telkomsel halo

ITSEC Asia: Literasi digital harus dilengkapi perlindungan data pribadi

09:30:00 | 25 Jan 2022
ITSEC Asia: Literasi digital harus dilengkapi perlindungan data pribadi
JAKARTA (IndoTelko) -- Perkembangan integrasi digital terhadap berbagai layanan pendukung aspek-aspek kehidupan semakin menuntut peningkatan literasi digital di Indonesia. Berbagai sektor mulai dari perbankan, pendidikan, budaya, industri, serta sektor lainnya kian masif memberikan produk dan layanan berbasis digital yang dapat dimanfaatkan dengan maksimal jika didukung oleh pengetahuan akan fungsi digital.

Berdasarkan Indeks Literasi Digital yang diukur dari 4 pillar oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika, budaya digital mendapat skor tertinggi dalam pengukuran Indeks Literasi Digital Indonesia 2021. Pilar Budaya Digital (digital culture) mendapat skor 3,90 dalam skala 5 atau baik. Diikuti Pilar Etika Digital (digital etics) dengan skor 3,53 dan Pilar Kecakapan Digital (digital skill) dengan skor 3,44. Sementara itu, Pilar Keamanan Digital (digital safety) mendapat skor paling rendah (3,10) atau sedikit di atas sedang.

Presiden Direktur PT ITSEC Asia, Andri Hutama Putra mengungkapkan, “Data yang dirilis oleh Kemkominfo menunjukkan bahwa saat ini literasi digital masyarakat Indonesia terhadap pemanfaatan dan pengetahuan semakin mengarah ke tingkatan yang lebih baik. Namun, data tersebut juga menunjukkan bahwa indeks literasi digital dalam segi keamanan masih perlu ditingkatkan.”

Andri melanjutkan, saat ini dengan penggunanan internet dan sosial media yang meningkat, sayangnya masih banyak masyarakat yang juga dengan mudah mengumbar data pribadi mereka di ranah digital. Hal ini tentu sangat rawan terhadap penyalahgunaan seperti penipuan secara digital dan juga potensi pemalsuan data. “Selain masyarakat sendiri, lembaga atau perusahaan yang ‘Go-digital’ dan menyimpan data pribadi konsumen atau pengguna juga harus memahami konsekuensi perlindungan data yang mereka pegang,” jelas Andri.

Desakan terkait pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) Kembali digaungkan oleh Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi (KA-PDP) terhadap DPR dan Pemerintah pasca dugaan bocornya data 6 juta pasien Covid-19 yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Data yang diduga bocor disinyalir mencakup hasil pemeriksaan radiologi, foto dan identitas pasien, hasil CT scan, hasil tes Covid-19, asal rumah sakit, dan waktu pengambilan gambar.

“Ini menjadi peringatan keras bagi kita semua, bahwa perkembangan digital ke arah yang semakin canggih juga diimbangi dengan ancaman serangan siber yang semakin meningkat. Dengan begitu, sudah seharusnya bahwa perlindungan data pribadi dalam dunia digital menjadi tanggung jawab tidak hanya pemerintah, namun juga elemen-elemen pengguna lainnya seperti lembaga atau perusahaan beserta anggota atau organisasinya, dan juga masyarakat umum,” lanjut Andri.

Jika melirik Kembali riset yang dilakukan oleh Microsoft dan International Data Corporation (IDC) pada tahun 2019, sebanyak 46% konsumen Indonesia tidak mempercayai layanan digital. Menurut riset tersebut, faktor yang paling memengaruhi kepercayaan konsumen terhadap layanan digital adalah elemen keamanan 87%, kerahasiaan pribadi sebesar 86%, dan etika 85%. Elemen lainnya adalah kepatuhan sebesar 82% dan reliabilitas sebesar 80%. Oleh karena itu transformasi layanan digital jangan sampai melupakan faktor keamanan dan perlindungan data pribadi, karena dapat berpotensi juga pada penurunan minat atau kepercayaan masyarakat pada layanan digital.

GCG BUMN
“Kepercayaan publik terhadap penggunaan digital justru yang akan mengakselerasi peningkatan literasi digital di Indonesia. Oleh sebab itu, setiap elemen harus mendukung dalam memberikan pengetahuan, perlindungan, dan penjaminan yang aman dalam menggunakan layanan digital. Sehingga, kemajuan industri dan ekonomi di Indonesia lewat digitalisasi akan semakin cepat,” tutup Andri. (SYR)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories