JAKARTA (IndoTelko) - Pemerintah diharapkan untuk memiliki visi yang tegas dalam melindungi kedaulatan bangsa di era ekonomi digital.
"Kita perlu mempertahankan kedaulatan teritori digital Indonesia, agar anak-anak muda Indonesia bisa mendapatkan manfaat dari rantai nilai tambah ekpansi digital.Karenanya hati-hati dengan ide 100% kepemilikan asing di bizz digital, data interchanges, online contents, payment system dsb," cuit Ekonom Rizal Ramli dalam akun Twitter-nya (2/12).
Diingatkannya, hari ini penetrasi digital bisnis dan finansial Indonesia relatif masih rendah. Tapi dalam 5-10 tahun akan sangat besar dengan populasi 270 juta penduduk. "Kita ingin anak-anak muda Indonesia mendapatkan manfaat dari rantai nilai tambah ekpansi digital tersebut. Bukan sekadar menjadi pasar dan konsumen,” tegasnya.
Ditambahkannya, tanpa visi nasional yang kuat, Indonesia hanya akan menjadi pasar digital dan online untuk oligopoli Amerika dan Tiongkok."Harus mulai dipahami, selain kedaulatan teritorial, kita juga harus pertahankan kedaulatan teritori digital, sehingga bermanfaat untuk kemakmuran bangsa kita!" tandasnya.
Seperti diketahui, pemerintah baru saja mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XVI pada 16 November 2018. Salah satu yang dicantumkan dalam PKE tersebut adalah perihal relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai upaya untuk mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan.
Menko Perekonomian Darmin Nasution menyatakan ada 25 bidang usaha akan dibuka 100% untuk asing. (
Baca: Simpang siur DNI)
Dalam data ini untuk sektor TIK yang dimasukkan adalah Jasa sistem komunikasi, Penyelenggarakan jaringan telekomunikasi tetap, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak, Penyelenggaraan jasa telekomunikasi layanan content, Pusat layanan informasi atau call center dan jasa nilai tambah telepon lainnya sektor Kominfo, Jasa akses internet, Jasa internet telepon untuk kepentingan publik, Jasa interkoneksi internet (NAP), dan jasa multimedia lainnya.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) secara tegas menolak adanya relaksasi DNI di sektor Kominfo. (
Baca: Kontroversi DNI)
APJII mengingatkan jika relaksasi DNI dilakukan akan memukul langsung anggotanya yang kebanyakan pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
APJII juga mengingatkan saat ini ada ancaman beberapa perusahan asing yang mempunyai konsep "Global ISP" tanpa bekerjasama dengan Internet Service Provider (ISP) lokal. Adanya relaksasi DNI membuat, konsep Global ISP ini semakin dimudahkan yang ujungnya tidak baik bagi kelangsungan bisnis mayoritas dari 450 ISP Indonesia. (
Baca: Tolak Relaksasi DNI)
Belum lagi jika jasa interkoneksi internet (NAP) diperbolehkan dimiliki 100% oleh asing, maka itu sama saja menyerahkan gerbang-gerbang perbatasan digital Indonesia 100% kepada pihak asing.(wn)