telkomsel halo

Tiga pemain BWA nunggak bayar frekuensi

11:48:15 | 10 Nov 2018
Tiga pemain BWA nunggak bayar frekuensi
JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan terdapat tiga pemain Broadband Wireless Access (BWA) yang belum membayar tunggakan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi untuk periode 2016-2017.

Ketiga operator BWA itu adalah PT First Media Tbk (KBLV), PT Internux, dan PT Jasnita Telekomindo.

KBLV beroperasi di Sumatera Bagian Utara, Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek), dan Banten dengan nilai tunggakan Rp364,84 miliar. PT Internux yang beroperasi di Jabodetabek dan dan Banten memiliki nilai tunggakan Rp343,57 miliar.

KBLV dan Internux memiliki afiliasi melalui PT Mitra Media Mantap yang sahamnya dikuasai KBLV. Keduanya bermain di layanan 4G LTE dengan merek dagang BOLT.

Sementara Jasnita yang mendapat wilayah operasi di Sulawesi Bagian Utara menunggak BHP sebesar Rp2,197 miliar. Nama Semuel A Pangerapan identik dengan Jasnita sebelum menduduki posisi Dirjen Aplikasi dan Informatika pada 2016 lalu. Jasnita juga adalah salah satu perusahaan yang mendukung gerakan 100 Smart City milik Kominfo.

Sementara pemain BWA lain sudah menyelesaikan kewajiban BHP frekuensi seperti PT. Berca Hardayaperkasa, PT. Indosat Mega Media, dan Telkom.

Berca dengan merek Hinet memiliki wilayah layanan Sumatera bagian utara, tengah dan selatan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian selatan, Kalimantan bagian barat dan timur, dan Kepulauan Riau.

Indosat Mega Media wilayah layanannya Jawa Barat kecuali Bogor, Depok dan Bekasi. Sedangkan Telkom wilayah layanannya Maluku dan Maluku Utara.

Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu mengungkapkan para pemain BWA akan berakhir masa laku Izin Pita Frekuensi Radio pada Pita frekuensi radio 2.3 GHz untuk penyelenggaraan Jaringan tetap Lokal berbasis Packet Switched pada bulan November 2019.

"Berdasarkan aturan, setiap pemegang Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) yang tidak melakukan pembayaran secara penuh BHP Frekuensi Radio paling lambat pada tanggal jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa denda, penghentian sementara penggunaan Pita Frekuensi Radio, dan/atau pencabutan izin," katanya dalam keterangan (9/11).

Pencabutan Izin dimaksud dilakukan setelah pemegang IPFR diberikan tiga kali surat peringatan, dan tidak melunasi seluruh BHP Frekuensi Radio untuk IPFR tahunan berikut dendanya sampai dengan bulan ke-24 sejak tanggal jatuh tempo BHP Frekuensi Radio terutang, yaitu selambat-lambatnya pada tanggal 17 November 2018.

Diungkapkannya, Kominfo telah mengambil langkah-langkah seperti menerbitkan beberapa kali surat peringatan, mengundang ketiga penyelenggara yang belum melunasi BHP Frekuensi (PT Jasnita, PT Internux dan PT First Media) untuk berkoordinasi dalam rangka penyelesaian tunggakan BHP frekuensi radio dimaksud dan perlindungan hak konsumen, serta menerbitkan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara untuk melakukan langkah strategis dalam pengalihan pelanggan jasa telekomunikasi kepada penyelenggara telekomunikasi, dalam hal ketiga Penyelenggara dimaksud tidak melakukan pelunasan tunggakan BHP frekuensi radio beserta denda dimaksud sampai dengan tanggal jatuh tempo.

Dari sisi penyelenggaraan, dalam hal terjadi pencabutan Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) ataupun tindakan lain yang diambil oleh Pemerintah kepada penyelenggara tersebut sehingga mengakibatkan terhentinya layanan kepada pelanggan, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

1. Meminta klarifikasi tertulis kepada penyelenggara bersangkutan perihal rencana kelangsungan usaha Jasa Akses Internet mereka.  Perlu diketahui bersama, bahwa pita 2,3 GHz hanyalah salah satu media akses yang digunakan oleh penyelenggara Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched dalam menyalurkan layanan kepada pelanggannya. Dari sudut pandang teknologi, selain spektrum frekuensi radio, jaringan akses dapat disalurkan melalui media lain seperti fiber optik, kabel (tembaga atau coaxial), maupun melalui teknologi VSAT (Broadband Satellite Access).

2. Dari hasil klarifikasi sebagaimana butir 1 di atas, dalam hal Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched memiliki media akses lain yang tidak terbatas hanya pada pita 2,3 GHz, maka Ditjen PPI akan melakukan penyesuaian terhadap izin penyelenggaraan yang bersangkutan.

Sebaliknya, jika penyelenggara bersangkutan tidak memiliki media akses lain sehingga tidak dapat beroperasi, maka sesuai ketentuan yang berlaku, Ditjen PPI akan melakukan pencabutan izin setelah diberikannya peringatan tertulis sebanyak tiga kali berturut-turut yang masing-masing peringatan tertulis berlangsung selama 7 tujuh hari kerja.

3. Bagi penyelenggara yang izin penyelenggaraannya akhirnya dicabut, penyelenggara bersangkutan wajib menyalurkan kepentingan pelanggan ke penyelenggara lainnya sesuai dengan area layanannya sepanjang layanan tersedia dan memungkinkan.

4. Dari sejak terhentinya layanan kepada pelanggan, Ditjen PPI bersama-sama dengan unsur Pemerintah lainnya (Badan Perlindungan Kosumen Nasional) serta lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat akan melakukan pengawasan terhadap pemenuhan hak-hak pelanggan dalam hal pelayanan yang telah disepakati.

5. Ditjen PPI terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggara lainnya yang memiliki pita frekuensi 2,3 GHz dan tidak terdampak dari kebijakan Pemerintah ini, agar senantiasa memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

Berdasarkan hasil evaluasi, sampai dengan tahun penyelenggaraan 2017, seluruh penyelenggara Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched yang memiliki media akses pita frekuensi 2,3 GHz telah memenuhi kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kewajiban Kontribusi Pelayanan Universal (KKPU) tahun 2017, serta capaian kewajiban pembangunan yang bervariasi antar penyelenggara.

GCG BUMN
Misal, Telkom capaian pembangunan untuk 2016 (34,57%), 2017 (98,14%). Indosat Mega Media untuk 2016 (75,76%), dan 2017 (75,43%). Jasnita sejak 2014-2017 hanya 7,69%. First Media di periode 2009-2015 (78,06%) dan 2017 (84,69%). Internux di periode 2012-2016 (92,65%).(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
Idul Fitri IndoTelko
More Stories