JAKARTA (IndoTelko) - Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis (FSP BUMN Strategis) menolak rencana relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) terutama untuk sektor industri strategis seperti Telekomunikasi dan Informasi (TI), Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kesehatan, dan Pariwisata.
FSP Serikat BUMN Strategis membawahi Serikat Pekerja di Telkom, PLN, PJB, Indonesia Power, Telkomsel, dengan anggota puluhan ribu karyawan BUMN.
"Sektor industri strategis ini masuk dalam 25 kelompok industri yang rencananya akan dibuka pembatasan kepemilikan asing oleh pemerintah. FSP BUMN Strategis menolak karena tak sesuai dengan Undang-undang Dasar 45 (UUD 45)," tegas Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis (FSP BUMN Strategis) Wisnu Adi Wuryanto dalam keterangan, kemarin.
Menurutnya, kebijakan Pemerintah di bidang investasi pada empat sektor, khususnya TI dan ESDM saat ini sudah sangat liberal. “Hendaknya tidak perlu ditambah lagi bahkan mestinya dikurangi agar kedaulatan Bangsa terjaga. Dengan kepemilikan asing boleh mencapai 67% di sektor TI dan 49% di sektor energi seperti yang berlaku saat ini sudah sangat terbuka, mestinya dikurangi agar anak negeri masih menjadi pemilik mayoritas di rumahnya sendiri” kata Wisnu.
Diingatkannya sektor telekomunikasi dan energi adalah cabang produksi penting bagi Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak. Undang- undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenaga Listrikan serta Undang undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan demikian.
Implikasi dari hal tersebut pemerintah harus memegang kendali atas arah perkembangan dan kepemilikan Telekomunikasi dan Energi guna memastikan sumber daya yang terbatas itu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
"Jelas ini merupakan amanah Pasal 33 UUD Tahun 1945,” tambah Wisnu
Menurutnya, apabila Penyelenggaraan Jaringan telekomunikasi Tetap, Jaringan telekomunikasi Bergerak, penyelenggaraan Jasa Konten dan Aplikasi, Pengelolaan Energi di Hulu serta Pengelolaan Energy Hilir sepenuhnya dikuasai asing, maka Negara ini seperti menyerahkan kedaulatan industri strategis ke pihak asing.
"Karena kita tahu betapa pentingnya sektor telekomunikasi dan energi dalam menggerakkan perekonomian, kesejahteraan, sosial budaya, bahkan pertahanan keamanan negara,” tandas Wisnu. (
Baca: Kisruh DNI)
Wisnu mencontohkan, apa jadinya apabila misalnya nomor-nomor telepon para pejabat Negara terregistrasi di operator telekomunikasi yang seluruh sahamnya dimiliki asing 100%? Lebih jauh lagi, sektor energi yang menjadi kebutuhan vital rakyat ternyata dilayani oleh perusahaan asing, akan mengakibatkan negara dan rakyat akan kehilangan kedaulatannya. (
Baca: Relaksasi DNI)
Diungkapkannya, kekuatan satu-satunya yang dimiliki Indonesia dalam rangka mempertahankan kedaulatan di industri strategis adalah kepemilikan modal.
Saat ini ketergantungan Indonesia kepada asing dalam hal produk teknologi telekomunikasi dan energi sangat tinggi.
Jaringan telekomunikasi yang tersebar di Indonesia, perangkat konstruksi dan pengeboran migas dapat dikatakan hampir seluruhnya adalah produk impor.
Apa jadinya bila para produsen perangkat dengan teknologi tinggi tersebut dibolehkan memiliki modal sampai 100% saat mendirikan perusahaan jasa turunan produk-produk tersebut?
"Jika hal tersebut tetap dilaksanakan, mari kita tunggu hancur dan matinya Perusahaan Perusahaan baik BUMN maupun swasta nasional yang mengelola sektor-sektor tersebut. Kondisi yang sangat Jauh dari cita-cita ingin berdaulat di sektor telekomunikasi dan energi," katanya.
Dipaparkannya, khusus untuk sektor telekomunikasi, saat ini dengan pembatasan pemodalan maksimal 67% asing, sumbangan kepada defisit neraca perdagangan di bidang ini sekitar Rp2,3 triliun, karena Indonesia belum bisa memproduksi sendiri untuk memenuhi kebutuhan.
"Harusnya pemerintah lebih berkonsentrasi untuk mendorong dan menumbuh kembangkan industri sehingga dapat mengurangi defisit, bukannya membebaskan kepemilikan sampai 100% kepada asing, yang pasti akan membuat defisit semakin membengkak karena impor akan semakin banyak,” pungkas Wisnu.
Diharapkannya, Presiden Joko Widodo memperhatikan pentingnya dua sektor strategis di atas, dan mempertimbangkan kembali rencana relaksasi DNI 100% terhadap sektor energi dan telekomunikasi.
"Bila hal tersebut tetap dilaksanakan, maka dipastikan kebijakan Pemerintah tersebut bertentangan dengan amanah konstitusi UUD 1945. Federasi akan melakukan perlawanan terhadap kebijakan dimaksud” tutup Wisnu.(id)