JAKARTA (IndoTelko) - Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Timur, Emil Dardak mengakui sulitnya menggelar jaringan infrastruktur dasar seperti kabel telekomunikasi, pipa air dan listrik.
Sehingga perlu adanya sinkronisasi dan harmonisasi regulasi terkait dengan penggelaran infrastruktur dasar dan digital di Indonesia. Terlebih lagi ketika pandemi Covid-19 berlangsung dimana seluruh elemen masyarakat membutuhkan infrastruktur dasar seperti layanan telekomunikasi guna mendukung aktivitasnya.
Karena itu menurut Emil, tidak boleh ada pihak-pihak yang menghalang-halangi atau menghambat pembangunan infrastruktur digital. Jika ada pihak yang menghalang-halangi, maka sama artinya dengan melawan kepentingan masyarakat luas yang sangat membutuhkan layanan telekomunikasi.
"Saya menyadari pentingnya penggelaran infrastruktur digital. Saya setuju penggelaran dan perizinan infrastruktur telekomunikasi harus dipermudah. Jika ada daerah yang bertentangan dengan semangat transformasi digital yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, itu artinya melawan kebutuhan masyarakat. Siapapun itu baik itu menteri, gubernur, walikota, bupati, camat, kades tak boleh melawan kebutuhan masyarakat,"ungkap Emil.
Emil mengakui saat ini ada kendala penggelaran infrastruktur telekomunikasi di Kota Surabaya dan Kota Mojokerto. Agar kepentingan masyarakat luas tercapai dan kepentingan Pemerintah Daerah (Pemda) dapat terakomodasi, Emil meminta semua pihak untuk duduk bersama mencari akar permasalahan agar tercipta solusi yang tidak merugikan masyarakat.
Walikota Surabaya menginginkan daerahnya indah dan infrastruktur esensial seperti kabel listrik dan kabel telekomunikasi tertata baik. Menurut Emil, seharusnya Walikota Surabaya tidak berbicara berapa harga sewa lahan. Namun untuk menuju cita-cita transformasi digital nasional harus ada blue print untuk penyelenggaraan sarana utilitas, bukan sewa lahan.
"Misalnya ada kantor pemerintahan, fasilitas umum dan sosial yang dilewati jaringan telekomunikasi. Kami berharap mendapatkan akses internet karena hal ini sangat penting untuk mendukung e-goverment,"terang Emil.
Meski banyak permasalahan penggelaran jaringan di Kota Surabaya dan Kota Mojokerto, Emil optimis dengan komunikasi dan dialog yang baik, akan ditemukan jalan keluar yang terbaik bagi masyarakat dan operator telekomunikasi.
"Sarana jaringan utilitas terpadu jangan sampai membuat ekonomi biaya tinggi. Kalau ujung-ujungnya pembangunan sarana jaringan utilitas terpadu membebani masyarakat, saya minta jangan dilakukan. Political elected leader punya tanggung jawab untuk memaksimalkan kesejahteraan masyarakat,"terang Emil.
Di UU Cipta Kerja disebutkan, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah milik negara atau bangunan dan tanah yang dikuasai negara. Selanjutnya di UU 28 tahun 2009, penggunaan lahan aset milik Pemda yang tidak merubah fungsi tanah, tidak termasuk pemakaian kekayaan daerah. Seperti pemancangan tiang dan atau pembentangan kabel jaringan telekomunikasi. Menurut Emil pemerintah provinsi memiliki kewajiban membantu harmonisasi regulasi di pemerintah Kota Surabaya dan Kota Mojokerto.
"Tentunya harmonisasi dan sinkronisasi ini atas arahan serta petunjuk dari Kemenko Polhukam dan Kemendagri. Kita memiliki tugas untuk melakukan harmonisasi seluruh regulasi agar sesuai UU Cipta Kerja. Semua regulasi baik itu Perda, Pergub, Perwali dan Perbup harus sesuai UU Cipta Kerja. Saya aja mau mendapatkan akses menggelar pipa PDAM di jalan tol saja susahnya setengah mati,"ungkap Emil.
Emil sangat mengapresiasi terselenggaranya Forum Koordinasi dan Sinkronisasi - Percepatan Transformasi Digital Nasional melalui Kolaborasi Kemudahan Penggelaran Infrastruktur Digital (10/11). Diharapkan forum ini dapat ditindaklanjuti agar mendapatkan titik temu untuk mencari solusi yang terbaik bagi seluruh pemangku kepentingan.
Kabel telekomunikasi yang semerawut, menurut Emil sangat membahayakan masyarakat. Menurut Emil, operator telekomunikasi juga akan senang kalau diatur dan ditata dengan benar karena keamanan jaringannya lebih terjamin.
"Sehingga dengan forum komunikasi ini, ketika ada cost yang timbul dari pembangunan sarana jaringan utilitas terpadu, pasti ada jalan keluar yang terbaik. Prinsipnya adalah cost recovery. Harmonisasi regulasi dan komunikasi seperti ini penting dilakukan. Penggelaran infrastruktur digital saat ini mutlak dilakukan,"ungkap Emil.
Saat ini 67% desa di Jawa Timur sudah terjangkau layanan fiber optik. Dari 8.000 desa/ kelurahan di Jawa Timur, ada 660 desa/ kelurahan yang belum bisa menikmati layanan internet broadband. Belum lagi kebutuhan internet broadband di kawasan industri dan pariwisata di Jawa Timur.
Memperhatikan pentingnya broadband bagi masyarakat serta masih terdapat wilayah di Jawa Timur yang belum mendapat layanan internet, Emil mendesak Pemerintah Kota Surabaya dan Mojokerto untuk segera melakukan penyelarasan Peraturan Daerah dengan UU Cipta Kerja. "Ini yang harus kita kejar agar seluruh desa di Jawa Timur dapat menikmati layanan internet broadband dengan harga yang terjangkau,"pungkas Emil.(tp)