JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali mengajak masyarakat aktif terlibat dalam membasmi fake news atau hoaks (berita palsu), konten bermuatan negatif dan ujaran kebencian di media sosial.
Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan fenomena fake news atau berita palsu di Indonesia semakin menjadi-jadi dan mudah ditemukan di media sosial.
"Makin dibuat-buat beritanya. Misalnya seperti kejadian yang sedang viral di Surabaya, Ada pemberitaan insiden seorang istri yang tak sengaja menabrak suaminya saat memundurkan mobil. Faktanya adalah ada orang meninggal di Surabaya. Tapi informasi yang tersebar seperti itu. Namanya ada, di rumah sakit ini, nanti keluarganya bagaimana? Padahal kan wafatnya karena serangan jantung. Ini terlalu mengada-ada, hiperbola," katanya belum lama ini.
Disayangkannya, peredaran informasi yang kebenarannya diragukan. Bahkan ia mengungkapkan keresahan karena video viral semacam itu kerap ditemukan di media sosial. “Semua aplikasi itu harus ada peran masyarakat. Masyarakat turut mengawasi, misalnya melalui tombol khusus pelaporan. Kalau tidak ada peran masyarakat siapa yang ikut menjaga platform ini,” jelasnya.
Ditegaskannya, saat ini semua platform sudah memerangi berita palsu yang bisa membuat masyarakat terkecoh. “Isinya 75% palsu, datanya diambil dari mana seolah dia buat jadi berita itu berbahaya. Dan yang paling berbahaya adalah pengungkapan informasi yang dapat memicu pertentangan. Itu yang perlu dihindari,” ujarnya.
Kominfo pun telah bekerja sama dengan sejumlah platform media sosial untuk mencegah penyebaran berita palsu dan konten negatif yang dapat memicu pertentangan dan ujaran kebencian melalui fasilitas safe search dan report button yang harus disediakan oleh platform agar masyarakat dapat aktif turut serta mencegah dan melaporkan apabila menemukan konten negatif pada platformnya.
Mengenai perkembangan aturan penanganan berita palsu dan ujaran kebencian,Tim Kementerian Kominfo dan pemangku kepentingan telah mempelajari soal aturan berita paksu dan ujaran kebencian ke Malaysia dan Jerman.
"Tim mengkaji dan memastikan eksistensi penerapan aturan mengenai isu berita palsu dan ujaran kebencian, khususnya media sosial di dua negara, Malaysia dan Jerman. Ini diperlukan untuk menyiapkan langkah-langkah pencegahan sesegera mungkin, memastikan bahwa semua teknologi digunakan untuk keperluan yang baik, bukan untuk kejahatan. Apalagi tahun depan ada Pilpres, Pemilu DPR/DPRD dan DPD,” bebernya.
Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam kerja tim adalah mengidentifikasi beberapa poin krusial yang dapat diadaptasi agar bisa diterapkan di Indonesia. "Tentu dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat, nilai luhur bangsa dan ketentuan perundangan yang berlaku," jelasnya.
Tim yang melibatkan beragam pemangku kepentingan di Indonesia juga mengkaji cakupan ideal mengenai batasan berita palsu, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial. Hal itu dibutuhkan agar regulasi dapat diterapkan proporsional. "Agar tidak mengancam kemerdekaan berpendapat, kebebasan berekspresi dan demokrasi yang sudah berlangsung madani di Indonesia," tandasnya.
Mengenai mekanisme pemblokiran, Dirjen Aptika menegaskan prosesnya akan melibatkan operator. ”Jadi gini, cara kerja pemblokiran kita minta ke operator. Kalau konten-konten yang ada di sosial media itu kita sampaikan ke platform. Kominfo itu tidak melakukan pemblokiran langsung, (meski) kita mempunyai hak dan kewajiban tapi yang melakukan adalah yang bersangkutan (pemilik platform),” ucapnya.(wn)