JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) akhirnya buka suara terkait revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
“Terhadap rencana-rencana regulasi yang sedang bergulir serta tanggapan-tanggapan di masyarakat mengenai pemahaman adanya pendapat-pendapat yang muncul tentang potensi kerugian negara, mal-administrasi, pengabaian hak informasi publik, juga penilaian pelayanan yang diskriminatif, Kominfo menilai hal-hal tersebut merupakan bentuk kepedulian yang relevan terhadap industri telekomunikasi, namun tentunya pandangan-pandangan tersebut perlu ditempatkan dalam konstruksi dan kepatutan regulasi,” ungkap Plt. Karo Humas Kementerian Kominfo Noor Iza dalam rilisnya ke IndoTelko, Jumat (14/10).
Ditegaskannya, revisi kedua PP tersebut merupakan proses perubahan dari peraturan existing yang memerlukan re-alignment kepada ketentuan-ketentuan peraturan yang seharusnya, dimana sangat penting dan urgent untuk dilakukan.
Misalnya, untuk isu berbagi jaringan aktif atau Network Sharing yang banyak disorot di media massa, itu sudah terjadi dan menjadi fundamental dalam penyelenggaraan telekomunikasi selama ini baik di Indonesia maupun di negara lainnya.
“PP 52 dan PP 53 dilakukan re-alignment dari sisi bagaimana network sharing spektrum frekuensi dilakukan sehingga terjadi perhitungan yang benar, transparan dan memang yang seharusnya,” katanya.
Menuruntya, dalam PP 52 dan PP 53 saat ini, pihak-pihak yang melakukan sharing spektrum, operator A memberikan sharing spektrum kepada operator B, maka operator B membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) yang sama sebagaimana operator A, sehingga terjadi duplikasi pengenaan BHP untuk objek yang sama. Inilah alasan dilakukan realignment terhadap ketentuan ini.
“Salah satu yang menjadi fokus pembangunan telekomunikasi adalah perluasan layanan, efisiensi industri dan peningkatan kualitas layanan, serta memeprhatikan daya beli masyarakat terhadap layanan telekomunikasi. Network Sharing merupakan hal alamiah yang tentu akan terjadi dalam proses bisnis untuk dapat mencapai fokus pembangunan tersebut. Dengan network sharing maka negara akan mendapat benefit dari penghematan devisa karena akan terjadi efisiensi sekitar US$ 200 miliar,” katanya.
Kesetaraan
Ditambahkannya, dalam tatanan industri telekomunikasi juga harus mengedepankan non discriminatory, equal treatment, fairness dan transparency.
Satu operator tidak diperbolehkan memberikan perlakuan lebih istimewa kepada operator tertentu lainnya daripada operator-operator yang lain. Pola network sharing akan memberikan keuntungan manfaat yang fair antar operator yang melakukan sharing.
Revisi kedua PP tidak mengesampingkan hal tersebut, dan justru memberikan ruang yang tepat dan memungkinkan apabila terdapat dua atau lebih operator melakukan konsolidasi baik konsolidasi perusahaan maupun konsolidasi infrastruktur.
“Saat ini proses revisi PP memang berada di Kemenko Perekonomian, Hal ini penting karena dengan keberadaan di Kemenko Perekonomian menjadi pijakan agar tidak bias, tidak pro kepada Kemkominfo, serta berperspektif lebih luas baik aspek fiskal, investasi serta hubungan antar lembaga secara tepat,” katanya.
Dikatakannya, munculnya pemahaman bahwa regulasi-regulasi yang baru dipersiapkan ini akan membuat persaingan menjadi tidak sehat, namun sesungguhnya rencana regulasi tersebut justru dimaksudkan untuk melakukan penataan yang tepat sehingga tercapai kondisi persaingan usaha yang sehat dan memposisikan masyarakat mendapat manfaat yang besar dari tatanan tersebut.
Hal ini dapat dtempuh salah satunya dengan mendorong memperkecil gap antara tarif off-net dan tarif on-net. Pemerintah sebagai regulator mendorong agar tidak terjadi perang tarif yang tidak sehat.
Misalnya pengenaan tarif yang sangat murah apabila melakukan panggilan secara on-net dibanding off-net. Penyelenggara telekomunikasi masing-masing perlu memposisikan perusahaannya agar mencapai hal ini salah satunya adalah adanya keseimbangan efisiensi di dalam industri telekomunikasi.
“Mengapa hal ini penting? Agar ketidak efisienan satu penyelenggara tidak menjadi penentu dalam tatanan industri untuk menuju yang lebih baik,” katanya.
Tidak merugi
Lebih lanjut dijelaskannya, sering menjadi perbincangan akhir-akhir ini kalau rencana regulasi akan merugikan negara dari sisi pendapatan dividen atau pendapatan lainnya, namun prinsipnya rencana regulasi yang dipersiapkan bersama-sama tidaklah demikian.
Misalnya dari sisi perhitungan biaya interkoneksi yang di satu sisi ada penurunan sekitar 26% akan membuat PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) mengalami penurunan beban interkoneksi yang harus dibayarkan kepada pihak lain.
Hal ini tentu menjadi manfaat bagi Telkom di mana pada tahun 2016 ini beban interkoneksi yang harus dibayarkan kepada penyelenggara lain meningkat dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena pelanggan Telkom lebih banyak melakukan panggilan keluar ke operator lain dari pada sebaliknya.
Penurunan biaya Interkoneksi tentunya dalam jangka waktu tertentu akan diikuti penyesuaian tarif retail dan kondisi ini biasanya diikuti dengan peningkatan panggilan atau layanan teleponi dari pelanggan sehingga pendapatan tetap tidak menurun dan bahkan sangat berpotensi naik. (
Baca:
Kisruh Revisi aturan)
Apalagi, saat ini masyarakat telah banyak memanfaatkan aplikasi media sosial untuk berkomunikasi, sehingga rencana regulasi telekomunikasi tersebut tentunya dapat memberikan tambahan gairah dalam pemanfaatan layanan teleponi. (
Baca:
Praktik curang di Network Sharing)
Jadi, hal penting untuk menjadi pencermatan para penyelenggara telekomunikasi bahwa saat ini industri telekomunikasi beriklim persaingan atau kompetisi dan tidak lagi terjadi iklim monopoli, namun tatanan regulasi harus tetap mengedepankan perlakuan yang sama, tidak diskriminasi, adil dan transparan. (
Baca:
Network sharing merugikan)
Diingatkannya, rencana-rencana regulasi yang dipersiapkan sangat memiliki tujuan mengedepankan prinsip-prinsip di atas disamping fokus pembangunan telekomunikasi nasional yang bertujuan mempercepat perluasan pembangunan broadband dengan diikuti efisiensi industri yang mengedepankan agar masyarakat mendapat pelayanan telekomunikasi yang mumpuni di manapun mereka berada di wilayah Indonesia dan dengan tingkat daya beli yang memadai. (
Baca:
Revisi aturan cacat prosedur)
“Akselerasi pembangunan tersebutlah yang menjadi basis rencana-rencana regulasi yang ada,” tutupnya.(id)