JAKARTA (IndoTelko) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) akan menerapkan teknologi modifikasi cuaca untuk mengatasi pencemaran udara yang disebabkan kegiatan perekomian di wilayah DKI Jakarta pada pertengahan Juli.
“Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mengatasi pencemaran udara yang disebabkan kegiatan perekonomian baru pertama kali dilaksanakan. Gubernur DKI Jakarta sudah beri lampu hijau dan meminta agar TMC dilaksanakan paling cepat setelah tanggal 10 Juli dan paling lambat sebelum periode anak sekolah masuk pasca libur,” ungkap Kepala BPPT Hammam Riza, kemarin.
Operasi modifikasi cuaca di Ibukota akan didukung TNI-AU dari skadron 4 Lanud Abdurachman Saleh Malang dengan menyiapkan armada CASA. “Pihak TNI sudah sampaikan siap mendukung penuh. Kami akan terus berkoordinasi dengan perbagai pihak untuk kelancaran pelaksanannya nanti,” lanjut Hammam Riza.
Kepala BBTMC Tri Handoko Seto mengatakan teknologi modifikasi cuaca antisipasi pencemaran udara di perkotaan ini berbeda dengan operasi modifikasi cuaca untuk penanggulangan karhutla. Beberapa negara seperti Thailand, Tiongkok, Korea Selatan, dan India sudah terapkan TMC untuk mengatasi pencemaran udara di perkotaan.
Pada 2015 Thailand telah berhasil melakukan uji coba untuk mengendalikan pencemaran udara di Kota Bangkok dengan menggunakan metode cloud seeding dan menghilangkan lapisan inversi. India berupaya mengatasi polusi yang cukup parah di kota New Delhi dengan menerapkan hujan buatan dengan metode menyebarkan bahan kimia dari pesawat. Sementara Tiongkok jauh lebih maju dibanding Korea Selatan dalam teknologi modifikasi cuaca dengan menciptakan hujan di atas perairan antar negara yang akan membantu mengurangi polusi udara.
“Negara-negara tersebut berjuang mengatasi polusi udara dengan cara mengendalikan cuaca itu sendiri,” ujarnya.
Di Indonesia, BBTMC akan menawarkan tiga skenario teknologi modifikasi cuaca untuk antisipasi pencemaran udara.
Pertama, penyemaian awan dengan garam NaCL akan dilakukan disaat ada awan potensial agar hujan terjadi di wilayah Jakarta sehingga polutan yang ada di atmosfer Jakarta dan upwind bisa tersapu dan jatuh bersama dengan air hujan.
Metode kedua, jika tidak ada awan potensial, dilakukan penghilangan lapisan inversi, yaitu dengan melakukan semai pada lapisan-lapisan inversi dengan menggunakan dry ice dengan tujuan lapisan tersebut menjadi tidak stabil. “Lapisan inversi ini menjadi salah satu penghalang bagi polutan untuk terbang secara vertical, sehingga polutan terakumulasi di permukaan hingga dibawah lapisan inversi,” ujar Seto.
Ketiga, dengan metode water spraying dari darat menggunakan alat Ground Mist Generator yg akan ditempatkan di 10 lokasi di daerah upwind. “Disaat sulit ditemukan awan kita akan lakukan penyemprotan air dengan pesawat dari darat ke atmosfer. Air yang disemprotkan bertujuan untuk mengikat polutan yang ada,” ungkapnya.(wn)