JAKARTA (IndoTelko) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengungkapkan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau Drone, tipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) atau disebut PUNA MALE membutuhkan rangkaian sertifikasi sebelum bisa digunakan.
Mulai dari sertifikasi produk militer, yang prosesnya sudah dimulai sejak tahun 2019. Setelah itu, diperlukan Sertifikat Tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI (IMAA), yang ditargetkan rampung pada akhir tahun 2021. Selanjutnya diharapkan drone yang diberi nama Elang Hitam ini mendapatkan sertifikasi tipe produk militer pada tahun 2023.
Drone Elang Hitam, sesuai rencana pengembangannya, akan dipersenjatai rudal dan mampu terbang hingga 30 jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga 23.000 ft.
"Pesawat Tanpa Awak atau PUNA MALE ini hasil rancang bangun, rekayasa dan produksi anak bangsa. Sudah di roll out dari hanggar PT. DI Bandung, 30 Desember 2019," jelas Kepala BPPT Hammam Riza belum lama ini.Hammam kemudian menjelaskan bahwa inisiasi pengembangan PUNA MALE ini telah dimulai sejak 2015 silam oleh Balitbang Kemhan. Hal itu ditandai melalui kesepakatan rancangan, kebutuhan dan tujuan (DR&O) PUNA MALE yang akan dioperasikan oleh TNI, khususnya TNI Angkatan Udara (AU).
Kemudian pada 2017, perjanjian bersama pun dibentuk dengan adanya Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA MALE).
Anggotanya pun terdiri dari Kemhan RI yaitu Ditjen Pothan dan Balitbang, BPPT, TNI AU (Dislitbangau), Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), BUMN melalui PT Dirgantara Indonesia (DI) serta PT LEN Industri. Selanjutnya pada 2019, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pun masuk sebagai anggota konsorsium tersebut.
"BPPT sebagai lembaga kaji terap teknologi terus berupaya melakukan penguasaan teknologi. Inovasi Drone Elang Hitam ini layak menjadi titik lompatan Indonesia, menjadi negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, juga maju, mandiri dan berdaya saing, khususnya dalam bidang industri pertahanan," pungkasnya.
BPPT kabarnya sudah menyiapkan dana Rp 81 miliar untuk pengembangan Elang Hitam. “Karena ini konsorsium, masing-masing institusi chip-in, istilahnya, mengkontribusikan anggarannya,” kata Hamam.
Sementara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Elfien Goentoro mengatakan, untuk menjalani misi pertempuran, drone tempur tersebut akan dipersenjatai rudal.
Rencananya Elang Hitam akan diintegrasikan dengan roket FFAR (Folding Fin Aerial Rocket) kaliber 70 milimeter produksi PT Dirgantara Indonesia.
Elfien mengatakan, uji terbang akan dilakukan tahun ini, sekaligus membangun bertahap 3 unit lagi prototipe PUNA MALE. “Satu ini, kedua nanti untuk sertifikasi, ketiga untuk static-test, keempat untuk sertifikasi kombatan,” katanya.
Deputi Teknologi Penerbangan dan Antariksa, Lapan, Rika Andiarti mengatakan, Lapan diminta membantu mengembangkan flight control system dengan memanfaatkan satelit untuk Elang Hitam.
“Kalau dari Konsorsium ini, Lapan ditugaskan mengembangkan mission system. Itu terdiri dari baik flight control system, sistem komunikasi, data recorder, dan payload-nya,” katanya.
Rika mengatakan, Lapan sudah berbekal pengalaman sejak 3 tahun terakhir mengembangkan flight control system untuk mengendalikan drone dari jarak jauh. Lapan baru memiliki flight control system untuk drone dengan ukuran kecil, dengan durasi terbang maksimal 5 jam sehingga butuh pengembangan lagi.
Rencananya, PUNA MALE akan menggunakan sistem kendali dengan memanfaatkan satelit agar bisa dikendalikan dari jarak jauh. BRI-Sat rencananya akan digunakan. Pemerintah memiliki slot frekwensi KU-Band yang bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan drone PUNA MALE.
Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Gunawan Setia Prabowo mengatakan, Lapan berencana menyiapkan anggaran bertahap hingga Rp 300 miliar untuk ikut membangun drone tempur Elang Hitam. Khusus tahun 2020 ini, Lapan sudah menyiapkan Rp 23 miliar. “Total sekitar Rp 300 miliar sampai 2024,” katanya.
Lapan berencana menggunakan dana itu untuk pengembangan development mission system, SAR, serta sistem satelit komunikasi. Dia mencontohkan, Lapan sudah mengembangkan teknologi pengendali drone via satelit. Namun kemampuannya masih terbatas.
Teknologi pengendali drone yang sudah dimiliki Lapan memanfaatkan Satelit Thuraya. Dengan pemanfaatan satelit BRI-Sat, diharapkan bisa meningkatkan kemampuan teknologi tersebut.(wn)