telkomsel halo

MASTEL catat tarif internet masih terjangkau

05:24:11 | 23 Dec 2021
MASTEL catat tarif internet masih terjangkau
Ketua Umum MASTEL Sarwoto Atmosutarno
JAKARTA (IndoTelko) - Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) mencatat tarif internet di Indonesia masih terjangkau bagi masyarakat.

“Mengenai tarif internet broadband yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat, dari perbandingan yang dilakukan MASTEL, tarif internet di Indonesia termasuk dalam kategori terjangkau. Di tengah stagnasi pertumbuhan pendapatan yang dihadapi oleh penyedia, Indonesia memiliki tarif rata-rata terendah untuk Mobile broadband berbasis volume sebesar US$0,31/GB pada tahun 2020 (lebih mahal dari India US$0,11, tetapi lebih murah dari Malaysia US$0,56 dan Brasil US$1,16). Tarif Mobile broadband Indonesia ini mengalami penurunan dari US$ 0,43/GB pada data tahun 2019 dari McKinsey,” ungkap Ketua Umum MASTEL Sarwoto Atmosutarno, kemarin.

Sementara untuk Fixed Broadband yang didominasi Indihome, MASTEL menggunakan dua acuan ukuran untuk menilai harganya.

Pertama, Indonesia menempati posisi termahal di ASEAN dengan tarif per Mbps antara Rp 14.895 – Rp 43.500 pada 2019 (data CupoNation). Kedua, dengan tarif bulanan sebesar US$29,01 untuk tarif Fixed Broadband, Indonesia sudah menempati peringkat 53 termurah dari 211 negara (disurvei oleh cable.co.uk).

“Setiap perspektif dapat dipergunakan tergantung pada kepentingan analisis masing-masing konsumen. Namun, MASTEL melihat telah ada upaya yang telah dilakukan oleh para penyelenggara, yang sebagian besar merupakan anggota MASTEL, untuk terus menurunkan tarif sesuai tingkat keekonomian,” tambah Sarwoto.

Menurutnya, prestasi kompetisi tarif Indonesia ini dicapai, selain tantangan kondisi geografis yang berat dan dalam environment perhitungan EBITDA bisnis infrastruktur bandwidth yang stagnan, persaingan tarif Indonesia dicapai. Bahkan pertumbuhan pendapatan bisnis infrastruktur telekomunikasi mengalami penurunan sebesar 2-3% selama tiga tahun terakhir, kecenderungan selisih Return on Investment Capital (ROIC) dengan Weighted Average Cost of Capital (WACC) menurun dan tinggal sebesar 1-2%.

“Sudah saatnya Pemerintah mendorong peningkatan kesehatan dan kesinambungan industri bagi para operator internet dengan mempercepat regulasi konsolidasi operator telekomunikasi, infrastructure sharing, area kolaborasi di antara operator jaringan dan provider OTT (Over the Top), serta mengurangi beban retribusi untuk penyelenggaraan dan penggelaran jaringan (biaya regulasi). Tidak dapat disangkal bahwa Negara semakin bergantung pada layanan internet yang diserahkan kepada mekanisme pasar di mana pilihannya bergantung pada kebutuhan konsumen. Kita mengapresiasi kehadiran negara untuk percepatan internet di pedesaan dan terpencil serta Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang sangat membutuhkan bandwidth internet tanpa gangguan dan aman. Disamping itu, internet juga diperlukan untuk pelayanan penanggulangan bencana dan pertahanan dan keamanan nasional, pungkas Sarwoto.

Dari catatan MASTEL, investasi yang ditanamkan operator cukup besar. Pada tahun 2020 telah dibangun 169.833 KM Fiber Optic, 133 Transponder Satelit, 117 Internet Points Of Presence (POP), dan 26 Data Center yang dibangun. Pertumbuhan investasi secara umum rata-rata meningkat 4% per tahun.

Investasi ini juga membuat adopsi digital Indonesia meningkat sebesar 32%, tumbuh dua kali lipat sebelum pandemi. Investasi ini mendukung layanan MBB dan FBB atau konvergensinya. Meski dari segi stabilitas yang kurang karena faktor blank spot, pasar Mobile broadband di Indonesia mendominasi dengan pendapatan di tahun 2020 sebesar Rp 117 triliun, sementara Fixed broadband sebesar Rp29 triliun.

Pemerintah Indonesia sejak tahun 1995 secara sadar telah menyerahkan industri telekomunikasi yang kemudian berkembang menjadi industri internet kepada mekanisme pasar. Menyerahkan pasokan internet kepada multioperator para penyelenggara jasa dan/atau jaringan internet yang jumlahnya lebih dari 100 penyelenggara besar dan kecil. Dengan demikian, pemerintah sudah tidak pernah berinvestasi lagi di bidang penyelenggaraan telekomunikasi dan internet selama lebih dari 25 tahun.

GCG BUMN
“Kondisi geografis Indonesia yang unik dan menjadi tantangan bagi industri, khususnya penyedia internet. Pesatnya perkembangan teknologi membuat pasar internet Indonesia dipenuhi oleh layanan internet Fixed Broadband (FBB) dan Mobile Broadband (MBB), bahkan konvergensi baik wireless maupun non-wireless. Kami sangat bersyukur karena Indonesia sebagai negara berkembang telah memasuki pasar internet broadband, pasar dengan permintaan kecepatan lebih dari 2MB/s, selama lebih dari sepuluh tahun,” jelas Sarwoto.(wn)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year