telkomsel halo

Kominfo harus berani bongkar praktik `Bakar` kartu perdana

10:11:51 | 16 Mar 2018
Kominfo harus berani bongkar praktik
JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) didesak untuk membongkar praktik nakal aksi mengaktifkan kartu perdana sebelum dijual agar tidak meresahkan masyarakat dan memberikan efisiensi bagi industri Halo-halo.

"Dalam registrasi prabayar berbasis Nomor Induk Keluarga (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) terlihat jelas praktik "bakar-bakaran" kartu perdana itu nyata adanya. Lihat saja kasus satu NIK bisa digunakan untuk mengaktifkan puluhan nomor yang lagi heboh di media, itu tak bisa dilepaskan dari aksi bakar-bakaran kartu perdana," ungkap Pengamat Telekomunikasi Garuda Sugardo, kemarin.

Disarankannya, Kominfo mengajak polisi untuk membongkar praktek "membakar" kartu perdana dengan pelbagai modusnya. Dihimbau Komisi I DPR RI perlu ambil perhatian serius tentang isu ini. 

"Ingat, sebuah SIM Card di tangan orang yang tidak bertanggung jawab bisa lebih berbahaya dibandingkan sepucuk senjata AK47. Saya gak tahu apakah kondisi ini skenario dari jaringan (semi) mafia atau amatiran, tapi demi penegakan governance bertelekomunikasi, mental baru masyarakat seluler harus mulai dibangun. Gak mungkin Operator gak tahu," ulasnya.

Menurut Pria yang dijuluki Bapak Seluler Indonesia ini, sejatinya pasar kartu perdana SIM Prabayar di Indonesia sudah jenuh.

"Makanya saya heran banget membaca  running text tivi atas statemen pejabat Kominfo yang menyatakan 39 juta pelanggan seluler prabayar belum melakukan registrasi. Halo Pak, nyadar dong bahwa itulah angka koreksi terhadap jumlah 340 juta pelanggan tempo hari yang ternyata banyak yang abal-abal atau sudah koit, tapi ketika itu masih dihitung," tukasnya.

Bahkan, dari sekitar 300 juta lebih kartu yang sudah registrasi itupun masih banyak silumannya. Ini disebabkan karena satu NIK KTP bisa meregistrasi secara multiple. "Apalagi di dapur gerai operator, mesin produksi aktivasi prabayar berfungsi  layaknya seperti pemanggang sate. Tinggal comot dan jual aja hasil bakarannya satu persatu," katanya.

Dikatakannya, hasil registrasi Kartu SIM Prabayar berbasis NIK dan KK pada 28 Februari 2018 tidak mencerminkan jumlah atau postur pelanggan yang proporsional. Hal ini bisa dilihat dari data jumlah pelanggan teregistrasi Telkomsel dan  Indosat Ooredoo hanya 35 jutaan nomor.

Coverage Telkomsel yang sedemikian masif dan merata dari Sabang sampai Merauke, dengan revenue yang mendekati  Rp100 triliun, tak masuk akal pembeda pelanggan dikisaran angka tersebut mengingat jaringan Indosat hanya setengah Telkomsel.  

"Begitu hebatkah pemasaran Indosat yang sudah mengadooh-adooh? Buat saya ini ajaib. Kayaknya ini adalah anomali dari proses registrasi tempo hari," katanya.

Fenomena lain adalah hubungan antara ISDN operator dengan database Dukcapil. "Anda keliru besar bila mengira bahwa aktivasi di operator tidak bisa dilakukan tanpa verifikasi Dukcapil. Sebagai pairing aktivasi dalam keperluan registrasi okelah. Tapi komputer Dukcapil dan sentral Operator adalah dua sistem yang totally beda, absolutely terpisah. Nah, sebab itulah di pasaran Nusantara tercinta, sampai kini Anda bisa mendapatkan kartu SIM perdana prabayar yang sudah aktif. Belum teregistrasi, tidak bisa untuk voice dan SMS, tapi maknyuuuz untuk data dan internetan. Harga? 50% diskon Bro!  Yang begini ini harus ditertibkan," tegasnya.

Diperkirakannya, salah satu pemicu dari praktik "nekad" membakar kartu perdana karena target penjualan yang dibebankan terlalu tinggi ke dealer dan agen oleh operator. "Akibatnya harga obral yang dijajakan untuk kartu data aktif dan sudah nyala. Agen yang berstatus UKM kini was-was dibayangi gulung tikar yang soal waktu saja," katanya.

Diharapkannya, dengan ada ketegasan dari pemerintah untuk menertibkan praktik "bakar" nomor perdana itu industri seluler Indonesia akan terus tumbuh secara berkualitas. "Era tuyul main petak umpet harus segera berakhir," pungkasnya.

GCG BUMN
Sebelumnya, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) pernah memperkirakan setiap tahunnya ada 50 juta kartu perdana berputar di pasar dalam aksi sekali pakai lalu buang yang menimbulkan inefisiensi sekitar Rp 3 triliun per tahun.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year
Financial Analysis
Mitratel tuntaskan akusisi UMT