JAKARTA (IndoTelko) - Ribuan pemilik outlet yang selama ini berjualan produk seluler seperti kartu perdana dan lainnya akan menggelar demonsrasi besar-besaran dengan target aksi adalah Kantor Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Istana Presiden pada 2 April 2018.
"Kami sudah mendapat izin untuk menggelar aksi dari Polda dan Mabes Polri. Diperkirakan peserta aksi ada lima ribu orang dan aksi digelar serentak di 25 kota selain Jakarta," ungkap Ketua umum Kesatuan Niaga 'Cellular" Indonesia (KNCI) Qutni Tisyari SE, kepada IndoTelko, Rabu (28/3).
Diungkapkannya, tuntutan aksi adalah meminta kepastian perihal registrasi kartu keempat dan seterusnya ke pemerintah sesuai janji dalam pertemuan pada Selasa (7/11/17) dengan dihadiri Dirjen PPI Kominfo Ahmad Ramli, perwakilan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Asosiasi penyelenggara telekomunikasi seluruh Indonesia (ATSI), perwakilan operator, Kementrian Polhukam, dan Mabes Polri menghasilkan keputusan yang menggembirakan bagi para pedagang.
“Pemerintah lewat Kominfo, BRTI, telah menginstruksikan langsung kepada seluruh operator, bahwa seluruh outlet resmi, diberikan kewenangan untuk melakukan registrasi kartu perdana sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Kependudukan (KK) milik pelanggan. Sehingga untuk registrasi kartu keempat dan seterusnya bisa dilakukan di outlet, tanpa perlu lagi pelanggan mendatangi gerai resmi operator,” ungkap Qutni.
Dikatakannya, hingga registrasi prabayar sudah memasuki tahapan blokir terbatas di Maret ini, ternyata para pedagang tak diijinkan melakukan registrasi kartu keempat.
"Kami menuntut janji yang diberikan pemerintah," tegasnya. (
Baca: Pemilik outlet protes)
Seperti diketahui, registrasi kartu prabayar berbasis NIK dan KK masih meninggalkan pekerjaan rumah yang belum dituntaskan oleh Menkominfo Rudiantara.
Selain marak soal isu penyalahgunaan data dalam registrasi, ternyata hingga 28 Februari 2018, Rudiantara masih "menggantung" nasib para pemilik outlet perihal registrasi kartu keempat dan seterusnya bisa dilakukan di outlet. (Baca: Aturan registrasi)
Merujuk Peraturan Menteri Kominfo No. 21 Tahun 2017, di Pasal 11 ayat 1 menyebutkan: "Calon Pelanggan Prabayar hanya dapat melakukan Registrasi sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) paling banyak 3 (tiga) Nomor MSISDN atau Nomor Pelanggan untuk setiap NIK pada setiap Penyelenggara Jasa Telekomunikasi."
Sementara ayat 2 menyebutkan, jika pelanggan membutuhkan lebih dari tiga nomor, maka pelanggan hanya bisa melakukan registrasi di gerai-gerai penyedia layanan operator seluler.
KNCI memprotes kebijakan registrasi prabayar untuk kartu keempat melalui gerai resmi milik operator. KNCI menilai pembatasan penggunaan NIK untuk tiga nomor pertama bagi registrasi mandiri menimbulkan dampak negatif bagi perdagangan seluler oleh masyarakat (outlet atau konter).
Kartu Perdana bagi para pedagang merupakan komoditas dagang penghasil keuntungan terbesar dibandingkan produk selular lainnya. Contoh produk turunan dari Kartu Perdana adalah Kartu Internet dan nomor cantik. Bahkan kartu internet saat ini menjadi tren bisnis di bidang selular. Adanya pembatasan (penggunaan NIK) membuat otomatis pasar Kartu Perdana menjadi turun drastis.
Jumlah para pedagang seluler ini lumayan banyak, ada 5 juta pelaku usaha yang minimal memiliki dua karyawan. Artinya, dampak dari "Digantungnya" nasib para pedagang oleh Rudiantara ada 15-20 juta rakyat kecil yang nasibnya terancam karena sumber rejeki menjadi seret. (
Baca:
Registrasi via outlet)
Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan jika registrasi kartu keempat dan seterusnya diijinkan melalui outlet, aturan harus diubah terlebih dulu. (
Baca: ATSI dan Registrasi)
“Ada yang mengganjal. Ubah dulu aturannya, karena operator itu menjalankan sesuatu berdasarkan aturan,” tegas Sekjen ATSI M Danny Buldansyah beberapa waktu lalu.
Sedangkan Menkominfo Rudiantara terkesan melepas "masalah" tersebut ke operator dengan beralasan tak ingin masuk ke tata niaga seluler yang melibatkan operator dengan mitranya. "Pemerintah tak akan masuk ke tata niaga seluler. Nanti saya bicara dulu dengan operator," kilahnya.(dn)