JAKARTA (IndoTelko) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan isi draft revisi PP 82/2012 atau Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) harus memperhatikan kepentingan nasional.
"Suatu kebijakan harus berpijak kepada kepentingan nasional. Apabila ada kebijakan yang secara sengaja dibuat padahal berpotensi merugikan negara, maka bisa masuk dalam ranah KPK sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," papar Deputi Bidang Informasi & Data KPK Hary Budiarto dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digagas Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) belum lama ini.
Diskusi ini juga diikuti perwakilan dari Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO), Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Asosiasi Peranti Lunak Telematika Indonesia (ASPILUKI), dan Indonesia ICT Institute yang selama ini dikenal publik menolak isu relaksasi lokalisasi data center yang tertuang dalam draft revisi PP PSTE.
Diingatkannya, semua pemangku kepentingan yang bersinggungan dengan mengkaji lebih dalam mengenai potensi kerugian negara akibat dari rencana revisi PP 82/2012.
Dalam diskusi yang dipimpin oleh Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi, dan Material dan juga sekaligus sebagai Chief Information Officer (CIO) BPPT Prof. Dr.-Eng. Eniya Listiani Dewi, B.Eng., M.Eng para peserta menyarankan soal penempatan data center sebaiknya harus di Indonesia.
Beberapa pertimbangan tentang penolakan relaksasi lokalisasi data yang diusung draft revisi PP PSTE diantaranya:
1. Perlindungan data pribadi dan data semua WNI serta data transaksi yang terjadi dan melibatkan orang Indonesia atau locus di Indonesia.
2. Kedaulatan Data.
3. Menghindari terjadinya money laundering.
4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas DC-DRC di Indonesia seiring dengan berkembangnya tren
Big Data.
5. Meningkatnya kualitas infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi & listrik.
6. Membangun ekosistem Data Center dan Disaster Recovery Center di Indonesia.
7. Memudahkan dalam penyidikan dan penindakan saat terjadi kasus kejahatan siber karena
berada dalam teritori hukum Indonesia.
8. Biaya lebih ekonomis saat melakukan penyidikan & penindakan tidak perlu ke Luar Negeri.
9. Lebih cepat mencegah terjadinya penghilangan barang bukti.
10. Saat ini DC-DRC di Indonesia sudah banyak yang mengantongi sertifikat Tier 3 dan 4.
Salah satu kesimpulan dan saran yang lumayan strategis dalam diskusi tersebut adalah dengan ditempatkannya semua data elektronik di Indonesia akan lebih memudahkan otoritas di Indonesia untuk mengkaji, memproses, mengolah dan mendistribusikan data elektronik tersebut untuk kepentingan nasional.
Ketua Umum ACCI Alex Budiyanto mengapresiasi kepedulian BPPT mengenai rencana revisi PP 82/2012 yang akan berdampak sistemik secara nasional. "Apresiasi dan terima kasih kepada BPPT yang telah mengadakan diskusi yang sangat penting ini," katanya.
Diharapkannya, hasil diskusi bisa menjadi rekomendasi dari BPPT kepada Pemerintah, agar rencana revisi PP82/2012 dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional. (
Baca: Revisi PP PSTE)
"Kami semua sangat menghargai dan menyampaikan penghormatan kepada BPPT dan KPK yang telah memberikan perhatian kepada rencana revisi PP 82/2012. BPPT adalah lembaga negara yang sangat kompeten untuk memberikan pemikiran dan pandangan terhadap kebijakan nasional yang terkait dengan penerapan teknologi informasi dan komunikasi. KPK pun tentu sangat terkait dengan substansi revisi PP 82/2012 karena keberadaan data dari aktifitas online dan jejak digital merupakan alat bukti dari suatu kejahatan siber termasuk juga kejahatan korupsi," tutupnya. (
Baca:
Kontroversi revisi PP PSTE)
Asal tahu saja, sejak Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggulirkan ide relaksasi lokalisasi data dalam draft revisi PP PSTE pada 2018 lalu, gelombang penolakan dari pelaku usaha dalam negeri sangat kencang.
Draft versi pertama dari Kominfo kabarnya pernah dikembalikan oleh Kementerian Sekretariat Negara untuk diperbaiki. Kabar terakhir, draft versi revisi sudah disampaikan lagi oleh Kominfo kepada Kementerian Sekretariat Negara pada Januari 2019.(id)