JAKARTA (IndoTelko) - Komisi I DPR mempertanyakan langkah Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendorong Traveloka dan Tokopedia sebagai penyelenggara umroh dengan memanfaatkan platform digitalnya.
"Untuk menjadi penyelenggara umroh itu ada regulasinya yakni UU No 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU). Semua harus mengacu kesitu," kata Anggota Komisi I DPR Arwani Thomafi, kemarin.
Dijelaskannya, dalam pasal 86 ayat (2) UU PIHU disebutkan penyelenggaran ibadah umroh dilakukan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
“Jika penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah oleh dua unicorn tersebut melalui skema Government to government (G to G) di Pasal 86 ayat (4) UU No 8 /2019 dijelaskan pemerintah dapat menjadi penyelenggara perjalanan ibadah umrah bila terdapat keadaan luar biasa atau kondisi darurat. Pertanyaannya, apakah saat ini dalam kondisi darurat?” kata Arwani.
Diingatkannya, jika pemerintah memfasilitasi dua platform digital itu dalam bisnis perjalanan umrah bisa menimbulkan disharmoni bagi pelaku penyelenggara perjalanan ibadah umrah eksisting.
Namun, jika keberadaan dua unicorn tersebut sebagai dampak dari disrupsi dalam penyelenggara perjalanan ibadah umrah, semestinya pemerintah menyiapkan terlebih dulu regulasinya.
“Komisi I menjadwalkan pada Senin (22/7) akan memanggil Menkominfo untuk klarifikasi,” tandasnya.
Segendang sepenarian, Anggota Komisi VIII DPR RI Khatibul Umam Wiranu menolak rencana pemerintah pemerintah melibatan Traveloka dan Tokopedia dalam bisnis umrah mendapat penolakan keras dari.
Dikhawatirkannya, dampak keterlibatan dua perusahaan besar tersebut dipastikan bakal menggulung bisnis travel di Indonesia. Rencana ini dipastikan mengancam keberadaan travel umrah yang telah dirintis puluhan tahun oleh masyarakat.
“Ibarat ada gelombang besar tsunami, Tokopedia dan Traveloka, maka gampang dihitung bahwa musibah itu akan menimbulkan kerugian masyarakat. Sementara biro umrah yang kecil-kecil itu bakal tergulung dan terguling dihempas ombak besar. Hanya travel besar yang bisa bertahan," kata Khatibul dalam rilisnya, Jumat (19/7).
Dijelaskannya, keberadaan bisnis yang memanfaatkan digital seperti Tokopedia maupun Traveloka memang tak bisa ditolak. Hanya saja, di UU PIHU tidak ada nomenklatur yang memberi ruang kepada dua unicorn tersebut.
“Apalagi payungnya cuma sekadar nota kesepahaman antarnegara. UU Nomor 8 Tahun 2019 tidak memberi ruang penyelenggara perjalanan ibadah haji dengan basis digital. Ini yang dilupakan oleh pemerintah saat memfasilitasi dua unicorn tersebut," tambah Khatibul.
Merujuk kunjungan Raja Salman ke Indonesia pada tahun 2017 lalu, sebagai pijakan kesepahaman bisnis umrah berbasis digital semestinya saat pembahasan RUU PIHU.
"Persoalan bisnis digital di Haji dan umrah dapat dibahas bersama-sama dengan berbagai stakeholder. Bukan seperti saat ini, menikung di tikungan, tiba-tiba buat kerja sama dengan menabrak aturan main yang telah disepakati DPR dan Pemerintah melalui UU PIHU,” tegas Khatibul.
Khatibul mengaku banyak mendapat aspirasi dari pengelola perjalanan travel di berbagai daerah atas rencana turut sertanya dua unicorn dalam bisnis umrah di Indonesia.
“Teman-teman pemilik biro travel ini kan tidak sedikit dari kalangan NU, mereka gelisah atas rencana pemerintah ini. Artinya apa, pemerintah tidak pernah mengajak bicara dengan stakeholder, termasuk DPR," tandasnya.
Diharapkannya, pemerintah mengurungkan rencana tersebut sembari mengajak duduk seluruh stakeholder dan menyiapkan regulasi sebagai basis atas bisnis umrah berbasis digital.
"Opsinya, pemerintah mengurungkan rencana tersebut sembari duduk bersama dengan seluruh stakeholder, cari jalan keluar dan siapkan regulasi agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan diperlakukan tidak adil," pungkas Khatibul.
Sebelumnya, Tokopedia dan Traveloka digandeng Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam menggarap bisnis Umroh Digital.
Tokopedia akan bekerja bersama-sama dengan Traveloka melalui jalur Government to Government (G to G) maupun Business to Business (B to B) dengan pebisnis online di Arab Saudi. Pengembangan Umrah Digital akan fokus pada tiga aspek yang bisa diefisiensikan dengan mengimplementasikan teknologi dan membangun partnership dengan pihak lain
Langkah Kominfo ini banyak disorot pelaku bisnis Umorh karena melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
BAB VII UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Pasal 86 ayat (1) mengatur dengan jelas bahwa “Perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan secara perseorangan atau berkelompok melalui PPIU”; yang dipertegas pada ayat (2) “Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan melalui PPIU”; lalu diperkuat pada pasal 87 di mana setiap orang yang akan menjalankan umrah selain beragama Islam, memiliki paspor, memiliki tiket pergi pulang, keterangan sehat, juga memiliki visa serta tanda bukti akomodasi dan transportasi dari PPIU.
PPIU pada BAB I Ketentuan Umum, pasal (1) angka 19 UU No. 8 Tahun 2019 dinyatakan sebagai “Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah yang selanjutnya disingkat PPIU adalah biro perjalanan wisata yang memiliki izin dari Menteri untuk menyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah”.
Pasal 89 UU No. 8 Tahun 2019 menyatakan “Untuk mendapatkan izin menjadi PPIU, biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan: a. dimiliki dan dikelola oleh warga negara Indonesia beragama Islam; b. terdaftar sebagai biro perjalanan wisata yang sah; c. memiliki kemampuan manajerial, teknis, kompetensi personalia, dan kemampuan finansial untuk menyelenggarakan umrah yang dibuktikan dengan jaminan bank; d. memiliki mitra biro penyelenggara umrah di Arab Saudi yang memperoleh izin resmi dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi; e. memiliki rekam jejak sebagai biro perjalanan wisata yang berkualitas dengan memiliki pengalaman memberangkatkan dan melayani perjalanan ke luar negeri; dan memiliki komitmen untuk memenuhi pakta integritas menyelenggarakan perjalanan umrah sesuai dengan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Menteri dan selalu meningkatkan kualitas penyelenggaraan umrah.
Pasal ini dengan tegas mengatur bahwa PPIU wajib dimiliki oleh WNI beragama Islam. Ini adalah bentuk perlindungan negara terhadap hak beribadah umat Islam hanya boleh diselenggarakan oleh umat Islam.
Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah ini juga mengatur dengan sangat rigit tentang kewajiban PPIU, yang rasanya sangat sulit dilaksanakan oleh Tokopedia dan Traveloka termasuk unicorn yang lain yaitu kewajiban menyediakan pembimbing ibadah dan mengikuti prinsip syariat Islam.
Lebih jauh UU Nomor 8 Tahun 2019 pasal 115, melarang setiap orang tanpa hak bertindak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan Jemaah Umrah. Dan barang siapa yang melanggar, siap-siap sanksi pidana sebagaimana diatur pada pasal 122, “setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU dengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan Jemaah Umrah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar.(id)