JAKARTA (IndoTelko) – Sejak merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia, berbagai industri mengalami guncangan yang hebat. Ketidakstabilan ekonomi terjadi. Apalagi saat beberapa peraturan yang melaksanakan pembatasan sosial dilakukan, gejolak perekonomian seolah berhenti tanpa gairah. Pengaruh tersebut memaksa banyak industri melakukan pembiasaan demi mengatasi kerugian.
Namun, di saat pandemi, ternyata tidak semua industri mengalami kemerosotan. Di lain sisi, pengaruh pandemi justru meningkatkan industri investasi, yang terdiri dari beberapa jenis investasi, misalnya saham, reksadana, dan obligasi. Tren kenaikan industri investasi ini nyatanya menarik investor domestik untuk meningkatkan pendapatan mereka di tengah ketidakpastian masa pandemi.
Bahkan, berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor yang meliputi investor saham, reksadana, dan obligasi di pasar modal sampai dengan 30 September 2021 jumlahnya mencapai 6,43 juta investor. Jumlah itu meningkat 66% lebih dibandingkan akhir 2020 atau naik lima kali lipat sejak 2017. Angka itu didominasi investor ritel yang proporsinya mencapai 90% dari total keseluruhan investor.
Meningkatnya investor ritel domestik juga tidak lepas dari peran perusahaan financial technology (fintech) dalam membantu mendistribusikan produk investasi Surat Berharga Negara (SBN) pemerintah dan reksadana serta saham dari perusahaan yang bergerak di bursa efek. Secara umum, fintech mendorong inklusi keuangan dan literasi keuangan. Di mana pada masa pandemi, kebanyakan investor menerima pengetahuan investasi melalui berbagai platform digital.
Menanggapi peran fintech dalam memengaruhi kenaikan jumlah investor, Chief Marketing Officer Moduit, Stefanus Adi Utomo mengatakan, investor ritel terdorong melakukan investasi karena situasi pandemi. “Dalam situasi serba terbatas, investor mencari cara untuk melakukan transaksi yang aman, dipilihlah berinvestasi ke obligasi, reksadana, bahkan saham. Pilihan ini karena literasi investasi sudah meningkat di Indonesia,” ujarnya.
Sebagai contoh, kata Stefanus, meningkatnya literasi investasi berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah investor domestik. Hal ini juga terjadi di Moduit. Sejak awal pandemi, rata-rata jumlah dana investasi per nasabah dari saluran business to consumer (B2C) Moduit meningkat sebanyak 4 kali lipat menjadi di atas Rp 70 juta per nasabah. Adapun Profesional yang bergabung menjadi Mitra Moduit Advisor sendiri mengalami kenaikan pesat sebesar 3,5 kali lipat dengan rata-rata per jumlah investasi per nasabah sebesar Rp 950 juta.
Menurut Stefanus, angka pertumbuhan yang terjadi di Moduit, tidak terlepas dari tiga hal utama. Pertama, pengaruh literasi investasi yang sudah cukup baik di Indonesia. Kedua, perusahaan fintech (Moduit) fokus pada kebutuhan masyarakat masa kini. Ketiga, terciptanya kepercayaan masyarakat untuk mengambil langkah upaya mensejahterakan diri yang berasal dari ketidakpastian pandemi. “Ketiga faktor itu memicu terjadinya investasi yang tinggi di masa pandemi,” tuturnya.
Sementara itu, Chairman Financial Planner Association Indonesia (FPAI) Judy Febryano, CFE., menuturkan, kenaikan jumlah investor merupakan sentimen positif dalam meningkatkan tren investasi di Indonesia. “Kami percaya literasi investasi di Indonesia makin meningkat, sebab sudah banyak masyarakat yang memiliki portofolio produk investasi,” katanya. Menurutnya, semakin banyak masyarakat yang berinvestasi, pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin baik.
Ia juga menilai kenaikan angka investor domestik di pasar modal dalam negeri menunjukkan adanya kepercayaan yang tinggi dalam berinvestasi. “Tren pertumbuhan ini memberikan kekuatan investasi di perusahaan nasional yang didominasi investor lokal. Artinya, ketergantungan terhadap asing bisa menurun, sebab investor domestik menguat,” tuturnya. Dengan begitu, ia menilai, perkembangan perekonomian nasional di masa pandemi sudah bergerak positif.(wn)