JAKARTA (IndoTelko) - Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (US$/USD) yang mendekati angka psikologis baru yaitu Rp15 ribu/USD membuat operator XL Axiata mulai menyiapkan sejumlah jurus.
"Seperti tulisan Pak Dahlan (Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan), jangan malu kencangkan ikat pinggang. Saya rasa itu yang akan kami lakukan juga (kencangkan ikat pinggang," ungkap Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini, kemarin.
Dian mengungkapkan, sebagai operator seluler hal yang menjadi tantangan bagi XL Axiata adalah pendapatan 100% dalam Rupiah, sementara belanja modal didominasi dalam Dollar AS.
"Hal yang paling terasa itu di belanja modal karena 50% pakai Dollar AS. Kalau soal hutang kami sudah kurangi eksposur dollar AS dengan lakukan konversi ke rupiah. Tahun depan ada hutang dalam dollar AS yang akan jatuh tempo, ini kami sedang kaji semua," ulas Dian.
Dian mengatakan langkah yang bisa dilakukan selain melakukan pengetatan anggaran adalah melakukan re-hedging alias lindung nilai kembali. XL sudah melakukan lindung nilai di kisaran Rp15 ribu/USD.
"Masalahnya kalau re-hedging itu ada biaya lagi. Biaya hedging dengan kondisi sekarang tak murahlah. Semua tengah kita kaji," katanya.
Sementara terkait dengan dampaknya bagi harga yang ditawarkan ke pelanggan, Dian menyatakan melihat dinamika pasar.
"Kalau harga kan sekarang cenderung stabil, tak ada perang harga. Mungkin nanti konsumen rasakan dengan nilai yang sama dapat value agak berkurang. Lihat nantilah, saya tak mau berandai-andai. Harapannya jangan naik lagi nilai tukar ke Rp 17 ribu hingga Rp 18 ribu, jangan aja deh," tukasnya.
Lantas bagaimana dengan kinerja XL untuk kuartal ketiga 2018? Dian memastikan belum terdampak karena efek registrasi prabayar tak dalam bagi anak usaha Axiata itu. "Kalau kuartal ketiga ini bagus, lihat saja nanti laporan keuangannya," tutupnya.
Selama Semester 1 2018, XL Axiata melakukan pembayaran kembali pinjaman bank sebesar Rp1,5 triliun melalui pembiayaan kembali serta pembayaran pinjaman sebesar US$50 juta dan Rp1.040 triliun sukuk melalui dana internal. Mulai 30 Juni 2018, semua pinjaman dalam dollar AS eksternal XL Axiata sepenuhnya telah terlindungi nilainya hingga jatuh tempo.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku heran dengan sejumlah pihak yang membandingkan kondisi pelemahan rupiah saat ini dengan krisis ekonomi tahun 1998. Meski nilai tukar rupiah sama-sama tembus Rp 14.900-an per dollar Amerika Serikat, namun ia menegaskan bahwa kondisinya jauh berbeda.
"Jangan dibandingkan Rp 14.000 sekarang dengan 20 tahun lalu," kata Darmin.
Darmin memastikan, fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Berbagai kebijakan yang selama ini diambil tetap akan dipertahankan. Hanya saja, pemerintah akan melakukan perbaikan di beberapa sektor, salah satunya transaksi berjalan yang kini mengalami defisit.
"Kelemahan kita hanya transaksi berjalan yang defisit 3%. Lebih kecil dari 2014, 4,2 persen. Masih lebih kecil dari Brasil, Turki, Argentina. Tolong membacanya, membandingkannya yang fair," tambah dia.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara pun mengatakan bahwa seharusnya pelemahan rupiah ini tidak perlu ditakutkan karena stabilitas ekonomi dan keuangan bisa terjaga dengan baik.
"Likuiditas terjaga baik, non performing loan (NPL) di perbankan Indonesia bahkan menurun dibandingkan 2015 dari 3,2 % menjadi 2,7%." kata Mirza.(dn)