Korban dari beberapa serangan ransomware memiliki kemungkinan 6x lebih besar untuk mengalami serangan kedua dalam waktu tiga bulan sejak serangan pertama.
Dikatakan Direktur Teknologi dan Strategi Keamanan, di Akamai, Dean Houari, musuh di balik serangan ransomware terus mengembangkan teknik dan strategi mereka yang menyerang inti organisasi dengan cara mengekstraksi informasi penting dan sensitif mereka. “Sangatlah penting agar sektor swasta dan publik di seluruh APJ memperkuat kolaborasi untuk membantu organisasi mempertahankan diri dari ancaman ransomware yang terus berkembang,” ujarnya.
“Bisnis terutama UKM di APJ harus bekerja untuk mengadopsi arsitektur zero trust yang dimulai dengan software defined microsegmentation untuk secara efektif mengurangi serangan dunia maya yang terus berkembang serta Ransomware-as-a-Service. Dengan melakukan itu, mereka dapat dengan berhasil melindungi aset kritis, reputasi bisnis, dan memastikan kelangsungan bisnis terlepas dari jenis alat serangan yang digunakan oleh kelompok penjahat dunia maya," jelas Houari.
Data ransomware yang digunakan di seluruh laporan ini dikumpulkan kebocoran situs yang dilakukan oleh sekitar 90 grup ransomware yang berbeda. Biasanya kelompok ini melaporkan detail serangan mereka, seperti stempel waktu, nama korban, dan domain korban. Penting untuk dicatat bahwa laporan ini hanya memublikasikan apa yang diungkapkan oleh masing-masing kelompok ransomware. Keberhasilan serangan yang dilaporkan ini tidak dibahas dalam penelitian ini.
Penelitian ini justru berfokus pada korban yang dilaporkan. Untuk setiap analisis, jumlah korban yang unik dalam setiap pengelompokan diukur. Data korban ini digabungkan dengan data yang diperoleh dari ZoomInfo untuk memberikan detail tambahan tentang setiap korban, seperti lokasi, rentang pendapatan, dan industri. Semua data berada dalam jangka waktu 20 bulan dari 1 Oktober 2021 hingga 31 Mei 2023. (mas)