JAKARTA (IndoTelko) - Komisi I DPR RI mempertanyakan sistem Teknologi Informasi (TI) yang digunakan untuk registrasi prabayar berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK dan Kartu Keluarga (KK) karena dianggap menimbulkan deviasi yang besar antara nomor yang tercatat di operator dengan jumlah validasi di Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
"Ini sistemnya kok memunculkan deviasi yang besar antara angka di operator dengan Dukcapil. Ini sama sistem voting Indonesian Idol saja kalah. Di Indonesian Idol, satu nomor satu voting. Kok ini bisa satu nomor berkali-kali registrasi untuk satu NIK? Dengan deviasi sekitar 13%, itu dipertanyakan sistem TI yang digunakan untuk registrasi prabayar," tegas Anggota Komisi I DPR Roy Suryo kala Rapat Kerja Komisi I antara Menkominfo Rudiantara dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Senin (19/3).
Dalam kesempatan bertanya, Politisi dari Partai Demokrat ini mempertanyakan perbedaan angka antara SIM Card yang berhasil diregistrasi alias tercatat di operator seluler dengan jumlah validasi NIK dan KK yang sesuai atau tercatat di Dukcapil.
Dalam paparannya, Menkominfo Rudiantara menyatakan untuk total nomor tercatat di operator seluler hingga 13 Maret 2018 sebanyak 304.859.7665. Sementara total jumlah validasi NIK dan KK yang sesuai di Dukcapil sebanyak 350.738.346 nomor. Artinya ada sekitar 46 jutaan nomor yang layak dipertanyakan validitasnya.
Selisih angka dikarenakan satu NIK digunakan untuk lebih dari satu SIM Card. Satu NIK dan satu SIM Card diregistrasi lebih dari satu kali. Satu SIM Card diregistrasi lebih dari satu kali dengan NIK berbeda. Terakhir, proses validasi tercatat berhasil di Dukcapil tetapi tercatat tidak berhasil di operator.
"Kalau dilihat di paparan Pak Menteri ini artinya sistem yang dibangun tidak rapi. Ini kita bicara teknologi, tak cerdas ini bangun sistemnya. Saya lihat penyimpangan terbesar ada di XL, setelah itu Telkomsel, dan Indosat. Ini harus segera diperbaiki dan divalidasi itu 46 jutaan nomor statusnya," katanya.
Selain itu Roy mempertanyakan Fitur Cek NIK yang tidak "ramah pelanggan" karena beban ada di konsumen. "Harusnya dibangun sistem dimana bisa cek NIK untuk semua operator yang digunakannya. Dan, operator harus yang aktif validasi ke pelanggan. Jangan, pelanggan sudah minta daftar, ditambah lagi beban cek NIK," tukasnya.
Skandal
Anggota Komisi I DPR Sukamta menilai kebijakan registrasi prabayar berpotensi menjadi skandal besar karena tak profesionalnya pembuat Policy. "Ini skandal, kalau margin error itu biasanya 5%, ini sampai dobel digit. Artinya tak cukup mengandalkan standar operating procedure (SOP) atau mengaku sudah pakai standar ISO 27001 Standar Manajemen Keamanan Informasi," katanya.
Menurutnya, semua pihak yang terlibat dalam kebijakan registrasi prabayar harus bertanggungjawab atas carut marut itu. "Semua yang ikut harus tanggung jawab. Jangan rakyat disalahkan," katanya.
Menanggapi hal itu, Menkominfo Rudiantara mengakui perlu ada perbaikan untuk sistem TI terutama rekonsiliasi data antara Dukcapil dan operator. "Kami juga akan perbaiki fitur cek NIK agar bisa lintas operator," katanya.(dn)