JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) optimistis Satelit Multifungsi Republik Indonesia (SMF SATRIA) akan diluncurkan pada tahun 2023.
“Harus optimis, space segment tahun 2023 satelit diletakkan di slot orbit 146 bujur timur, tetapi ground segment juga akan kita mulai membangunnya pada Tahun 2022,” tutur Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, kemarin.
Dikatakannya, pada saat peluncuran, penempatan serta commercial operation satelit di tahun 2023 nanti, seluruh kebutuhan space segmen dan ground segmen sudah tersedia.
Disebutkannya ada tiga tahapan penting dalam memastikan peluncuran SMF SATRIA tahun 2023 nanti, tiga tahapan itu mencakup proses produksi, transportasi dan peluncuran.
“Tahapan yang pertama proses produksi satelit di Perancis, tahapan yang kedua transportasi satelit dari Thales (Perusahaan asal Perancis) ke tempat peluncuran roket,” ujarnya
Sedangkan tahap ketiga adalah proses peluncuran itu sendiri pada saat satelit SATRIA naik ke angkasa sampai atau tidak sampai di orbit.
“Sampai dengan tahun 2030, kebutuhan kapasitas satelit Indonesia diproyeksikan mencapai 900 Gbps atau 0,9 Tbps. Kita juga masih masih membutuhkan pembangunan ground segment untuk melengkapi pembangunan space segment yang sedang kita bangun,” tuturnya.
Asal tahu saja, penandatanganan Preparatory Work Agreement (PWA) untuk proyek SMF SATRIA telah selesai dilakukan. Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan perusahaan asal Perancis Thales Alenia Space (TAS) yang bergerak di industri kendaraan antariksa untuk pembuatan satelit ini.
Tahapan PWA menandai kesepakatan antara konsorsium PSN dan TAS untuk memulai pekerjaan manufacturing satelit SATRIA antara PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) sebagai bagian dari konsorsium Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dengan perancang dan pabrikan asal Perancis Thales Alenia Space (TAS).
Dalam tahapan itu terdapat dua kegiatan pokok, yaitu: pertama, melakukan tinjauan kebutuhan muatan sistem satelit yang merupakan penyesuaian desain satelit dengan permintaan pengguna. Dan kedua, melakukan tinjauan status kualifikasi komponen yang merupakan tinjauan kualifikasi komponen-komponen satelit yang dipersyaratkan.
SATRIA memiliki ciri atau spesifikasi khusus, yang dikenal dengan sebutan High Throughput Satellite (HTS) dengan kapasitas 150 Gbps.
Saat ini Indonesia memanfaatkan 5 satelit nasional dengan kapasitas sekitar 30 Gbps, dan 4 satelit asing yang memiliki kapasitas 20 Gbps.
Total kapasitas 9 satelit yang saat ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi kita memiliki kapasitas sekitar 50 Gbps. Jika diperbandingkan, kapasitas Satria tentu jauh lebih besar, atau sekitar 3 kali lipat dari total kapasitas 9 satelit yang saat ini dimanfaatkan di Indonesia.
Proyek SATRIA akan menghadirkan akses wifi gratis di 150.000 titik layanan publik di berbagai penjuru nusantara. Layanan itu akan dapat menghadirkan layanan publik yang prima, dimana setiap titik layanan akan tersedia kapasitas sebesar 1 Mbps.
150.000 titik tersebut terdiri dari: 93.900 titik sekolah dan pesantren, 47.900 titik kantor desa, kelurahan dan kantor pemerintahan daerah, 3.700 titik fasilitas kesehatan, dan 4.500 titik layanan publik lainnya.
Proyek satelit SATRIA dikerjakan dalam skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Kementerian Kominfo bertindak selaku Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK).
Pabrikan Proyek KPBU SATRIA adalah Thales Alenia Space (TAS) yang bermarkas di Perancis. Sedangkan peluncuran akan dilakukan dengan menggunakan roket Falcon 9-5500 yang diproduksi oleh Space-X, perusahaan asal Amerika Serikat. TAS merupakan perusahaan pembuat satelit ternama yang ditunjuk oleh SNT sebagai kontraktor pembuat satelit untuk proyek SMF SATRIA.
Skema pendanaan proyek tertuang dalam sindikasi pembiayaan yang didukung dengan tersedianya equity portion. Capital expenditure untuk space segment proyek ini bernilai sekitar US$550 juta, dimana 20% nilai tersebut akan dibiayai dengan equity oleh satellite project sponsor. Sedangkan sisanya didanai melalui sindikasi pembiayaan internasional.(ak)