JAKARTA (IndoTelko) – Para analis dari sejumlah sekuritas mengkalkulasi aset anak usaha Telkom, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) divaluasi di angka premium dalam tukar guling saham (swap share) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).
Analis dari CLSA Abdullah Hashim dalam kajiannya menyatakan transaksi dilakukan kedua belah pihak dengan melihat valuasi per menara dari Mitratel di kisaran Rp 2,8 miliar- Rp 3,2 miliar atau EV/EBITDA diantara 13,8x-18.3x.
“Angka itu lumayan tinggi mengingat Mitratel memiliki tenancy ratio yang rendah (1.1x) dengan ruang potensi pertumbuhan. Jika dipatok tenancy ratio 1.7x walau memiliki 3.928 menara, EV/EBITDA drop menjadi 9.0x-12x,” paparnya.
Menurutnya, langkah Telkom memonetisasi dengan swap share karena tak bisa menggenjot tenancy ratio dalam waktu cepat, sehingga tak berkontribusi maksimal bagi perseroan. “Bermitra dengan Tower Bersama membuat Telkom memonetisasi aset di harga premium dan menikmati keuntungan dari kepemilikan saham di Tower Bersama,” katanya.
Dalam kajian CLSA, Mitratel memiliki pendapatan sebesar Rp 1,5 triliun pada 2013. Nilai kontribusinya bagi Telkom hanya sekitar 2%. Menggenggam sekitar 762,5 juta lembar saham Tower Bersama nantinya diharapkan Telkom bisa memiliki keuntungan Rp 6 triliun- Rp 8 triliun jika transaksi tuntas dan harga saham Tower Bersama bermain di Rp 8 ribu – Rp 10 ribu per lembar.
Analis dari CIMB Foong Choong Chen menilai EV/EBITDA Mitratel dibanderol 10.6x dalam tukar guling ini. “Kalau dipilih langkah Intial Public Offering (IPO) belum tentu mendapatkan valuasi semaksimal itu,” katanya.
Masalah Timing
Secara terpisah, Direktur Utama Telkom Arief Yahya menjelaskan, masalah
swap share Mitratel harus dilihat secara jernih dimana perseroan dalam posisi membeli. “Jangan salah, di dunia saham itu membeli banyak cara, tidak harus keluar uang tunai. Kita beli sesuatu dengan berbagai cara, bisa dengan uang giral, kartu kredit, e-money atau dengan saham,” jelasnya.
Diungkapkannya, tujuan utama adalah membawa Mitratel melantai ke bursa saham.”Seseorang melakukan back door listing diawal memang tidak ketahuan, tapi ketika seseorang itu menjadi mayoritas pemilik, Anda akan tahu skenario besarnya. Nah, saya tak mau buka kapan itu terjadi, the sooner the better,” elaknya.
Diingatkannya, belakangan ini harga saham Tower Bersama terus naik sehingga masalah timing juga harus dipertimbangkan mewujudkan transaksi itu.” Kalau tidak segera dituntaskan, bisa malah rugi. Ini semua masalah timing,” tutupnya.(id)