JAKARTA (IndoTelko) – Peralihan tahun selalu menjadi momen yang menarik bagi investor dan pengamat pasar modal. Sentimen window dressing di akhir tahun 2019 dan January Effect setidaknya mampu membuat investor lebih menaruh perhatian ekstra terhadap kinerja emiten-emiten unggulan, khususnya di saham-saham perusahaan blue chips.
Managing Director Bareksa Prioritas Ricky Rachmatulloh mengatakan di tengah sejumlah isu eksternal yang berkembang di skala global dan regional, khususnya di kawasan Asia, Eropa dan kawasan Asia Tenggara, meminta agar investor lebih menaruh perhatian dan peka dalam melihat dan menentukan langkah di market.
Terlebih, merebaknya endemik virus Corona yang bermula dari daratan Tiongkok turut mempengaruhi sentimen pasar dan menyeret Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup negatif hingga di akhir perdagangan bursa di bulan Januari 2020.
“Perkembangan negosiasi dagang antara Tiongkok-Amerika yang berangsur menjadi lebih positif, tensi geopolitik Amerika-Iran, aksi boikot CPO Malaysia oleh India, hingga penyebaran virus Corona membuat kami di Bareksa Prioritas mengarahkan investor agar tetap stay invested di market namun dengan lebih sensitif dalam mengambil keputusan untuk menentukan alokasi asetnya. Alasannya, saat ini kami juga melihat beberapa korporasi global sudah merilis laporan keuangannya yang terlihat rata-rata sesuai ekspektasi,” tutur Ricky.
Dilansir dari Bloomberg, dari perusahaan-perusahaan S&P 500 yang telah merilis laporan keuangannya sejauh ini, sekitar 67% perusahaan tersebut telah membukukan laba yang lebih baik dari perkiraan. Selain itu, dari dalam negeri, kinerja Rupiah terpantau menguat dengan kenaikan signifikan sejak awal tahun yang terus mengalami rally lebih dari 2%. Hal ini semakin menjadi alasan untuk menguatkan tingkat optimisme investor agar tidak melakukan aksi cut-loss kendati isu regional tengah menunjukkan gejala siaga.
Ricky menyebutkan, investor memilih untuk bertahan di market namun mengambil opsi yang lebih terukur, yakni di produk-produk Reksa Dana Pasar Uang yang dapat digunakan sebagai “tempat parkir” sementara sambal secara bertahap mengambil momentum masuk ke pasar saham atau obligasi jangka menengah dan panjang. Secara umum, para advisor Bareksa Prioritas cukup optimis melihat faktor internal, khususnya dari sisi nilai tukar Rupiah dan kebijakan akomodatif dari pemerintah.
“Investor high net-worth cenderung tidak terlalu gegabah dalam melihat fenomena-fenomena seperti ini. Selain dari anjuran kami untuk tetap peka dan sensitif pada isu regional, agaknya secara karakter, investor memiliki preferensinya sendiri dalam menentukan kapan harus keluar dan masuk ke market. Hal ini kami rasa cukup strategis, mengingat di momen seperti ini, kami kerap menganjurkan investor untuk tetap stay invested di market dan menunggu momen yang tepat untuk menambah porsinya atau kembali masuk ke market, bahkan ketika market masih cenderung terkoreksi maka investor dianjurkan dapat memanfaatkan momen ini untuk melakukan bottom fishing,” lanjut Ricky.
Dalam lingkup transaksi reksa dana, technical correction IHSG dapat dimanfaatkan dengan aksi profit taking atau realokasi aset Reksa Dana Saham ke Pasar Uang atau Pendapatan Tetap. Adapun untuk produk reksa dana lainnya, saat ini Bareksa Prioritas juga merekomendasikan produk-produk dengan jangkauan investasi ke pasar global.
Ricky menyebutkan, untuk investor yang memiliki aset dalam bentuk Dollar Amerika Serikat, saat ini investor dapat memilih reksa dana dengan denominasi USD yang memiliki fokus exposure ke pasar saham Amerika Serikat dan Asia Pasifik.
“Asset class equity yang banyak menempatkan dananya di offshore dan domestik sedang kami telaah potensinya. Paling tidak sampai dengan tiga bulan mendatang. Di awal tahun, seiring dengan trend penguatan di yield bonds yang sudah terjadi, biasanya minat investor akan berlanjut ke pasar equity kedepannya,” tutup Ricky.(wn)