JAKARTA (IndoTelko) – Pemerintah menyatakan pengadaan proyek Hot Backup Satellite (HBS) bukan sekadar pemain cadangan rencana pengorbitan satelit SATRIA-1 pada Juni 2023 mendatang. Di tengah memanasnya isu geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Johnny G Plate menilai HBS bisa memperkuat independensi layanan telekomunikasi Indonesia.
“Perang yang sedang terjadi mengingatkan kita bahwa dependensi infrastruktur sangat mengkhawatirkan. Embargo dan boikot bisa berlangsung di mana dan kapan saja. Betapa pentingnya independensi pada saat terjadi boikot yang di luar kendali kita,” kata Menkominfo dikutip dari keterangan resmi, Rabu (12/4/2022).
Senada dengan Menkominfo, Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Latif menyatakan perlunya mitigasi risiko pengorbitan satelit SATRIA-1. Menurutnya, peluncuran satelit adalah hal yang sangat berisiko.
“Risiko finansial mungkin bisa di-cover asuransi. Namun, bayangkan ada 150.000 titik pelayanan yang sudah dijanjikan ada internet tiba-tiba harus gigit jari. Perhitungan kami ada 26 juta orang yang menanti di titik layanan publik itu. Sementara untuk buat satelit baru kita harus menunggu 3 tahun lagi. Apakah kita cukup minta maaf begitu saja?” ujar Anang Latif.
Satelit HBS sendiri mulai dibangun pada kuartal I 2022 dan akan diluncurkan pada Maret 2023, atau beberapa bulan lebih cepat dibandingkan satelit SATRIA-1. Jika sudah sampai di orbit dengan tepat, di harapkan pada kuartal IV tahun 2023 sudah dapat beroperasi dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Sebagai informasi, apabila peluncuran HBS dan satelit SATRIA-1 lancar maka kapasitas layanan bandwith di Indonesia akan bertambah sekitar 300 Gbps. Teknologi baru yang digunakan pada HBS memungkinkan satelit garapan Konsorsium Nusantara Jaya itu memiliki kapasitas yang setara dengan satelit SATRIA-1 yaitu sebesar 150 Gbps. Sesuai rencana, sebanyak 80 Gbps kapasitas HBS dengan frekuensi Ka-Band akan digunakan BAKTI Kominfo untuk menambah kecepatan internet sekaligus menyediakan layanan publik. Sementara selebihnya akan dipakai negara-negara di sekitar ASEAN.
Dukung Layanan Publik
Anang Latif mengharapkan proyek HBS dapat memberikan manfaat untuk peningkatan kualitas lima layanan publik.
Pertama, pemerintah akan menggunakan bandwith HBS di lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T).
“Kami akan menyediakan layanan internet cepat di 93.400 titik sekolah SD, SMP, SMA, SMK, madrasah, dan pesantren. Bukan hanya untuk pelaksanaan ujian berbasis computer, namun juga untuk proses belajar mengajar sejak awal,” jelasnya.
Kedua, proyek HBS juga akan memberikan manfaat dengan mendukung layanan 3.700 titik Puskesmas, Rumah Sakit, dan layanan kesehatan lain. Tujuannya, agar semakin banyak fasilitas kesehatan di Indonesia memiliki layanan internet cepat sehingga database kesehatan masyarakat akan semakin lengkap, serta terintegrasi dengan pusat.
Ketiga, proyek HBS juga akan menyediakan layanan internet cepat di 3.900 titik sektor pertahanan negara milik TNI dan Polri.
Keempat, sebanyak 47.900 titik kantor desa dan kelurahan serta kecamatan di Indonesia akan terhubung secara online berkat layanan internet dari proyek HBS.
“Sehingga pelayanan pemerintah berbasis elektronik (e-government) bisa dilaksanakan dengan cepat dan efektif,” ujar Anang Latif.
Kelima, BAKTI Kominfo juga mengalokasikan bandwith HBS untuk membantu Kementerian Keuangan mempercepat digitalisasi penyaluran pembiayaan ultra mikro (UMi), guna mendorong percepatan realisasi keuangan inklusif di seluruh Indonesia.
“Transformasi digital harus menghasilkan internet yang lebih cepat, masyarakat yang lebih cakap digital, pelaku UMKM dan startup digital yang lebih banyak, dan ruang-ruang digital yang lebih sehat dan produktif,” pungkasnya.
Konsorsium Nusantara Jaya sendiri akan menggandeng Boeing sebagai perusahaan manufaktur satelit, dan menggunakan rocket launcher dari Space-X yaitu Falcon 9. Sedangkan untuk slot orbit menggunakan administrator Indonesia pada slot 113 E.
Proyek HBS akan menghabiskan investasi sebesar Rp 5,2 triliun dengan biaya jasa pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur senilai Rp 475,2 miliar per tahun selama masa operasi 15 tahun. BAKTI Kominfo akan menggunakan dana Universal Service Obligation (USO) untuk mendanai proyek tersebut. (ak)