JAKARTA (IndoTelko) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mengawasi persaingan usaha di bidang ekonomi digital dengan menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Ketua KPPU, Kurnia Toha mengatakan saat ini perkembangan ekonomi digital di Indonesia begitu pesat sehingga tidak menutup kemungkinan ada persaingan usaha kurang sehat khususnya di dunia digital. Maka dari itu, KPPU perlu turun tangan untuk mengawasi.
“Namun tak dapat dipungkiri perkembangan pesat ini jadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan KPPU, baik dari kebijakan maupun potensi persaingan usaha,” ujarnya belum lama ini.
Menurutnya, KPPU saat ini memerlukan adanya harmonisasi kebijakan dari pemerintah. Menurutnya, KPPU menggandeng Kementerian Kominfo dalam bekerja mengawasi persaingan yang dimungkinkan terjadi.
"Dalam hal ini KPPU siap menjadi rekan khususnya dalam penyusunan regulasi sektoral yang efektif dan fleksibel dalam meningkatkan perkembangan ekonomi digital dan teknologi yang sangat pesat," jelasnya.
Dijelaskannya, kerjasama dengan Kominfo bertujuan untuk mewujudkan pencegahan dan penanganan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta pengawasan kemitraan usaha di bidang komunikasi dan informatika.
Rincian kerjasama meliputi pertukaran data dan/atau informasi; harmonisasi kebijakan persaingan usaha dan kemitraan di bidang komunikasi dan informatika, advokasi dan sosialisasi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat serta pengawasan kemitraan di bidang komunikasi dan informatika, penyelenggaraan kegiatan dan/atau penyusunan kajian/pedoman bersama, dukungan narasumber dan/atau ahli, serta kegiatan lain yang disepakati para pihak.
“Ke depan kolaborasi diharapkan membawa dampak yang positif bagi kedua lembaga, meningkatkan daya saing yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” jelas Kurnia.
Menkominfo Rudiantara menginginkan adanya semangat baru antara Kominfo dan KPPU melalui kerja sama ini dalam melihat persaingan usaha yang terjadi. Ia berpesan agar tidak selalu terpaku pada regulasi yang ada, tetapi harus menyesuaikan keadaan. “Kita tidak hanya melihat regulasinya saja tapi beyond regulation,” jelas Rudiantara.
Asal tahu saja, KPPU tengah Sidang pemeriksaan pendahuluan terkait dengan dugaan pelanggaran persaingan usaha yang dilakukan oleh PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) sebagai terlapor I terkait kemitraannya dengan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (PT TPI) sebagai terlapor II digelar pada Selasa (25/9).
Seperti diketahui, KPPU sudah mulai menyidangkan kasus dugaan pelanggaran persaingan usaha yang melibatkan PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab) dengan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI).
Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) perkara Nomor 13/KPPU-I/2019, ada tiga pasal yang diduga dilanggar oleh Grab dan TPI. Pasal-pasal itu adalah Pasal 14 terkait integrasi vertikal, Pasal 15 ayat (2) terkait exclusive deal dan Pasal 19 huruf (d) terkait dengan perlakuan diskriminatif dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
TPI merupakan pelaku usaha penyedia jasa angkutan sewa khusus atau disebut juga sebagai pelaku usaha mikro/kecil yang menyelenggarakan jasa angkutan sewa khusus.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, TPI bekerja sama dengan pengemudi (driver) yang merupakan pihak independen untuk mengoperasikan kendaraan roda empat yang disewa dari PT TPI.
Dalam menelaah pasar bersangkutan kedua terlapor, investigator KPPU menemukan adanya keterkaitan antar pasar produk PT TPI dengan Grab. Disebutkan bahwa Grab sebagai penyedia aplikasi telah memberikan perlakuan eksklusif terhadap mitra pengemudi di bawah naungan PT TPI yang menyewa mobil dari PT TPI.
Dugaan itu diperkuat dengan lantaran kedua perusahaan tersebut diduga terafiliasi, mengingat adanya jabatan rangkap antar direktur dan komisaris di kedua perusahaan tersebut.
Perlakuan Grab terhadap badan usaha TPI dan badan usaha non-TPI diduga diskriminatif, sehingga berakibat merugikan para mitra pengemudi yang bernaung di bawah badan usaha non-TPI.
Dalam catatan, Grab telah berurusan dengan dua komisi persaingan usaha negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura pasca mengakuisisi Uber bebrapa tahun lalu.
Praktik monopoli yang dilakukan Grab diduga mulai tercium sejak Grab mengakuisisi Uber, di mana sejak itu KPPU Malaysia menerima berbagai keluhan dari pelaku bisnis transportasi di negeri Jiran itu yang menuduh Grab telah melakukan praktik yang memicu persaingan tidak sehat.
Pada tahun lalu, Grab juga tersandung masalah persaingan usaha di Singapura terkait dengan akuisisi bisnis Uber di Asia Tenggara. Lembaga persaingan usaha Singapura menjatuhkan denda gabungan mencapai 12,9 juta dolar Singapura.(wn)