JAKARTA (IndoTelko) -- Kasus ancaman 5G terhadap keselamatan penerbangan di Amerika ternyata dijamin tidak akan terjadi di Indonesia. Pasalnya, frekuensi yang digunakan di Amerika untuk jaringan telekomunikasi generasi ke-5 ini berbeda dengan yang di Indonesia.
Hal ini diungkap oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate dalam konferensi pers virtual, Rabu, 19 Januari 2022. Menurut Johnny, pita frekuensi yang akan digunakan untuk implementasi 5G di Indonesia hanya akan sampai di band 3600 MHz.
Dikatakan Menteri Johnny, Kementerian Kominfo tetap akan menggunakan pita frekuensi 3,7GHz sampai 4,2GHz guna keperluan komunikasi satelit, bukan untuk 5G. Adapun 5G rencananya akan memanfaatkan pita frekuensi yang lebih rendah, yaitu pada pita 3,5GHz yang berada pada rentang 3,4 GHz sampai 3,6GHz.
"Dengan membandingkan kondisi pengaturan frekuensi 5G di AS, yang menggunakan pita frekuensi 3,7 sampai 3,98GHz, sedangkan Indonesia pada rentang 3,4 sampai 3,6GHz, dan memperhatikan bahwa alokasi frekuensi untuk radio altimeter yang telah ditetapkan oleh radioo regulation ITU adalah pada rentang 4,2 GHz sampai 4,4GHz maka pengaturan frekuensi 5G di Indonesia dapat dikatakan relatif aman," ujar Menteri Johnny.
Hal ini, kata dia, disebabkan tersedianya guard band sebesar 600 MHz, yang membentang dari mulai frekuensi 3,6GHz sampai 4,2GHz guna membentengi radio altimeter dari sinyal jaringan 5G. Guard band sebesar itu, kata Johnny, hampir tiga kali lipat lebih besar dibanding dengan yang disediakan di AS.
"Potensi interferensi antara 5G dengan radio altimeter, telah dan saat ini sedang dikaji Kementerian Kominfo dengan melibatkan para akademisi serta bekerja sama dengan Kementerian perhubungan. Kami akan senantiasa terus menjaga setiap komunikasi yang memanfaatkan sumber daya spektrum frekuensi radio bebas dari gangguan atau interferensi, terlebih radio altimeter, suatu sistem yang berkaitan erat dengan keselamatan penerbangan," papar Johnny.
Dia berharap industri telekomunikasi di Indonesia terus tumbuh dan berkembang menjadi lebih produktif, yang dibarengi dengan upaya untuk terus menjaga keselamatan jalur transportasi sebagai tulang punggung konektivitas masyarakat dan logistik nasional.
Sebelumnya, Federasi Penerbangan di Amerika (FAA) mengkhawatirkan jika C-band yang digunakan oleh jaringan 5G mampu mengganggu radio altimeter, yang digunakan pesawat untuk keselamatan penerbangan yang bergantung pada gelombang udara terdekat.
Intinya, antena 5G yang berada di dekat bandara dikhawatirkan dapat mengganggu sensor penerbangan, khususnya saat pesawat akan melakukan pendaratan dengan mode otomatis.
Tidak heran jika kemudian dua operator telekomunikasi di Amerika, Verizon dan AT&T menunda peluncuran 5G yang menggunaan C-band berjarak dua mil dari bandara. Presiden Joe Biden pun akhirnya menunda implementasi atau pembangunan menara BTS 5G yang akan mereka dirikan dalam waktu dekat. (SYR)