JAKARTA (IndoTelko) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memanggil Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait kacau-balaunya registrasi prabayar berbasis Nomor Induk Kependudukan(NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK).
“Pimpinan DPR akan meminta komisi terkait untuk memanggil Kemenkominfo untuk menjelaskan secara tuntas mengenai hal itu,” ujar Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, seperti dikutip dari laman DPR.go.id (7/3).
Menurutnya, kebijakan untuk registrasi ulang menimbulkan tanda tanya di masyarakat dan menimbulkan potensi bahaya jika data itu disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. “Kita juga nanti menanyakan ke Kemenkominfo mengenai isu bocornya data tersebut. Hal ini bisa membahayakan kepentingan nasional negara ini,” tegas Pria yang akrab disapa Bamsoet itu.
Bamsoet menyesalkan jika isu penyalahgunaan data ini memang benar terjadi. Salah satu pengguna twitter yang kebetulan pelanggan Indosat Ooredoo misalnya sempat berkicau NIK dan nomor KK dipakai oleh 50 nomor sedangkan ia hanya mengaku memiliki satu nomor.
“Ini satu hal yang mengejutkan bahwa niat baik kita sebagai warga negara yang patuh terhadap peraturan untuk memenuhi permintaan pemerintah untuk melakukan pendataan ulang terhadap kepemilikan nomor handphone, dimana kita mempunyai data yang sangat penting yaitu NIK dan No. KK, bisa diakses dan bisa bocor kemana-mana, itu merupakan suatu pelanggaran yang harus diselidiki,” tegasnya.
Secara terpisah, Menkominfo Rudiantara menjelaskan, Kominfo tak memegang atau menyimpan data penduduk. "Ini kan operator difasilitasi untuk validasi data ke Dukcapil. Data itu di Dukcapil, Kominfo tak pegang (data NIK dan KK)," ungkapnya.
Buruk
Deputi Direktur Riset ELSAM Wahyudi Djafar mengungkapkan dugaan kebocoran data pribadi yang mengemuka seiring dengan pemberlakuan kebijakan registrasi ulang SIM Card pengguna layanan telepon seluler, telah membuka tabir perihal buruknya mekanisme perlindungan data pribadi selama ini.
Menurutnya, situasi ini terjadi setidaknya karena tiga hal: Pertama, rendahnya kesadaran publik dalam menjaga atau melindungi data pribadinya, sehingga mereka dengan mudah menyebarkan atau memindahtangankan data pribadinya ke pihak lain. Tegasnya, pada umumnya masyarakat belum menempatkan data pribadi sebagai bagian dari properti yang layak dilindungi.
Kedua, belum adanya perangkat undang-undang yang memadai untuk melindungi data pribadi, khususnya terkait dengan kewajiban pengumpul dan pengelola data.
Ketiga, makin massifnya praktik-praktik pengumpulan data secara massal (mass data mining), yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta, baik atas sepengetahuan pemilik data maupun tidak.
"Merujuk pada Permenkominfo No. 12 Tahun 2016 dan Permenkominfo No. 14 Tahun 2017, yang diubah kembali dengan Permenkominfo No. 21 Tahun 2017, tidak disebutkan dengan jelas maksud dan tujuan dari dilakukannya registrasi ulang ini. Pihak pemerintah hanya mengatakan, kebijakan ini diperlukan dikarenakan banyaknya praktik penyalahgunaan SIM Card, seperti penipuan," katanya.
Diungkapkannya, kebijakan registrasi SIM Card sebenarnya bukanlah kebijakan populis, karena dalam praktiknya sangat rentan penyalahgunaan data pribadi pengguna yang dikumpulkan.
Sebagai gambaran, dari 88 negara yang distudi ELSAM, baru 23 diantaranya yang memiliki kewajiban registrasi SIM Card.
Bahkan, dari 57 negara yang memiliki UU Perlindungan Data Pribadi secara spesifik, hanya ada 6 negara yang memiliki kewajiban registrasi SIM Card. Sedangkan dari 31 negara yang belum memiliki UU Perlindungan Data Pribadi, 8 negara diantaranya memiliki kewajiban registrasi SIM Card, salah satunya Indonesia.
Minimnya jaminan perlindungan data pribadi maupun privasi secara umum di Indonesia, telah menjadi potensi ancaman tersendiri bagi penikmatan hak atas privasi warga negara. Belum lagi, pelanggan diminta untuk mengirimkan NIK dan nomor kartu keluarga sekaligus, untuk dapat dilakukan sinkronisasi dengan Data Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Dimintanya, Kominfo dan Kemendagri harus melakukan proses investigasi menyeluruh atas dugaan terjadinya kebocoran data pribadi, untuk memastikan pelaku pembocoran, serta mengambil langkah lanjutan termasuk proses hukum atas dugaan tersebut, serta menyediakan pemulihan bagi korbannya. (
Baca:
NIK disalahgunakan)
"Secara teknis, Kominfo meninjau kembali mekanisme perlindungan data pribadi yang telah direkam dalam proses registrasi SIM Card, dengan standar minimal mengacu pada Permenkominfo 20/2016. Selain itu juga pemerintah harus secara konsisten menerapkan dan mengawasi implementasi dari Permenkominfo tersebut," tutupnya.(dn)