JAKARTA (IndoTelko) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengembangan industri game dalam negeri agar bisa lebih berdaya saing di kancah saing global. Langkah strategis ini perlu dibangun ekosistem industri yang baik melalui penguatan rantai nilai (value chain) dan pengoptimalan potensi yang ada di tanah air.
“Dengan memperhatikan rantai nilai industri, akan menghasilkan sebuah ekosistem yang terintegrasi dan menyeluruh,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier.
Dirjen ILMATE menjelaskan, pihaknya telah berupaya untuk menguatakan rantai nilai di industri konten yang melibatkan beberapa sektor pendukung, antara lain industri komik, animasi, film, game, musik, dan mainan. Kemenperin juga proaktif berkoordinasi dengan kementerian terkait, BUMN, dan pihak swasta.
“Dalam membangun ekosistem industri konten yang baik, dibutuhkan kolaborasi dan interaksi antar-sektor. “Industri berbasis Intellectual Property (IP) dapat saling berkolaborasi dalam pengembangan produk dan IP dengan dukungan investasi baik dari pihak pemerintah maupun swasta,” tuturnya.
Taufiek optimistis, dengan terbentuknya ekosistem industri konten yang baik, industri games sebagai salah satu komponen pendukung di dalamnya juga akan turut tumbuh dan berkembang dengan baik. “Apalagi, ada beberapa potensi yang dimiliki oleh Indonesia,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Newzoo pada tahun 2016-2019, revenue industri game di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2019, Indonesia memperoleh pendapatan sebesar USD1,084 miliar dari industri gaming dan eSports.
“Dengan capaian tersebut, saat ini Indonesia merupakan pasar industri game terbesar di Asia Tenggara dan menduduki peringkat ke -17 dunia. Tercatat pula terdapat 52 juta penduduk Indonesia yang merupakan gamer,” ungkapnya.
Menurut Taufiek, dengan potensi pasar yang begitu besar di Indonesia, pihaknya mendorong para pengembang game dalam negeri untuk mengoptimalkan peluang yang ada saat ini. “Sebab, di tahun 2020, pasar game Indonesia baru dikuasai oleh industri lokal senilai 0,4%. Artinya, masih tinggi untuk peluang berusaha bagi para pengembang game dalam negeri,” tegasnya.
Taufiek menambahkan, pada tahun 2016, perangkat yang paling digemari untuk memainkan game masih didominasi oleh komputer (baik desktop maupun laptop), namun tren tersebut semakin berubah pada saat ini.
“Tren gamer di Indonesia yang menggunakan komputer sebagai perangkat permainannya mengalami penurunan, dari 39,2% tahun 2017 menjadi 35,4% pada 2018. Sedangkan gamer yang menggunakan smartphone sebagai perangkatnya terus naik, dari 29,9% tahun 2017 menjadi 33,5% di 2018,” sebutnya.
Menurutnya, angka tren untuk penggunaan smartphone tersebut diproyeksi akan terus meningkat. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Hootsuite (We Are Social) pada tahun 2019, sebanyak 85% dari pengguna smartphone memainkan game pada perangkat mereka.
“Saat ini di Indonesia sendiri, pangsa pasar smartphone berbasis Android masih mendominasi apabila dibandingkan dengan smartphone yang berbasis IoS. Adapun merk smartphone yang selama tiga tahun terakhir ini menjadi penguasa pasar Indonesia adalah Oppo, Vivo, Samsung dan Xiaomi,” tandasnya.
Ekonomi digital
Sementara itu, Dirjen ILMATE mengemukakan, Indonesia punya kekuatan dalam membangun eknomi digital. Hal ini terlihat dari pertumbuhan pada sektor informasi dan komunikasi yang mampu melonjak di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan data BPS, sepanjang tahun 2020, laju pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi mencapai 10,58%. “Melihat hal tersebut, tepat bila dikatakan tahun 2020 merupakan tahun reformasi digital,” ungkap Taufiek.
Di samping itu, nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2020 tumbuh 11% jika dibandingkan dengan tahun lalu (year on year). “Pada 2025, nilai ekonomi digital pada kawasan regional diprediksi tumbuh 24% persen. Sedangkan, di Indonesia diproyeksi naik 23%,” imbuhnya.
Menurut Taufiek, Indonesia berpeluang menjadi pemain utama ekonomi digital di kawasan regional. “Di kawasan Asia Tenggara, penggunaan internet di setiap negara terus bertambah. Tahun 2020 saja, pengguna online yang baru bertambah hingga 40 juta orang. Sementara, dalam lima tahun terakhir, ada total 100 juta pengguna baru,” sebut Taufiek.
Lebih lanjut, nilai ekonomi berbasis internet di Asia Tenggara masih akan terus tumbuh. Angkanya diperkirakan mencapai USD105 miliar atau setara Rp 1.481 triliun. Dalam laporan e-Conomy SEA 2020 oleh Google, Temasek, dan Bain, disebutkan bahwa Indonesia mampu menyumbang sebesar USD44 miliar atau sekitar R 621,15 triliun.
Taufiek menambahkan, perkembangan jaringan seluler 5G diyakini dapat berpengaruh besar pada industri berbasis teknologi, salah satunya adalah industri game. “Teknologi jaringan 5G yang memiliki kombinasi antara konektivitas berkecepatan tinggi, latensi yang rendah, dan cakupan yang luas, akan memicu banyak perubahan dalam tren industri game,” tuturnya.
Jaringan 5G yang memiliki download speed hingga 10Gbps dan upload speed hingga 20 Mbps dinilai akan memudahkan pengguna untuk menjalankan game secara streaming melalui layanan cloud gaming. Selain itu, format video game berbasis realitas virtual (Virtual Reality/VR) akan semakin menjamur. “Hal ini harus segera ditangkap oleh pengembang game dalam negeri sebagai peluang bagi pengembangan industri game lokal,” tegasnya.
Sebagai langkah dalam membangun ekosistem industri game di tanah air, Kemenperin menginisiasi pembangunan Bali Creative Industry Centre (BCIC) sebagai pusat promosi, inkubasi, serta pelatihan SDM industri animasi dan game.
“BCIC yang dibangun sejak tahun 2014 ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh industri game lokal sehingga dapat terlahir ide-ide inovatif, kreator-kreator baru dan tercipta produk-produk berkualitas yang mampu bersaing dengan produk global,” kata Taufiek.
Dukungan Kemenperin lainnya adalah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perhitungan TKDN HKT (Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet) yang menyertakan aplikasi, termasuk di dalamnya game. Upaya ini menjadi salah satu komponen perhitungan nilai TKDN yang diharapkan dapat memacu industri aplikasi dalam negeri ikut berkembang.
“Saat ini kami juga sedang menyusun usulan Insentif bagi invenstor industri berbasis Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property) sebagai salah satu cara untuk menarik investasi pada industri game di Indonesia,” tandasnya.(ak)