JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengaku tengah menyiapkan dua langkah utama dalam menghadapi penyebaran berita palsu (hoaks) di media sosial jelang Pemilu Presiden mendatang.
“Pendekatannya selalu dua, pertama meningkatkan literasi masyarakat agar bagaimana di depan ponsel itu, dalam berinteraksi di media sosial, jangan seperti Tuhan. Kita bicara langsung seperti ini ada batasnya, ada etikanya. Di depan ponsel sendiri, mereka bisa berpikir seperti Tuhan, apa yang tidak bisa dilakukan di dunia nyata ia lakukan dengan ponsel,” jelas Menkominfo Rudiantara, dalam laman Kominfo (25/6).
Langkah kedua adalah menyiapkan aturan untuk memberi denda kepada penyedia layanan media sosial terkait konten hoaks dan konten lainnya yang berpotensi memecah belah bangsa.
“Sedang disiapkan juga penalti Rupiah kepada platform yang melakukan pembiaran terhadap hoaks dan konten yang bisa memecah belah bangsa. Sejalan dengan ini pemblokiran juga tetap jalan terus,” tegasnya.
Optimalkan Teknologi
Lebih lanjut Rudiantara mengajak jajaran Kepolisian RI untuk memaksimalkan perkembangan teknologi sebagai alat yang dapat memberi nilai tambah.
“Kita lihat bahwa perubahan di dunia benar-benar di-drive oleh teknologi, terutama teknologi digital. Strateginya cuma satu, bagaimana kita memaksimalisasi karena ini suatu yang ngga bisa dihindari. Gunakan sebagai nilai tambah, banyak yang bisa diubah pada proses bisnis layanan di Kepolisian,” jelasnya.
Dikatakannya, perubahan proses bisnis merupakan poin utama dalam pemanfaatan teknologi. “Teknologi sebagai enabler, tapi prosesnya yang berubah. Yang membuatnya menjadi nilai tambah adalah pola pikir kita, mindset kita. Dampaknya ke polisi juga, teman-teman kan sangat sering berinteraksi dengan masalah sosial, masalah kemasyarakatan, kejahatan. Saya bangga POLRI bisa cepat adaptasi dengan mengubah proses bisnisnya, dengan adanya Direktorat Cyber Crime,” katanya.
Semua perkembangan teknologi saat ini juga mengakibatkan cara kerja Kepolisian harus berubah. “Contoh taksi berbasis aplikasi online. Kalau ada tindakan kriminal di jalan, biasanya saksinya yang ditanya, mobilnya yang jadi alat bukti. Sekarang bagaimana Polisi bekerja sama dengan platform, karena semua jejak digital dari transaksi itu ada di platform,” papar Menteri Rudiantara.
Rudiantara juga menjelaskan beberapa contoh pemanfaatan teknologi oleh kepolisian dari berbagai negara, di antaranya internet of things untuk pemantauan lalu lintas, kecerdasan buatan (AI) untuk pelayanan, serta sistem Digital Police di Shenzhen, Republik Rakyat Tiongkok, yang memungkinkan polisi dapat mengidentifikasi pengendara yang tidak mematuhi aturan lalu lintas melalui facial recognition pada CCTV.
“Negara lain sudah ada polisi yang digital. Cikal bakal masa depan dari layanan polisi adalah digital police. Contohnya di Shenzhen. Pelayanan masyarakat juga bisa gunakan AI, pake chatbot, dijawab teks,” tukasnya.(wn)