telkomsel halo

Kolom Opini

Benarkah Telkom rugi investasi di GoTo?

08:44:00 | 19 May 2022
Benarkah Telkom rugi investasi di GoTo?
Menjadi pembahasan yang hangat di media sosial tentang kerugian Telkom dalam investasi di saham GOTO. Telkom mencatatkan kerugian yang belum direalisasi (unrealized losses) pada Q1 2022 sebesar Rp 881 milyar, padahal pada laporan keuangan 2021 Telkom juga mencatatkan laba yang belum direalisasi (unrealized gain) 2,464 milyar. Dalam laporan keuangan Q4 2021 dan Q1 2022 Telkom dituliskan sebagai berikut;

"Pada tanggal 18 Mei 2021, Telkomsel telah menandatangani Perjanjian Pembelian Saham untuk  memesan 29.708 lembar saham konversi atau sebesar US$150 juta (setara dengan Rp2.110 miliar) dan  59.417 lembar saham tambahan dari opsi pembelian saham atau senilai US$300 juta (setara dengan  Rp4.290 miliar). Berdasarkan perubahan akta pada tanggal 19 Oktober Benarkah Telkom Rugi Investasi di GoTo?2021, GoTo melakukan stock split 1 : 266.167 sehingga mengubah  jumlah kepemilikan saham Telkomsel dari 89.125 lembar saham menjadi 23.722.133.875 lembar saham.

Per 31 Desember 2021, Telkomsel menilai nilai wajar investasi di GoTo setelah stock split adalah Rp375 per saham berdasarkan harga transaksi yang dapat diamati dari data transaksi terakhir sebelum akhir tahun. Sehingga jumlah keuntungan yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar penyertaan Telkomsel pada GoTo  adalah sebesar Rp2.494 miliar pada tanggal 31 Desember 2021 dan disajikan sebagai keuntungan yang  belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi dalam laporan laba rugi konsolidasian. 

Per tanggal 31 Maret 2022, Telkomsel menilai nilai wajar investasi di GoTo dengan menggunakan nilai penawaran saham GoTo pada saat IPO sebesar Rp 338 per saham. Jumlah kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar investasi Telkomsel pada GoTo pada  tanggal 31 Maret 2022 adalah sebesar Rp881 miliar disajikan sebagai kerugian yang belum direalisasi  dari perubahan nilai wajar atas investasi dalam laporan laba rugi konsolidasian." 

Artinya per tanggal 31 Maret 2022 jika dinetkan masih menyisakan laba yang belum direalisasikan sebsar Rp 1,583 milyar, walaupun memang sampai penutupan perdagangan jumat kemarin, 13 Mei 2021 harga saham GoTo terus saja turun hingga Rp 194 atau sudah turun 43% dari harga IPO. Sehingga dihitung dari baseline valuasi 31 Desember 2021 dengan harga saham per lembar Rp 375 maka Telkom berpotensi rugi 4,293 milyar dan jika menggunakan baseline initial investment maka potensi kerugian Telkom senilai Rp 1,799 milyar jika

Telkom melalui anak perusahaan investasinya yaitu MDI Venture maupun Telkomsel (TMI) sudah melakukan investasi di banyak startup. MDI memiliki 85 perusahaan dalam portofolionya dimana 3 diantaranya sudah melakukan IPO, sedangkan TMI sudah melakukan investasi di 8 perusahaan startup..  Ada perbedaan yang penting antara Independent Venture Capital (IVC) dengan Corporate Venture Capital (CVC) yaitu tujuan IVC lebih kepada keuntungan financial yaitu dari dividen dan kenaikan harga saham sementara CVC lebih kepada keuntungan strategis bagi perusahaan induknya (sinergi bisnis). 

Dalam laporan tahunan Telkom 2021 disebutkan tujuan investasi Telkomsel ke Goto untuk mengembagkan ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia, yaitu :
1. Meningkatkan jumlah pengguna Telkomsel dalam ekosistem Gojek
2. Onboarding dari merchant gojek untuk menjadi reseller Telkomsel
3. Akses ke outlet dan reseller Telkomsel melalui Goshop
4. Peningkatan customer experience Gojek melalui dengan fitur call masking dan solusi enterprise dari Telkomsel
5. Kolaborasi membuat entitas baru dalam bisnis digital.

Inisiatif strategis masuknya Telkomsel ke bisnis digital yg selama ini menjadi domain OTTs player, melalui entitas anak perusahaan yg beri nama INDICO, salah satunya Joint Venture dengan GoTo yaitu Majamojo yang akan bergerak di industri Game. Majamojo merupakan joint venture Telkomsel dg GoTo yg disiapkan untuk menjadi kompetitor Garena milik SEA Group, yg kita tahu sumber dana promosi Shopee berasal dari Garena. Inisiatif ini akan mendorong terbentuknya struktur heterogeneous market powerplay dalam industri telco-digital dimana Telco player juga bermain di digital bisnis (internet based) dan OTTs Player juga masuk ke internet connectivity (infrastructure based) yang dipercaya sebagai skenario market terbaik bagi kelangsungan bisnis perusahaan telekomunikasi.

Pertanyaan bersarnya saat ini adalah apakah Telkom mampu menciptakan nilai sinergi yang jauh lebih besar dari unrealized losses yang dicatatkan atau dari nilai investasi yang sudah dikeluarkan, tentu manajemen Telkom membutuhkan waktu yang cukup untuk membuktikannya. (*)

GCG BUMN
Ditulis oleh Zaid Muttaqien, Pekerja Industri Telekomunikasi

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year