telkomsel halo

Gen Z punya harapan tinggi, sedangkan millenial skeptis di pilpres versi Populix

05:36:00 | 25 Jan 2024
Gen Z punya harapan tinggi, sedangkan millenial skeptis di pilpres versi Populix
Ilustrasi (dok)
JAKARTA (IndoTelko) - Menurut data rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2024, pemilih dari Generasi Z (17-30 tahun) dan Milenial (31-40 tahun) mendominasi pada Pemilu 2024, yakni sebanyak 56,45% dari total keseluruhan pemilih. Dominasi pemilih muda tersebut akan mengubah perspektif masyarakat terhadap harapan dan ekspektasi kepada calon pemimpin Indonesia 5 tahun kedepan.

Untuk mempelajari lebih lanjut harapan dan prioritas pemilih muda pada Pemilihan Presiden Indonesia 2024, Populix meluncurkan studi bertemakan “Expectations of Young Voters in the 2024 Indonesian Presidential Election”. Studi ini mempelajari lebih mendalam tentang perspektif pemilih muda khususnya terkait isu-isu sosial dan lingkungan, reformasi pendidikan, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan berkelanjutan.

Menurut Head of Social Research Populix, Vivi Zabkie, dalam menyongsong pemilihan umum 2024, aspirasi antara Generasi Z dan Milenial jumlah mereka yang besar dan berpengaruh. Oleh karena itu mengenali betul aspirasi mereka juga menjadi bagian penting. "Kami menemukan, meski sama-sama muda, kedua generasi ini punya banyak perbedaan. Generasi Z, sebagai pemilih pertama, membawa harapan tinggi terhadap pemimpin yang netral dan pro-rakyat, sementara Milenial, yang lebih pragmatis, menilai pemimpin berdasarkan kemampuan ekonomi dan jaminan kesejahteraan. Sebagai pemegang suara yang kritis, keduanya mengharapkan pemimpin dengan integritas, visi jelas, dan kemampuan memecahkan masalah," katanya.

Generasi Z, yang didominasi oleh pemilih pertama, membawa harapan tinggi terhadap calon pemimpin negara. Mereka cenderung enggan untuk terikat dengan organisasi atau komunitas politik tertentu. Pemimpin ideal menurut pandangan mereka adalah sosok yang netral, pro-rakyat, dan mampu menjadi perintis terobosan baru. Aspirasi mereka tidak hanya sebatas keuntungan pribadi, tetapi lebih terfokus pada pemimpin yang dapat membawa perubahan positif, terutama yang berdampak langsung kepada anak muda.


Sementara generasi milenial cenderung lebih pragmatis dan skeptis. Mereka melakukan pemeriksaan yang lebih teliti terhadap rekam jejak para kandidat dan menganalisis dampak pemilu sebelumnya terhadap tanah air. Pemimpin ideal menurut pandangan mereka adalah sosok yang mampu memajukan kondisi perekonomian, memberikan jaminan atas kehidupan profesional, dan kesejahteraan keuangan mereka.



Selain itu, terdapat tiga persona pemilih pada pemilu 2024 diantaranya, pemilih independen, yang lebih memilih presiden yang tidak terafiliasi dengan partai politik mana pun. Selain itu, terdapat pemilih yang mengutamakan kesamaan identitas. Mereka cenderung memilih presiden yang memiliki kesamaan identitas dengan mereka, seperti kesamaan etnis, daerah asal, atau agama. Biasanya, mereka juga cenderung memilih kandidat laki-laki.

Terakhir, yaitu pemilih yang berpegang pada integritas kandidat dengan mengevaluasi masing-masing kandidat presiden berdasarkan kapabilitas dan pengalaman mereka sendiri. Kelompok ini mengharapkan presiden yang jujur, anti korupsi, memiliki visi yang jelas, memiliki kompetensi yang telah terbukti, rendah hati, mampu menjawab tantangan yang dihadapi Indonesia, memiliki rekam jejak yang kuat, bertekad kuat, berprinsip, dan independen dari partai politik.


