impor yang beredar di pasar online saat ini masih mendominasi ditimbang produk lokal. “Kami ingin barang yang dijual itu produksi dalam negeri, bukan impor. Ini juga bertujuan meningkatkan daya saing Indonesia,” tegas Menperin.
Dengan populasi dan produk domestik bruto (PDB) terbesar di Asia Tenggara, Indonesia merupakan pasar potensial bagi sektor ekonomi digital. Bahkan, pemerintah menargetkan Indonesia sebagai pusat ekonomi digital di Asia Tenggara pada tahun 2020.
Berdasarkan data Kepios (September 2017), jumlah populasi di Indonesia mencapai 264 juta jiwa, dan merupakan jumlah populasi terbesar di kawasan Asia Tenggara. Dari jumlah tersebut, 55 persen merupakan kaum urban yang tinggal di daerah perkotaan yang notabene sudah sangat melek terhadap perangkat-perangkat digital (digital devices).
Adapun penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 133 juta jiwa atau sekitar 50% dari total populasi. Sementara pengguna aktif media sosial mencapai 115 juta jiwa atau sekitar 44% dari total populasi.
Kemudian untuk penggunaan smartphone sudah mencapai 371 juta atau 141% dari total populasi. Sedangkan, pengguna media sosial aktif dengan menggunakan ponsel mencapai 106 juta atau 40 persen dari pengguna smartphone terdaftar.Dengan keadaan tersebut, Indonesia berpeluang menjadi negara ketiga terbesar di dunia setelah Tiongkok dan Amerika Serikat yang memiliki pendapatan dari bisnis online.
“Dengan iklim seperti itu, perusahaan retail online akan terus bermunculan dan sedikit demi sedikit akan bertransformasi menjadi salah satu sektor penggerak ekonomi nasional,” kata Airlangga.(ak)