JAKARTA (IndoTelko) - Seiring transformasi digital dalam lingkungan kerja dan ekonomi digital yang terus tumbuh di tengah pandemi, kepopuleran tanda tangan elektronik (TTE) pun terus meningkat secara global, termasuk Indonesia.
DocuSign, Inc,. salah satu penyedia layanan tanda tangan elektronik global, mencatat pendapatan sebesar US$ 545.5 juta di Q3 2021, atau meningkat sebesar 42% Year-on-Year (YoY).
Dengan jumlah pengguna secara global mencapai 1,1 juta pengguna, DocuSign menyatakan bahwa total addressable market (TAM) dari tanda tangan elektronik masih terbuka luas, hingga mencapai US$ 25 triliun. Di Indonesia, tren ini dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah penyedia layanan tanda tangan elektronik yang masuk ke dalam industri ini.
“Sejalan dengan tren global sekarang, pandemi telah meningkatkan penggunaan platform digital yang mendukung Work From Home dan Remote Work di Indonesia. Melalui manajemen akses, verifikasi dan autentikasi identitas, dan tanda tangan elektronik tersertifikasi, kami telah membantu partner bisnis kami untuk melindungi identitas digital penggunanya, dan membantu mengembangkan bisnis mereka menjadi lebih cepat dan efisien. Selain itu, dengan lebih banyak perusahaan yang cenderung mempertahankan alur kerja digital pasca pandemi, kami optimis bahwa industri ini akan terus tumbuh,” kata VIDA’s Co-Founder and Chief Operating Officer Indonesia Digital Identity (VIDA) Gajendran Kandasamy.
Seiring dengan tanda tangan elektronik yang makin populer penggunaannya di Indonesia, hadirnya regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah menyediakan kepastian hukum dalam penggunaan tanda tangan elektronik. Di Indonesia, tanda tangan elektronik telah disahkan oleh Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), diikuti oleh Peraturan Pemerintah (PP) no. 71 2019. Dalam periode 2018-2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia mencatat lebih dari 2,58 juta sertifikat elektronik telah diterbitkan untuk menjamin tanda tangan elektronik tersertifikasi.
“Sertifikat elektronik adalah sebuah upaya untuk meningkatkan keamanan bagi penyelenggara sistem elektronik secara signifikan, secara khusus dalam aspek kerahasiaan, keaslian, integritas dan nirsangkal (non-repudiation). Dalam menjalankan peran sebagai pihak terpercaya (trusted entity) yang menjamin kepemilikan sertifikat elektronik secara unik yang diklaim oleh pengguna, VIDA mengadopsi budaya keamanan siber yang ketat dalam prosesnya. Secara internal, kami memiliki divisi yang berbeda yaitu divisi Governance, Risk, and Compliance (GRC), divisi Regulatory Compliance dan divisi Security Operation Center (SOC) yang memastikan komponen teknis dan persyaratan hukum maupun implementasinya telah dipenuhi. Kami juga melewati program audit secara menyeluruh oleh auditor eksternal dan independen yang mencakup persyaratan teknis (WebTrust CA 2.2, WebTrust CA SSL), manajemen keamanan (ISO 27001 dan ISO 27701), standar regulasi di Indonesia, dan undang-undang perlindungan data dalam kawasan maupun GDPR (General Data Protection Regulation),” katanya.
Selain diakui sebagai PSrE terdaftar dan berinduk di bawah Kominfo, VIDA juga menjadi PSrE Indonesia pertama yang menerima sertifikasi global WebTrust. VIDA juga terdaftar dalam regulatory sandbox milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun, perjalanan VIDA tersebut mendorong kepercayaan dari berbagai penyedia tanda tangan elektronik global dengan memvalidasi tanda tangan elektronik mereka di Indonesia melalui sertifikat elektronik yang dikeluarkan oleh VIDA.
“Di awal 2022, VIDA telah memperkuat posisinya sebagai PSrE Indonesia yang telah diakui oleh pemain global. Hal ini menandakan adanya kepercayaan pemimpin industri terhadap kepatuhan VIDA pada standar hukum dan keamanan siber secara global. Sejalan pula dengan misi dari pemerintah untuk memajukan ekosistem digital yang aman di Indonesia, Kami harap ini dapat mendorong pertumbuhan industri digital di Indonesia secara inklusif,“ tutup Gajendran.(wn)