telkomsel halo

Pak Jokowi hati-hati, revisi PP PSTE berpotensi cacat administrasi

10:24:26 | 05 Nov 2018
Pak Jokowi hati-hati, revisi PP PSTE berpotensi cacat administrasi
Heru Sutadi dan Kamilov Sagala.(dok)
JAKARTA (IndoTelko) – Kaukus masyarakat informasi yang terdiri dari Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) dan Indonesia ICT Institute mengingatkan Presiden Joko Widodo tidak gegabah menandatangani draft revisi Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) yang diajukan Kementrian komunikasi dan Informatika (Kominfo).

“Kami harapkan Pak Jokowi (Panggilan akrab Joko Widodo) untuk tak gegabah menandatangani draft revisi PP PSTE yang diajukan Kominfo melalui Sekretariat Negara (Sekneg) itu. Kami melihat ada potensi cacat administrasi dalam proses penyusunan draft selain isi dari aturan itu yang bertentangan dengan tujuan negara yakni menciptakan keadilan dan kemakmuran, serta menjaga kedaulatan bangsa,” ungkap Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi di Jakarta, Senin (5/11).

Heru mengungkapkan, jika merujuk pasal 96 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011, masyarakat, baik orang perseorangan atau kelompok yang berkepentingan atas substansi seperti ormas, kelompok profesi, serta LSM diberi hak untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam pembentukan peraturan.

“Ini di media massa organisasi seperti Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO), Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI), dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan tak dilibatkan dalam penyusunan draft. Misal, IDPRO, itu kan penguasa 80% pangsa pasar data center di dalam negeri, kalau pemain utamanya gak diajak omong bahas regulasi yang akan mempengaruhi “dapurnya” itu namanya tak ada partisipasi publik,” ulasnya.

Heru pun menilai sejumlah alasan yang dikemukan Kominfo untuk merevisi Pasal 17 PP PSTE yang menyatakan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, pelindungan dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya dengan Klasifikasi Data Elektronik (KDE) adalah pengkhianatan terhadap tujuan didirikannya negara Indonesia oleh para founding fathers yang menginginkan adanya keadilan dan kemakmuran bagi seluruh warga negara, serta dijaganya kedaulatan bangsa.

“Peta bisnis cloud dan data center sejak 2012 itu sudah terlihat sejak PP PSTE diundangkan. Ada investasi masuk dan Indonesia mulai diperhitungkan di bisnis tersebut. Jadi, kalau Kominfo kasih alasan untuk memajukan startup, ekosistem ekonomi digital, dan lainnya, itu bertolak belakang dengan realita di lapangan. Kalau draft revisi PP PSTE disahkan, bisa jadi yang tadinya mau investasi malah kabur ke Singapura. Jadi, revisi PP PSTE ini malah bikin senang asing, sengsara anak bangsa,” tukasnya.

Direktur LPPMII Kamilov Sagala mengingatkan Kominfo sebaiknya fokus kepada kekurangan yang ada di PP PSTE yaitu masalah sanksi dan denda, serta hal lainnya yang dituntut karena perubahan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Kurangnya di sanksi dan denda, kenapa malah diubah filosofinya? Ini sama dengan tak suka  sama pintu rumah, malah rumah dirobohkan, sesat sekali pola berfikirnya,” keluhnya.

Diingatkannya, di jaman digital, data adalah sumber daya tak ternilai. Jika berbicara tentang Big data yang menjadi tren dunia saat ini, terdiri dari data-data yang dikumpulkan melalui aktifitas sehari- hari rakyat Indonesia melalui berbagai media seperti media sosial. Semua data ini dianalisa sesuai kebutuhan sehingga menjadi informasi yang mahal nilainya 

"Kominfo seperti melakukan pengkerdilan kedaulatan data (data sovereignty) dengan melakukan klasifikasi data menjadi data elektronik strategis, data elektronik berisiko tinggi, dan data elektronik berisiko rendah.Filosofi kedaulatan digital harus dipegang jika memang ingin Indonesia ini menjadi pemain besar di Asia,"tegasnya.(Baca: Kedaulatan Digital)

Sebelumnya, Ketua Umum Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO) Kalamullah Ramli menyatakan anggotanya tak dilibatkan dalam pembahasan draft revisi PP PSTE. IDPRO menguasai 80% pangsa pasar data center di Indonesia dan anggotanya telah berinvestasi sekitar US$450  juta sejak PP PSTE diundangkan pada 2012. (Baca: Revisi PP PSTE)

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan bersikukuh telah melibatkan publik dalam draft revisi PP PSTE. 

Pria yang akrab disapa Semmy ini mengungkapkan proses revisi dimulai sejak 25 November 2016 setelah disahkannya UU ITE Perubahan atau UU 19/2016. (Baca: Kisruh RPP PSTE)

Kemudian sekitar Mei 2018 pada tahapan pembahasan harmonisasi di Kementerian Kumham ada beberapa masukan dari kementerian/lembaga dan masyakarat.

GCG BUMN
Selanjutnya, pada tanggal 22 Oktober 2018, Menkumham menyampaikan draft RPP PSTE yang telah selesai diharmonisasi. "Pada 26 Oktober atas dasar Surat Menkumham tersebut, Menkominfo menyampaikan RPP Perubahan PSTE kepada Presiden untuk persetujuan," ungkapnya.(dn)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories