JAKARTA (IndoTelko) -- Korban binary option semakin ramai dan semakin heboh di grup media social telegram. Pengamat menilai korban-korban ini ingin kaya secara instan, padahal tidak tahu tentang ilmu keuangan atau literasi keuangan.
Pengamat menilai bahwa kasus ini bukan hanya salah dari influencer atau afiliator semata dan pihak influencer tidak bisa disalahkan begitu saja. Karena masyarakat itu sendiri yang belum memahami dan ingin cepat-cepat kaya atau ingin mendapatkan kekayaan instan.
“Yang dibutuhkan ke depan adalah pengetahuan masyarakat terkait cara kerja produk-produk investasi, dan agar tidak mudah tergiur keuntungan cepat,” kata Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ajisatria Suleiman, belum lama ini.
Dia mengatakan Literasi dibutuhkan sejak dini, sejak dari sekolah. Oleh karena itu, agar optimal perlu kerja sama lebih erat antara regulator. Hal senada juga diungkapkan oleh Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ajisatria Suleiman. Menurutnya, pemerintah perlu melakukan edukasi yang lebih masif kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur keuntungan dengan cara cepat.
Karena, model investasi yang ditawarkan oleh binary options dan semacamnya ini memiliki tingkat volatilitas yang tinggi, yang mana dapat menghadirkan keuntungan yang besar dengan risiko yang sama besarnya atau high gain high risk.
"Yang dibutuhkan ke depan adalah pengetahuan masyarakat terkait cara kerja produk-produk investasi, dan agar tidak mudah tergiur keuntungan cepat. Literasi dibutuhkan sejak dini, sejak dari sekolah. Oleh karena itu, agar optimal perlu kerja sama lebih erat antara regulator, industri, dan instansi pendidikan," tuturnya.
Ajisatria pun menggarisbawahi bahwa edukasi atau peningkatan literasi keuangan masyarakat ini nantinya juga harus dapat mencakup pemahaman akan risiko investasi, revenue generation, dan legalitas.
"Literasi termasuk pemahaman produk mencakup risiko, revenue generation dan legalitas," ujarnya.
Dia menjelaskan, masyarakat yang memiliki literasi keuangan dan digital yang rendah ini menjadi sasaran empuk dari penjaja investasi bodong. Tercatat, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini baru sebesar 38,03% dan indeks literasi digital Indonesia berada di level 3,49 pada 2021.
"Literasi digital kita terhitung masih buruk yang dapat dilihat dari semakin maraknya kasus pencurian data digital hingga penipuan online. Literasi keuangan juga masih sangat rendah," ujarnya. (SAR)