telkomsel halo

Ransomware 2.0 tidak hanya mengincar pencurian data

03:03:49 | 15 Dec 2020
Ransomware 2.0 tidak hanya mengincar pencurian data
JAKARTA (IndoTelko) - Kaspersky baru-baru ini mengungkapkan dalam konferensi virtual bahwa "pandemi" dari keamanan siber tahun 2020 adalah ransomware yang ditargetkan. Juga dijuluki sebagai "Ransomware 2.0", jenis serangan ini lebih dari sekadar pencurian data perusahaan atau organisasi. Kelompok-kelompok tersebut kini memanfaatkan reputasi digital yang semakin krusial untuk memaksa target mereka membayarkan uang tebusan yang cukup memakan biaya.

Director of Global Research and Analysis Team (GReAT) Vitaly Kamluk untuk Asia Pasifik di Kaspersky, mengungkapkan bahwa setidaknya 61 entitas dari wilayah tersebut mengalami insiden siber oleh grup ransomware yang ditargetkan pada tahun 2020. Australia dan India mencatat jumlah insiden tertinggi di seluruh Asia Pasifik.

Dalam hal industri, berikut adalah berbagai segmen yang telah dieksploitasi berdasarkan data Kaspersky: 
• Industri Ringan - termasuk manufaktur pakaian, sepatu, furnitur, elektronik konsumen, dan peralatan rumah tangga
• Pelayanan publik
• Media dan Teknologi
• Industri Berat - termasuk minyak, pertambangan, pembuatan kapal, baja, bahan kimia, manufaktur mesin
• Konsultasi
• Keuangan
• Logistik

“Ransomware yang ditargetkan telah menjadi polemik bagi banyak perusahaan di Asia. Lebih dari 61 perusahaan dibobol dengan cara ini dan itu baru di Asia saja. Dalam beberapa kasus, kelompok ransomware Maze mengaku sebagai aktor dibalik insiden dan mempublikasikan data curian dari perusahaan yang diserang,” kata Kamluk.

Maze menonjol sebagai grup yang paling aktif dan merusak di antara semuanya. Dibentuk saat musim panas 2019, mereka membutuhkan waktu sekitar setengah tahun dalam mempersiapkan dan meluncurkan kampanye skala penuh untuk menyerang banyak bisnis. Korban pertama muncul pada November 2019, ketika mereka membocorkan sebanyak 700MB data internal korban secara online.

Banyak kasus lain kemudian menyusul dan dalam setahun Maze menerobos setidaknya 334 perusahaan dan organisasi. Ini adalah salah satu kelompok pertama yang mulai menggunakan “taktik penekanan (pressure tactics)”. Dimana para pelaku kejahatan siber akan mengancam bahwa mereka dapat membocorkan sebagian besar data sensitif yang dicuri dari sistem perusahaan yang telah disusupi secara publik melalui situs web yang mereka miliki sendiri.

“Pemberian tekanan sebagai taktik adalah ancaman serius bagi organisasi baik publik dan swasta. Serangan ini memainkan reputasi digital perusahaan sebagai ancaman. Karena selain mengancam untuk membocorkan data dan membahayakan keamanan, reputasi dan nama perusahaan juga turut menjadi taruhan,” tambahnya.

Kamluk mencatat bahwa digitalisasi telah melahirkan berbagai titik tekanan bagi sebuah perusahaan. Sebelumnya, perhatian utama perusahaan hanya mencakup kelangsungan bisnis dan, bergantung pada industrinya serta peraturan pemerintah. Kini, bertahan di era ekonomi reputasi digital berarti mereka juga harus mewaspadai kepercayaan bisnis - dengan mitra dan pelanggannya - serta opini publik.

Survei terbaru yang dilakukan oleh Kaspersky membuktikan poin Vitaly. Hasil menunjukkan bahwa 51% pengguna di Asia Pasifik setuju bahwa reputasi online perusahaan itu penting. Hampir setengah (48%) juga mengaku menghindari perusahaan yang terlibat skandal atau mendapat liputan berita negatif secara online.

GCG BUMN
“Grup Maze baru mengumumkan bahwa mereka menutup aktivitasnya, tetapi kelompok tersebut juga menjadi pemicu awal dari tren ini. Serangan ransomware bertarget yang berhasil adalah krisis PR yang dapat merusak reputasi organisasi baik online dan offline. Selain kerugian finansial, memperbaiki nama dan reputasi seseorang adalah tugas yang cukup sulit untuk dilakukan, itulah sebabnya kami mendesak entitas publik dan swasta untuk menjaga keamanan mereka dengan serius,” tambah Kamluk.(ak)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year