JAKARTA (IndoTelko) - Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informatika Indonesia (LPPMII) mendukung kehadiran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai wadah bagi masyarakat dan atau pelaku usaha dalam mencari keadilan di bidang persaingan usaha untuk menegakkan persaingan usaha yang sehat di Indonesia.
“KPPU adalah representatif dari masyarakat yang secara sukerela membantu kinerja KPPU dalam menegakkan persaingan usaha yang sehat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” kata Ketua LPPMII Kamilov Sagala dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/11).
Pria yang akrab disapa bang Kami ini mengomentari permintaan KPPU tentang revisi UU No. 5/1999 dalam memberantas aksi persaingan usaha tidak sehat, KPPU meminta menambah perannya dengan mengajukan agar diberikan kewenangan lebih untuk mengumpulkan bukti.
LPMII mendukung penuh KPPU dalam menegakkan aturan hukum persaingan usaha yang sehat, dan meminta tambahan aturan “pra peradilan” tersebut dalam revisi UU KPPU agar KPPU tidak di cap “Superbody” dan lebih profesional.
“LPPMII sebagai representatif dari masyarakat merasa perlu ikut andil untuk mengawasi dan mencermati kontrol wewenang KPPU karena menurut penilaian saya dalam penanganan perkara di KPPU, semua tingkat acara dikuasai oleh KPPU bahkan dalam menentukan suatu keputusan dalam perkara KPPU untuk menaikan suatu perkara Komisoner memiliki hak Aklamasi secara penuh untuk memutuskannya, Lalu siapa yang akan mengawasi tiap keputusan dalam KPPU,” tegasnya.
Menurutnya, revisi UU No 5 Tahun 1999 jangan hanya penguatan KPPU sebagai “Ultimum remidium” dibidang persaingan usaha akan tetapi Asas Keadlian yang dijunjung tinggi oleh negara ini harus diberikan kepastiannya maka dari itu masukan-masukan dari masyarakat dan pelaku usaha perlu didengar juga sehingga tercipta synergy hukum yang adil dan dicita-cita kan (ius constituendum).
“Penguatan terhadap KPPU harus benar-benar dikaji sehingga kemampuan KPPU bukan hanyamenindak dan menghukumpelaku anti persaingan usaha yang sehat tapi lebih penting sebagai pengawas yang mencegah timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat yang merugikan pelaku usaha lain ataupun masyarakat. Jika fungsi pencegahan dan pengawasan bisa maksimal selain penindakan dan penegakan hukum, maka pelaku-pelaku bisnis multinasional yang berpotensi melanggar dapat dicegah dan diungkap oleh KPPU,” katanya.
Wakil Ketua LPPMII Arif Sharon Simanjuntak menambahkan berdasarkan hasil kajian LPPMII terhadap UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, setiap badan “peradilan” memerlukan proses pengawasan dalam Peradilannya, Asas Kepastian Hukum harus ditegakan tetapi asas keadilan juga harus diperhatikan karena dalam suatu negara, supremasi pengaturan tertinggi adalah hukum.
“Bagaimana bisa tercipta keadilan apabila asas-asas hukum dan keadilan yang didambakan itu ditabrak. Sehingga menurut saya KPPU memerlukan kepastian hukum yang tepat bukan hanya jaminan keamanan tindakan yang dilakukan oleh KPPU untuk menghukum suatu pelaku usaha,” katanya.
Arif menambahkan asas equality before the law harus lah ditegakan oleh KPPU, Teori equality before the law dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang menegaskan semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
“Apalagi kita mengakui juga adanya asas due process of law yang mana menitikberatkan pada penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum. Dalam hal ini kami melihat bahwa implementasi due process of law harus lebih ditingkatkan didalam kegiatan beracara di KPPU, hal ini untuk menjaga agar hak-hak yang dimiliki oleh pihak-pihak yang beracara di KPPU tidak diabaikan,” katanya.
Koordinator Litbang dan Kajian Hukum LPPMII Dhimas Adhitya mengatakan perlunya implementasi due process of law dalam suatu konsep “pra peradilan” untuk menjaga agar hak-hak pelapor dan terlapor tidak terabaikan atau dapat diperjuangkan bila ada yang dirugikan.
Dengan adanya “pra peradilan” tersebut akan semakin menjadikan KPPU lebih profesional dan lebih hati-hati dalam bertindak, sehingga setiap tindakan KPPU dapat diawasi dan tidak dicap sebagai lembaga yang “superbody”.
“Untuk itu kami meminta Mahkamah Agung dan DPR perlu membuat aturan“pra-peradilan” di ranah yang netral atau di Pengadilan Negeri setempat hal ini diperlukan sebagai bentuk penghormatan terhadap kepastian hukum. Dimana sejauh ini hukum acara KPPU tidak mengakomodir hal tersebut,” timpal Arif.
Asal tahu saja, LPPMII salah satu lembaga yang memiliki perhatian dalam kasus dugaan kartel dan trust yang dilakukan Indosat dan XL melalui perusahaan patungan PT. One Indonesia Synergy (OIS).
Presiden Director & CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli mengaku telah memenuhi panggilan KPPU terkait kasus tersebut.
“Ada panggilan dari KPPU, pertama soal paket data yang dibilang mirip operator lain dan kerja sama yang dilakukan dengan operator lain,” jelas Alex.
Alex mengungkapkan, Indosat menawarkan paket dengan ukuran M, L dan XL. Lalu ada operator lain (XL Axiata) yang menawarkan paket serupa. (
Baca: Dugaan kartel Indosat-XL)
“Kalau mirip bukan masalah. Kalau meniru pun kami malah bangga, karena berarti dianggap bagus. Kami sendiri mendapat inspirasi dari paket data yang biasa ada di luar negeri, trennya mengarah ke model bucket seperti itu. Panggilan soal dugaan kerja sama dengan operator lain juga sudah kami penuhi. Di sana kami sudah memberikan penjelasan pada KPPU. Itu pun tidak ada apa-apa. Cuma karena dilaporkan dan diminta memberi penjelasan, jadi kami datang memberi penjelasan,” ujar Alex.(id)