Platform media sosial menjadi sumber informasi utama bagi sebagian besar masyarakat. Dalam ranah online ini, terjadi diskusi dinamis dan pertukaran wawasan politik. Selain itu, keluarga, lingkungan sosial, kegiatan kampanye, dan komunitas juga turut memainkan peran penting dalam membentuk pandangan pemilih terhadap kandidat. Namun, skeptisisme tetap muncul di kalangan kedua generasi dikarenakan narasi pemberitaan di media massa, observasi langsung, dan diskusi lokal termasuk dengan keluarga, kolega, dan teman.

Kesenjangan antara realita dan janji kampanye, kampanye yang dianggap tidak sehat, serta kurangnya transparansi informasi menjadi faktor utama yang memicu skeptisisme ini. Dampaknya, muncul partisipasi selektif dalam pemilu dan pertimbangan untuk golput.


Selain perbedaan generasional, faktor-faktor lain yang mempengaruhi keputusan pemilih antara lain status sosial-ekonomi, suku dan budaya, tingkat pendidikan, dan usia. Setiap faktor ini memiliki dampak unik dalam membentuk preferensi politik dan perilaku pemilih. Dalam menyongsong pemilu yang akan datang, pemahaman mendalam terhadap perbedaan aspirasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemilih menjadi kunci strategis bagi para kandidat dan tim kampanye mereka.

Dengan demikian, dapat diciptakan pendekatan yang lebih tepat sasaran untuk mencapai dukungan yang lebih luas dari masyarakat Indonesia.

Menurut data Populix, kualitas kepemimpinan (82%), visi dan kebijakan yang jelas (76%), kecerdasan (76%), kemampuan memecahkan masalah (72%), dan integritas (69%) menjadi karakteristik utama yang dinilai oleh pemilih. Kualitas kepemimpinan, kecerdasan, serta visi dan kebijakan yang jelas sangat diutamakan oleh kalangan menengah dalam memilih seorang presiden. Di sisi lain, masyarakat Chinese-Indo dan non-Muslim mencari presiden yang dapat diandalkan, tanpa memandang agama atau ras.


Ekspektasi masyarakat Indonesia terhadap berbagai isu Tanah Air tercermin melalui data survei yang mengungkap permasalahan terbesar di Indonesia dari sudut pandang responden. Pemberantasan korupsi mendominasi dengan 33%, diikuti oleh peningkatan kualitas hidup (21%), menciptakan lapangan kerja (19%), dan meningkatkan standar pendidikan (12%). Dalam pemilu presiden, 24% responden menganggap ekonomi dan pembangunan sebagai isu utama, diikuti oleh korupsi (19%) dan pendidikan (11%).

Terdapat beberapa sarana bagi pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan sosial dan pemerataan ekonomi termasuk meningkatkan lapangan kerja berkualitas (81%), akses terhadap pendidikan dan pelatihan (76%), serta aksesibilitas layanan kesehatan (65%). Kesetaraan sosial, keragaman, dan inklusi budaya juga menjadi sorotan, dengan 24% responden menyarankan penciptaan lingkungan yang lebih inklusif dan adil.

Ketika membahas kesempatan kerja dan peluang ekonomi bagi generasi muda, 83% responden berharap pemerintah dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Sebanyak 72% memandang pentingnya transparansi dan akuntabilitas pemerintah, dengan harapan agar pemerintah dapat bersih dari korupsi.

Peran inovasi dan teknologi dalam membentuk masa depan Indonesia juga ditekankan. 65% responden melihat inovasi dan teknologi sebagai sarana untuk membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan kualitas hidup. Meskipun demikian, 67% responden mengakui potensi ancaman seperti pelanggaran privasi data dan penyebaran misinformasi.

Selanjutnya, isu lingkungan yang dianggap mendesak untuk ditangani oleh presiden termasuk polusi udara (82%), pengolahan limbah (78%), antisipasi banjir (64%), dan kerusakan serta kebakaran hutan (57%). (mas)

GCG BUMN

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year