JAKARTA (IndoTelko) - PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) memperkirakan satelit Nusantara Satu akan menempati slot orbit 146 Bujur Timur pada 4 Maret mendatang.
Satelit ini diluncurkan pada Jumat, 22 Februari 2019 pukul 8:45 WIB dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat dengan menggunakan rocket Falcon 9 – 5500 buatan SpaceX.
Saat ini satelit Nusantara Satu sedang dalam tahap Orbit Raising atau proses suatu satelit berpindah dari Geo Transfer Orbit (GTO) ke Geo Synchrounous Orbit (GSO) atau orbit tujuan.
"Proses menuju orbit dari satelit nusantara satu memang lebih cepat dari satelit merah putih walau sama-sama menggunakan Falcon 9 untuk peluncurnya," jelas Director of Technology PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) Dani Indra Widjanarko, kepada IndoTelko kemarin.
Sekadar diketahui, Satelit Merah Putih milik Telkom diluncurkan pada Selasa pagi (7/8/18) pukul 01.18 waktu Florida atau pukul 12.18 WIB dari SLC 40 Cape Canaveral Air Force Station ke slot orbit 108 Bujur Timur (BT). Pada 8 Agustus 2018 jam 23.00, satelit tersebut sampai di slot orbitnya alias memakan waktu sekitar 10 hari sejak peluncuran.
(Baca:
Satelit Merah Putih)
Dani menjelaskan dari sisi peluncuran satelit Nusantara Satu sedikit berbeda dengan peluncuran satelit-satelit milik Indonesia sebelumnya. (
Baca:
Satelit Nusantara Satu)
Pertama, dari sisi satelitnya sendiri yang merupakan High Throughput Satellite (HTS). HTS adalah suatu satelit yang mengadopsi metoda ala jaringan selular dalam memanfaatkan spektrum frekuensi, dimana frekuensi dipakai secara berulang-ulang dalam multi beams (atau multi cell) yang kecil-kecil sehingga untuk besaran spektrum frekuensi yang sama dapat menghasilkan kapasitas (Throughput) berlipat.
Satelit HTS telah ada sejak awal tahun 2000-an, namun saat itu implementasi tidak terlalu sukses karena ekosistemnya belum mendukung. HTS mensyaratkan jaringan berbentuk star sehingga semua trafik harus dari atau ke pusat.
Agar kapasitas satelit semakin besar maka digunakanlah Electric Propulsion yang berbentuk Plasma Thruster. Berkat thruster electric ini akan dihemat ruang dan berat hingga seperlima jika dibandingkan menggunakan bahan bakar kimia, sisa berat dan ruang ini bisa digunakan untuk menempatkan peralatan lebih banyak lagi sehingga kapasitas total satelit juga akan jauh meningkat.
Akibat dari penggunaan electric thruster maka berat total satelit menjadi ringan, karena itu terdapat sisa volume dan berat di kendaraan peluncur. Sisa berat ini bisa dimanfaatkan untuk mendapat "penumpang" satelit kecil lainnya. Pada peluncuran kali ini, satelit Nusantara Satu didampingi dua kargo , sehingga biaya peluncuran bisa turun secara signifikan.
Proses Orbit Raising satelit Nusantara Satu menggunakan kombinasi antara chemical dan electric maka diperlukan waktu lebih lama dibandingkan yang hanya Chemical (dimana thrust yang dihasilkan oleh electric thruster lebih kecil dari chemical thruster) oleh karena itu digunakanlah varian dari GTO yaitu Super Synchronous Orbit ditambah dengan pemanfaatan Minimum Residual Shutdown (MRS) dari roket SpaceX agar didapat target Apogee di 70.000 km (dibanding GTO yang di 36.000 km apogee-nya).
"Apabila target apogee ini tercapai maka tidak diperlukan lagi Electric Orbit Rising (hanya Chemical Orbit Rising), sehingga Orbit Risingnya menjadi 8 hari saja. Apabila semua skenario berjalan sesuai rencana, Insha Allah tanggal 4 Maret 2019 satelit Nusantara Satu sudah menempati orbit tujuannya," pungkasnya.(ak)