JAKARTA (IndoTelko) - Peraturan Menteri terkait pengelolaan dan pengendalian ponsel black market melalui International Mobile Equipment Identity (IMEI) akan ditandatangani Agustus 2019 dan akan berlaku kurang lebih enam bulan kermudian. Artinya, peraturan baru efektif Februari 2020.
“Ini berlaku ke depan, jadi seluruh perangkat yang sudah beredar sebelum Februari 2020, belum terkena peraturan,” jelas Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ismail seperti dikutip dari laman Kominfo (12/8).
Ismail menjelaskan infrastruktur untuk validasi IMEI akan terdiri dari tiga bagian, yaitu pusat data, unsur konektivitas, dan feedback dari hasil data.
Diungkapkannya, sudah ada beberapa negara yang berusaha menerapkan pengendalian IMEI. Antara lain Turki, Pakistan, dan India. Pengendalian IMEI dimotori oleh Global System for Mobile Communications yang mendukung penuh sejumlah negara untuk mencegah ponsel BM.
“Kami banyak melakukan match making dengan peraturan yang terakhir diterbitkan Pakistan. Jadi salah satu acuan kami, namun itu tidak satu-satunya, karena banyak juga hal yang perlu dilakukan sesuai dengan kondisi di Indonesia yang berbeda dengan negara-negara lain,“ tutup Ismail.
Asal tahu saja, pemerintah melalui tiga kementerian tengah menggodok aturan soal validasi ponsel via IMEI.
Tiga kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
Pemerintah menyiapkan tiga fase sebelum aturan diimplementasikan penuh. Pertama, yaitu fase inisiasi dengan penandatanganan tiga peraturan menteri atau permen.
Kedua, fase persiapan. Di mana pemerintah menyiapkan sejumlah hal, seperti Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (Sibina), Database IMEI, pelaksanaan tes, dan sinkronisasi data operator seluler.
Selanjutnya, persiapan dan pelaksanaan sosialisasi, penyiapan pusat layanan konsumen, penyiapan sumber daya manusia (SDM), standard operating procedure (SOP) tiga kementerian bersama operator seluler.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi mendorong untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Antiponsel Ilegal dengan merazia toko-toko. Satgas ini personelnya terdiri Kominfo, Kemendag, dan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan.
"Kalau kebijakan yang nanti mau ditandatangani kan yang IMEI-nya tidak terdaftar maka operator diminta supaya blokir. Padahal bisa jadi konsumen tidak tahu apakah membeli ponsel BM atau bukan. Jadi jangan bicara di ujung dong, tapi harus dari hulu," katanya.
Pelaksana Dewan TIK Nasional Garuda Sugardo mengungkapkan ada ancaman hilangnya kedaulatan data jika validasi IMEI mengandalkan perangkat asing.
"Perangkat Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS) jelas masuk ke dalam kategori konflik, karena chipset dan CPU ponsel adalah produk Qualcomm. Perlu transparansi informasi. Apakah sudah ada kajian tentang implementasi DIRBS di negara lainkah, bagaimana model bisnisnya, lalu, hasilnya apa untuk mengatasi ponsel ilegal," katanya.
Garuda mendesak Kemenperin membuka detail kerjasamanya dengan Qualcomm terkait hibah perangkat DIRBS.
Anggota Ombudsman, Alamsyah Siragih, mengaku akan memanggil pihak terkait soal aturan IMEI ilegal. Salah satunya adalah mengenai keterlibatan Qualcomm dalam penyediaan alat Sibina. "Jangan sampai ada masalah di kemudian hari dengan penyediaan perangkat oleh pihak ketiga itu," ujarnya.
Direktur Industri, Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian, Janu Suryanto menjelaskan keterlibatan Qualcomm karena banyak system on chip (SOC) digunakan untuk smartphone dibandingkan dengan perusahaan teknologi serupa
"Dilihatnya dari kepentingan pemerintah. Kan banyak pemasukan pajak, penambahan investasi dan tenaga kerja," jelasnya.(id)