telkomsel halo

Starlink belum bisa jalankan direct to cell di Indonesia

06:03:00 | 01 Jul 2024
Starlink belum bisa jalankan direct to cell di Indonesia
JAKARTA (IndoTelko) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menegaskan layanan direct to cell yang dikembangkan Starlink belum bisa dijalankan di Indonesia karena belum ada regulasi yang mengatur.

"Mengingat belum ada regulasi yang mengatur penyelenggaraannya dan berpotensi interferensi dengan frekuensi jaringan seluler yang eksklusif digunakan oleh para operator seluler," tegas Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail.

Lebih lanjut Ismail menjelaskan bahwa besaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio berdasarkan Izin Stasiun Radio (ISR) untuk layanan satelit merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (PP No. 43 Tahun 2023).

Jika merujuk ke regulasi tersebut, besaran BHP frekuensi Starlink mencapai Rp23 miliar per tahun.

Ismail mengatakan BHP Seluler yang melekat pada Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) berbeda dengan BHP Satelit yang berupa ISR. BHP IPFR seluler bersifat eksklusif, yang artinya satu pita frekuensi, satu pemegang izin, untuk satu wilayah layanan.

Sedangkan BHP ISR Satelit tidak bersifat eksklusif, sehingga satu pita frekuensi tertentu tidak hanya digunakan oleh satu pemegang izin, melainkan bersama-sama dengan penyelenggara satelit lain.

"Penggunaan frekuensi untuk satelit menggunakan pola sharing frekuensi melalui pemanfaatan slot orbit yang berbeda atau pembagian wilayah cakupan, yang menjadikannya tidak eksklusif di satu pita frekuensi tertentu. Hal yang sama juga terjadi untuk layanan Starlink," jelas dia.

Menurut dia ISR, sesuai ketentuan yang berlaku, durasi penggunaannya lebih pendek dibandingkan IPFR. Jika IPFR dapat diberikan maksimal 10 tahun, ISR hanya diberikan maksimal 5 tahun.

"Khusus untuk satelit asing, juga terikat dengan siklus evaluasi tahunan terhadap hak labuh yang telah diterbitkan," kata Ismail.

Ismail menjelaskan BHP IPFR Seluler, khususnya pada tahun-tahun awal izin, pada umumnya ditetapkan sebagai hasil dari mekanisme lelang frekuensi, di mana terjadi kompetisi harga di antara para calon pemegang izin. Hal ini berbeda dengan BHP ISR, termasuk untuk layanan satelit yang perhitungannya menggunakan formulasi sesuai PP Nomor 43 Tahun 2023.

Sebelumnya, sejumlah pengamat mengkalkulasi Jumlah BHP ISR yang dikenakan Kominfo ke Starlink hanya dihitung satu unit satelit dengan nilai maksimal Rp 2 miliar per tahun. Padahal satelit Starlink yang memancar di Indonesia lebih dari 200 unit. Sedangkan untuk BHP Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) yang ditanggung operator selular dan dibayarkan ke kas negara tahun 2023 mencapai Rp 21,1 triliun.

Sedangkan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) memperkirakan Starlink berpotensi meraup pendapatan minimal Rp2,2 triliun per bulan dari pasar Indonesia, dengan harga layanan dan perangkat internet yang makin murah.

Dampak kehadiran Starlink juga terasa di Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) yang terpaksa mengevaluasi rencana kelanjutan proyek Satria-2. Satelit Satria-1 sudah diluncurkan dan beroperasi pada tahun 2023, sedangkan Satria-2 sedang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan konektivitas.

Satria-1 memiliki kapasitas 150 Gbps untuk menyediakan 37 ribu titik terbilang dengan menghasilkan kecepatan internet 3-5 Mbps.

Jumlah titik tersebut, masih belum memenuhi kebutuhan akses internet di titik lainnya. Hal itu yang coba diatasi Bakti Kominfo dengan Satria-2 dengan kapasitas yang lebih besar dari Satria-1, yakni hingga 300 Gbps.

Adapun target pengadaan satelit pemerintah generasi kedua itu dibutuhkan anggaran mencapai US$860 juta. Proyek ini sudah ada dalam Green Book di Bappenas. Namun, kehadiran Starlink menjadikan Bakti putar otak mengingat layanan yang diberikan mirip dengan Satria-1 dan Satria-2.(wn)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year