telkomsel halo

Sejauh apa AI menjadi kebutuhan

05:40:23 | 10 Sep 2024
Sejauh apa AI menjadi kebutuhan
JAKARTA (IndoTelko) - Penerapan kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) sudah tidak asing lagi di industri. Banyak perusahaan telah memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mendorong produktifitas sekaligus efisiensi. Denganperkembangan yang massif, AI Generatif diyakini akanmendorong transformasi pada berbagai industri global.

Baru-baru ini Selular Business Forum (SBF) kembali menggelar diskusi terkait kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI). Kali ini mengangkat tema AI: Sekadar Tren Atau Sudah Menjadi Kebutuhan?

AI sendiri, sejatinya AI bukan barang baru. Operator telekomunikasi misalnya telah menerapkan AI dalam praktik bisnis sejak lama. AI tradisional tersebut, seperti advanced analytics, traditional machine learning, dan deep learning.

Saat ini tantangan penerapan AI adalah bagaimanan agar tidak terjebak dalam teknologi semata. Pasalanya, banyakpelaku industri yang memasaksakan penerapan AI karena ikut-ikutan, tanpa melihat prospek bisnis dan ditopang oleh SDM yang mumpuni.

Acara ini dihadiri sejumlah nara sumber yang berkompeten, antara lain : Deputy EVP Digital Technology and Platform Business, Telkom Indonesia, Ari Kurniawan; Vice President IT Development Bank DKI, Hafid Hudanul Eka Ebpa; CEO Glair, William Lim; Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi dan BudayaKominfo RI, R Wijaya Kusumawardhana.

Menurut Ari, tren kapitalisasi pasar global generatifAI ini menarik tingkat modal yang signifikan di semua segmendari US$ 44 pada tahun 2020 menjadi US$ 16.300 pada tahun2023. Hal tersebut membuat AI kini sudah menjadi kebutuhanbagi banyak industri di dunia termasuk Indonesia.

Di Indonesia sendiri, penerapan AI masih tertinggalbahkan jika dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara atau ASEAN. Indonesia berada di posisi keempatdengan overall index 61,03, di bawah Singapura (81,97), Malaysia (68,71) dan Thailand (63,03). Untuk mengejarketertinggalan itu, Ari menyebut harus ada strategi nasional untuk penerapan AI di Indonesia.

"Tentu strategi ini harus ada sasarannya seperti Berinvestasidalam penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan; Menumbuhkan ekosistem digital untuk kecerdasan buatan; Menciptakan lingkungan kebijakan yang memungkinkankecerdasan buatan; Membangun kapasitas sumber daya manusiadan mempersiapkan diri menghadapi pasar tenaga kerja; transformasi; hingga Kerjasama internasional untuk kecerdasanbuatan yang dapat dipercaya," paparnya.

Ditambahkannya, ada sasaran kunci di berbagaiyang juga bisa menjadi strategi AI Nasional seperti LayananKesehatan: Peningkatan penyampaian melalui solusi yang mendukung AI; Reformasi Birokrasi: Menyederhanakanoperasional pemerintah melalui AI; Pendidikan & Penelitian: Inovasi dan tenaga kerja terampil; Ketahanan Pangan: Meningkatkan hasil, mengoptimalkan rantai pasokan melalui A, hingga Mobilitas & Kota Cerdas: Perkotaan yang lebih cerdasdan berkelanjutan.

Menurut Ari, tidak hanya hanya sekadar sasaranstrategi yang harus diperhatikan, tetapi juga harus ada aturanatau regulasi yang mengatur penggunaan AI di negara ini. "Jadi harus ada aturan terkait investasi, kompetisi hinggakeberlangsungan bisnis AI. Aturan ini juga untuk mengukurdampak positif dan menghindari dampak negatif daripemanfaatan AI," jelasnya.

Sementara, Wijaya Kusumawardhana mengatakan, jika AI adalah alat bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain. "Apalagi negara kita ini memiliki generasi muda yang luar biasa banyak yakni105 juta warga muda," katanya.

Ditegaskannya, kontribusi AI pada pendapatan domestik bruto pada tahun 2030 nanti secara global 13 triliun USD, di ASEAN 1 triliun USD, dan Indonesia sendiri366 miliar USD. Hal tersebut yang wajib dimanfaatkan para pelaku usaha tidak hanya di bidang teknologi tetapi juga industrilainnya.

Terkait aturan untuk pemanfaatan AI ini, ia menjelaskan, Kementerian Kominfo telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Kominfo. "Sudah ada Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial sebagai panduanpengembangan AI yang merupakan turunan dari UU ITE dan UU PDP," ujarnya.

Sedangkan, William Lim bercerita, penerapan AI ini sudah banyak digunakan di berbagai bidang, seperti customer support, recruitment, training, hingga debt collector. "Paling populer tentu customer support karena 90% menggunakan AI. Bahkan untuk sekarang debt collector juga bisa digantikan AI karena bisa menghubungi pelanggan atau nasabah secaralangsung," katanya.

Di Bank DKI sendiri, Hafid Hudanul Eka Ebpa yang dalam hal ini diwakili M Surandra Pohan selaku Pimpinan Divisi IT Digital Platform & E-Channel Development mengatakan, banyak manfaat dari AI di dunia perbankan. Ia mencontohkan menentukan credit skoring nasabah atau calon nasabah, bisa juga untuk fraud detection atau mendeteksi kejahatan siber, hingga membantu percakapan dengan para nasabah. "Strategi Bank DKI sendiri dalam AI yakni Business Planing, lalu melatihSDM, proses penerapan hingga akhirnya penerapanteknologinya," ujarnya. (tep)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year