JAKARTA (IndoTelko) - PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) berhasil membukukan laba sebesar Rp2,31 triliun sepanjang 2017 melesat dibandingkan 2016 yang hanya sebesar Rp713,8 miliar.
Dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), emiten menara ini sepanjang 2017 berhasil meraih pendapatan sebesar Rp4,02 triliun naik 8,3% dibandingkan 2016 sebesar Rp3,71 triliun.
Perseroan berhasil mencatatkan Earning Before Interest Tax Depreciation Amortization (EBITDA) Rp3,495 triliun untuk periode satu tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2017. Marjin EBITDA Perseroan meningkat menjadi 86,9% untuk tahun 2017. Jika hasil triwulan keempat 2017 disetahunkan, maka total pendapatan Perseroan mencapai Rp4,192 triliun dan EBITDA mencapai Rp3,632 triliun.
Per 31 Desember 2017, TBIG memiliki 23.018 penyewaan dan 13.509 site telekomunikasi. Site telekomunikasi milik Perseroan terdiri dari 13.461 menara telekomunikasi dan 48 jaringan DAS. Dengan total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 22.970, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) Perseroan menjadi 1,71.
“Kami dengan bangga mengumumkan tahun pertumbuhan organik yang sangat baik, di mana kami menambahkan 3.009 penyewaan gross yang terdiri dari 925 site telekomunikasi dan 2.084 kolokasi. Penambahan yang signifikan pada penyewa kolokasi telah meningkatkan rasio kolokasi (tenancy ratio) dari 1,63 pada kuartal keempat 2016 menjadi 1,71 di kuartal keempat 2017," komentar CEO Tower Bersama Hardi Wijaya Liong dalam keterangan, kemarin.
Diungkapkannya, kontrak jangka panjang dari operator telekomunikasi yang terjamin, memastikan arus kas yang kuat dan meningkat, yang memungkinkan perseroan melanjutkan inisiatif pengembalian untuk pemegang saham.
Buyback
"Kami berencana untuk mengusulkan pembagian dividen untuk tahun buku 2017 sebesar kurang lebih Rp650-750 miliar pada RUPS Tahunan 2018 yang akan datang. Selain itu, Kami tetap aktif melakukan pembelian kembali saham pada saat run-rate EV/EBITDA multiple pada saat ini berada di bawah dari kisaran target kami," katanya.
Berdasarkan EBITDA triwulan keempat 2017 yang disetahunkan (“run-rate EBITDA”), dan saldo total pinjaman bersih (net debt) kuartal keempat 2017 (dengan memperhitungkan kontrak lindung nilai) dan kapitalisasi pasar (market capitalization) yang telah disesuaikan dengan saham treasuri sebesar 1,89% yang dimiliki per akhir Desember 2017), maka run-rate EV/EBITDA adalah sebesar ~11,9x berdasarkan harga saham Rp5.700.
Berdasarkan prospektus ringkas, Rabu (21/3), rencananya perseroan akan melakukan buyback maksimal 204 juta saham atau setara 4,5% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Harga pelaksanaan buyback akan mengacu pada rata-rata harga penutupan perdagangan saham selama 25 hari sebelum keterbukaan informasi diterbitkan atau di bawah harga rata-rata itu. Rata-rata selama periode itu sekitar Rp 5.775 per saham.
Perseroan perlu menyiapkan dana setidaknya sekitar Rp 1,18 triliun untuk merealisasikan rencana aksi korporasi tersebut. Sumber dana untuk buyback belum ditentukan. Rencananya, akan ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang diselenggarakan pada 27 April mendatang.
Per 31 Desember 2017, total pinjaman (debt) Perseroan, di mana pinjaman dalam Dollar Amerika yang telah dilindung nilai diukur dengan menggunakan kurs lindung nilainya, adalah sebesar Rp18,353 triliun dan total pinjaman senior (gross senior debt) sebesar Rp12,407 triliun.
Dengan saldo kas yang mencapai Rp407 miliar, maka total pinjaman bersih (net debt) menjadi Rp17,946 triliun dan total pinjaman senior bersih (net senior debt) Perseroan menjadi Rp12 triliun.
Rasio pinjaman senior bersih (net senior debt) terhadap EBITDA triwulan keempat 2017 yang disetahunkan adalah 3,3x, dan rasio pinjaman bersih (net debt) terhadap EBITDA triwulan keempat yang disetahunkan adalah 4,9x dimana kami masih memiliki ruang untuk menggunakan pinjaman tambahan berdasarkan covenant yang disyaratkan oleh fasilitas bank dan surat utang kami.
CFO Tower Bersama Helmy Yusman Santoso menjelaskan kinerja Perseroan tahun 2017 telah mengadopsi perubahan kebijakan akuntansi terkait dengan PSAK 16 dan juga perubahan peraturan pajak pendapatan perusahaan. Perubahan ini tidak ada pengaruhnya terhadap pendapatan dan EBITDA Perseroan dan tidak akan mengubah perhitungan utang dan covenant Perseroan.
“Kami terus mematuhi strategi konservatif kami untuk melindung nilai seluruh utang kami dengan lindung nilai yang sesuai dengan jatuh tempo utang sehingga pergerakan dalam Rupiah akhir-akhir ini tidak memiliki dampak buruk pada bisnis atau keuangan kami. Kreditur kami tetap merasa nyaman dengan tingkat leverage kami pada 4,9x rasio pinjaman bersih (net debt) terhadap EBITDA triwulan keempat yang disetahunkan," tambah Helmy.(id)