telkomsel halo

Menanti dampak pemangkasan biaya interkoneksi

14:24:15 | 07 Aug 2016
Menanti dampak pemangkasan biaya interkoneksi
Tabel Biaya Interkoneksi untuk jasa seluler dari Kemenkominfo
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akhirnya  menyelesaikan perhitungan biaya interkoneksi tahun 2016.

Proses perhitungan panjang sejak 2015 yang menggunakan payung hukum Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi itu menghasilkan penurunan biaya interkoneksi secara rata-rata untuk 18 skenario panggilan dari layanan seluler sekitar 26%.

Di jaringan seluler memang terjadi penurunan biaya interkoneksi. Tetapi di jaringan tetap malah naik dari Rp 73 menjadi Rp 125 untuk panggilan lokal.

Biaya interkoneksi adalah salah satu komponen dari tarif retail. Saat ini tarif interkoneksi yang diberlakukan di Industri hanya dibawah 20% dari tarif retail lintas operator yang dibayarkan oleh pelanggan. Kisaran biaya interkoneksi Rp 250 terhadap tarif retail lintas operator Rp 1500. Sedangkan formula tarif retail terdiri dari biaya interkoneksi, service activation fee, dan margin.

Menkominfo Rudiantara mengkalkulasi jika secara rerata ada penurunan biaya interkoneksi 26%, setidaknya tarif ritel per 1 September mendatang akan turun di kisaran 15% hingga 30% tergantung jenis panggilan yang dilakukan.

Jika mengacu ke kalkulasi sang Menteri, sebagai ilustrasi perhitungan, saat ini tarif ritel atau tarif pungut yang dibebankan operator kepada pelanggan berkisar di angka Rp 1500 – Rp 2000  per panggilan off net (panggilan antar operator) per menit.

Dalam biaya interkoneksi baru untuk panggilan seluler lokal sekitar Rp 204 alias ada penurunan sekitar 18% dibandingkan hitungan yang lama. Alhasil, bisa saja nanti tarif pungut setelah biaya interkoneksi baru diterapkan untuk panggilan lokal seluler sekitar Rp 1.230 hingga Rp 1.640.

Belum tentu
Semudah itukah menurunkan tarif ritel? Jika melihat kenyataan dalam beberapa kali revisi biaya interkoneksi ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan.

Ambil contoh untuk layanan SMS. Di hitungan biaya interkoneksi 2014, biaya interkoneksi SMS sebesar Rp 23 alias Rp 46 untuk produksi sekali kirim.

Saat ini operator dalam menawarkan harga SMS ke pelanggan sekitar Rp 100 hingga Rp 150, bahkan ada yang di Rp 200 untuk sekali kirim. Wow, artinya, walau di biaya interkoneksi sudah dipangkas ada dua komponen yang tak terkawal dan dalam domain operator yakni biaya aktivasi ritel dan marjin.

Belajar dari harga SMS, terlihat marjin yang diambil operator lumayan besar yakni di kisaran 40-an persen. Angka yang linear jika melihat laporan keuangan setiap operator yang memang ingin menjaga EBITDA marjin di kisaran 40-an persen.

Nah, kalau ternyata pemangkasan biaya interkoneksi dalam rekam jejak terbukti tak signifikan menurunkan tarif ritel, dampak apa yang paling dirasakan operator? (Baca: Pemangkasan biaya interkoneksi)

Bagi operator non dominan, ini akan menjadi peluang untuk masuk ke pasar yang selama ini dikuasai operator dominan. Minimal biaya interkoneksi tak begitu mahal dan bisa menawarkan tarif lebih kompetitif di pasar yang dikuasai operator dominan. (Baca: Dampak penurunan biaya interkoneksi)

Lantas bagaimana dengan pelanggan? Jika merujuk ke data panggilan dari semua operator, panggilan terbesar itu berasal di sesama jaringan (On nett). Memang akan terasa nantinya revisi biaya interkoneksi ini karena penawaran On nett akan berubah mengingat operator tak akan rela pelanggan dicuri pesaing. Tetapi bagaimana dengan kualitas layanan?

Belajar dari kasus penurunan biaya interkoneksi hingga 40% pada 2008, ternyata kualitas layanan menurun dan operator terseret pada perang tarif. (Baca: Penurunan biaya interkoneksi)

Bisakah operator terjebak pada hal yang sama pasca 1 September 2016? Jika melihat kondisi keuangan dan ekonomi makro yang kurang mendukung, rasanya tak ada operator yang berani memulai perang tarif ala 2008 karena layanan suara dan SMS bukan menjadi prioritas di era data. (Baca: Perhitungan biaya interkoneksi)

Tetapi, semua asumsi ini bisa saja runtuh jika ada operator yang sudah kebelet ingin mengurangi dominasi pemain dominan di luar Jawa. Soalnya, di luar Jawa, menawarkan layanan suara dan SMS dengan harga murah masih ampuh sebagai alat akuisisi pelanggan. Selamat mencoba!

GCG BUMN
@IndoTelko

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories