telkomsel halo

Akses medsos dibatasi, WA sepi, Facebook dkk tetap gaduh

06:58:27 | 26 May 2019
Akses medsos dibatasi, WA sepi, Facebook dkk tetap gaduh
Ilustrasi
JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akhirnya mencabut pembatasan akses ke media sosial per Sabtu (25/5). (Baca: Pembukaan Akses)

Sebelumnya, pemerintah pada tanggal 22 Mei 2019, sekitar pukul 13.00, melakukan pembatasan akses terhadap situs-situs media sosial seperti Facebook, Instagram (IG), dan Twitter, serta aplikasi perpesanan WhatsApp (WA). (Baca: Akses Medsos)

Pembatasan akses dilakukan terhadap unduh atau unggah foto dan video, sementara akses terhadap teks masih dibuka. Tujuannya agar penyebaran berita hoaks tidak masif, setelah terjadi demo yang berakhir rusuh pada tanggal 21 Mei 2019.

Pendiri mesin analisa media sosial Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahm melakukan analisa terhadap aksi perdana yang dilakukan pemerintah ini hingga 25 Mei  2019 malam. (baca: Cara Batasi Akses)

"Kami melakukan analisa terutama tentang topik dua tokoh yang menjadi sentral politik nasional saat ini yaitu Calon Presiden (Capres) Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto (Prabowo)," ungkapnya dalam keterangan pers di akun resmi Drone Emprit (25/5).

Diungkapkannya, setelah dimulainya pembatasan akses ke sosmed, tampak bahwa tren percakapan tentang kedua tokoh yang menjadi sentral dalam pemilu dan demo tetap tinggi di Twitter, media online, Facebook, Instagram, maupun YouTube.

Secara umum tren menunjukkan bahwa tak tampak adanya pengurangan yang signifikan dalam total percakapan di keseluruhan kanal.

Namun di kanal WhatsApp, terlihat penurunan yang signifikan. Setelah pembatasan dimulai, sebanyak 42% hingga 60% percakapan berkurang. Percakapan tentang kedua tokoh Jokowi dan Prabowo turun lebih banyak lagi, antara 42% hingga 76%.

Setelah pembatasan dibuka pada 25 Mei 2019, tampak percakapan naik drastis di kanal WhatsApp ini.

"Jika tujuan pembatasan ini untuk mengurangi penyebaran informasi dan material foto dan video di media sosial seperti Twitter, Facebook, IG dan YouTube, sepertinya dampaknya tidak terlalu besar. Namun untuk WhatsApp, tujuan ini cukup berhasil," katanya.

Sementara jika melihat tren pemberitaan tentang kedua tokoh di media online, tampak puncaknya terjadi pada tanggal 21 Mei 2019. Setelah pembatasan akses dimulai pada tanggal 22 Mei 2019, tren di media online relatif masih tinggi, dan tak tampak adanya pengaruh.

Bahkan pada akhir tanggal 24 Mei 2019, tren mereka naik menyamai tren pada tanggal 21 Mei 2019 pada saat kejadian demo berdarah. Secara umum kalau digabungkan semua percakapan di semua kanal, puncak percakapan terjadi pada tanggal 22 Mei 2019 pukul 13:00 dan 15:00 tentang Prabowo- Sandi.

Setelah mulai pembatasan akses sosmed pada 22 Mei 2019 pukul 15:00, tren percakapan Jokowi-KMA malah naik, puncaknya pukul 18:00. Setelah itu, tanggal 23 dan 24 Mei percakapan tentang mereka relatif masih tinggi.

"Bisa disimpulkan bahwa pemberitaan di media online tidak terpengaruh oleh pembatasan di medsos. Peristiwa di lapangan tetap bisa disampaikan dan diberitakan. Artinya, saat itu media online memegang peranan yang sangat penting," simpulnya.

Terkait dengan monitoring percakapan di WA Group (WAG), Ismail menjelaskan ini adalah fitur baru di Drone Emprit yang sifatnya masih eksperimental.

Hal yang dimonitor adalah percakapan dalam group-group WA yang sifatnya umum. Cukup banyak ditemukan link untuk bergabung ke group-group ini yang disebar di Internet.

Dari total sebanyak 229 WAG yang dimonitor Drone Emprit, tren seluruh percakapan bisa mulai tanggal 18 Mei sampai 25 Mei (siang) memperlihatkan pola yang menarik.

Tren tertinggi puncaknya terjadi pada tanggal 21 Mei dengan 26 ribu percakapan. Dan sejak 22 Mei ketika pembatasan akses dimulai, tren turun drastis sebanyak 30% dibanding tanggal 21 Mei sebelum pembatasan dilakukan.

Pada hari berikutnya, 23 Mei, tren terus turun hingga 42% dan paling rendah tanggal 24 Mei turun 60%. Pada tanggal 25 Mei, ketika akses dibuka kembali, tren langsung naik. Untuk percakapan tentang Jokowi di WAG, pada tanggal 21 Mei terdapat 323 percakapan. Ketika pembatasan dimulai pada 22 Mei, tren turun 42%, dan tanggal 23-24 Mei turun terus sebesar 76% dibandingkan dengan tanggal 21 Mei sebelum pembatasan.

Menaggapi hal itu, Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi menilai pembatasan akses ke medsos tak efektif malah merugikan masyarakat, operator, hingga reputasi pemerintah.

"Masyarakat yang selama ini memanfaatkan Medsos untuk berdagang online rugi. Operator walau trafik turun, tetapi pusing kelola trafik dan malah bisa kena somasi karena menurunkan kualitas layanan. Paling rugi ya pemerintah, ngakunya sistem demokrasi tetapi terkesan represif karena pembatasan akses ke sumber informasi itu kebanyakan dilakukan negara penganut sistem monarki dan sosialis," tegasnya.

Heru pun menilai, pembatasan akses di WA tak efektif karena banyak pengguna beralih ke aplikasi Telegram, sementara untuk bermain medsos memanfaatkan Virtual Private Network (VPN). "Ini jadi seperti memindahkan masalah dan malah bikin makin tak terkontrol," tukasnya

Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan kerugian selama tiga hari pembatasan akses ke Medos sekitar Rp 681 miliar.

Kalkulasinya, sebanyak 66% transaksi jual beli online terjadi di platform media sosial seperti Instagram, Facebook dan Whatsapp. Hanya 16% transaksi lewat marketplace, berdasarkan riset Ideas 2017.

Nilai transaksi eCommerce berdasar riset Indef di 2019 diperkirakan US$8,7 miliar atau Rp 126 triliun. Dibagi 365 hari rata rata Rp 345 miliar per hari. 

GCG BUMN
Alhasil, potensi kerugian jual beli online dengan membatasi akses ke medsos per hari adalah 66% dari 345 miliar yaitu Rp 227 miliar. Tiga hari blokir, kerugian pedagang Rp 681 miliar.(id) 

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year