telkomsel halo

Kolom Opini

Jack Ma dan ancaman hilangnya kedaulatan Indonesia di dunia maya

08:43:44 | 13 Sep 2016
Jack Ma dan ancaman hilangnya kedaulatan Indonesia di dunia maya
Nonot Harsono (dok)
Kontroversi sepertinya terus mengiringi langkah Menkominfo Rudiantara belakangan ini di media massa.

Belum selesai kisruh perhitungan revisi biaya interkoneksi, di pekan pertama September ini ada lagi kabar tentang ide mengangkat bos Alibaba Jack Ma ke dewan penasihat eCommerce Indonesia.

Dari sudut pandang ekonomi, berita tentang Jack Ma sebagai penasehat eCommerce Indonesia sangat bagus. Ini sama juga dengan celetukan sang Menkominfo di hadapan Google beberapa waktu lalu yang mengaku hubungan Indonesia dengan raksasa internet asal Amerika Serikat itu layaknya suami-Istri.

Tetapi urusan negara bukan hanya bidang ekonomi. Urusan negara mencakup Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan, dan Keamanan Nasional (IPOLEKSOSBUD HANKAMNAS). (Baca: Karpet merah bagi Jack Ma)

Karena itu ijinkan saya di artikel ini mengangkat juga diskusi atau pandangan tentang eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam era globalisasi online.

Satu hal yang amat perlu disadari oleh para pemimpin di Trias Politika (eksekutif, legislatif, yudikatif) plus MPR adalah pergeseran peradaban yang sangat mendasar dari kehidupan fisik tatap muka menjadi kehidupan online atau kehidupan dunia maya (cyber world).

Contoh sederhana, sekarang pemerintah bingung mencari pemasukan APBN lewat Tax Amnesty, tetapi tampak belum menyadari bahwa sebentar lagi globalisasi online atau online-free-trade bisa melenyapkan obyek pajak dari arus perdagangan barang dan jasa.

Kolaborasi dengan Alibaba sebenarnya sudah bagus melalui langkah nyata meminta eCommerce itu memuat sebanyak mungkin toko online atau UKM indonesia.

Tetapi meminta Jack Ma menjadi advisor dalam jajaran eksekutif itu harus memperhatikan masalah martabat dan aspek kedaulatan.

Ilustrasi sederhananya, TNI tidak boleh masuk Filipina untuk membebaskan sandera yang kebetulan ada Warga Negara Indonesia (WNI), karena simbol kedaulatan.

Jack Ma diminta masuk untuk urusan eksekutif dalam negeri, bisakah dianalogikan dengan masuknya tentara asing ke dalam wilayah NKRI?

Jika memang ingin belajar, mestinya cukup dengan merangkum kisah sukses dan kisah gagal, dari Alibaba atau pemain eCommerce lainnya. Bisa juga membentuk kerjasama atau global partnership yang mutual respect dan benefit. Misalnya membangun Joint Market Place atau Pasar Online Bersama antara Indonesia dan Tiongkok.  

Eksistensi
Sebagaimana diangkat di awal, amat penting untuk segera membahas eksistensi NKRI di dunia online.

Pada jaringan broadband global, jika indonesia tidak memikirkan adanya gerbang NKRI termasuk di dalamnya adalah gerbang transaksi online, maka negara kita akan borderless atau tanpa batas negara.

Ingat, bahwa kita sedang memasuki era kehidupan online yang tidak hanya domestik tetapi global.

Harap diingat,  jaringan internet indonesia saat ini sangat terbuka, tanpa batas negara. Pemerintah sama sekali belum menyentuh titik ini, DPR juga belum membahas soal batas negara di ranah online ini.

Kesimpulannya,  meski nampak baik-baik saja Jack Ma diminta menjadi advisor Pemerintah, tetapi dalam konsep bernegara ke depan, yang mesti menjadi perhatian adalah apakah NKRI masih ada? Apakah Pemerintah akan masih pegang kendali atas kehidupan online?

Jika tidak punya kendali atas kehidupan online karena semua dikendalikan dari luar negeri, apakah negara masih bisa disebut berdaulat?.

Para pemimpin harus punya konsep tentang kehidupan online ini. Bukan anti asing, tapi pikirkan konsep kerjasama global ideal yang dapat menjaga keberadaan NKRI di dunia cyber atau dunia online.

Perhatikan bahwa jaringan broadband nasional adalah Cyber Territory NKRI. Di dalam jaringan broadband ini berlangsung kehidupan online. Setiap warga negara yang punya gadget (smartphone, tablet, wareable devices, smart-TV, M2M devices, dst) terhubung ke jaringan internet global. Berdaulat artinya berkuasa atau pegang kendali.

Apakah negara atau Pemerintah masih pegang kendali atas lalu lintas informasi domestik dan global? Apakah negara mampu hadir memantau transaksi online dan memungut pajak? Apakah negara mampu hadir melindungi masyarakat dari informasi yang merusak anak-anak, dan masyarakat?

Apakah negara mampu hadir, membina pemanfaatan jaringan broadband nasional ini untuk penggunaan yang bermanfaat ekonomi, sosial budaya, ideologi, politik, dan hankamnas.

Jika jawabannya tidak, apakah masih bisa disebut berdaulat? Apakah masih bisa disebut NKRI di ranah online masih ada?

Serentetan kegelisahan yang belum terjawab hingga sekarang. Mari kita renungkan bersama!

GCG BUMN
Ditulis oleh Nonot Harsono, Chairman Mastel Institute

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
Idul Fitri IndoTelko
More Stories