JAKARTA (IndoTelko) — Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus melakukan evaluasi terhadap Menkominfo Rudiantara yang dinilai tak mampu menyelesaikan kasus tunggakan frekuensi dari tiga operator Broadband Wireless Access (BWA) sehingga negara dan masyarakat dirugikan.
"Untuk kasus tunggakan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dari tiga operator BWA sudah jelas ada potensi kerugian negara dan konsumen. Kasus ini sudah lewat sebulan dari tak dicabutnya Izin Penggunaan Frekuensi Radio (IPFR) milik tiga pemain BWA itu. Selayaknya Pak Jokowi lakukan evaluasi terhadap kinerja Rudiantara," tegas Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala, kemarin.
Menurutnya, langkah Rudiantara yang mengambangkan kasus tunggakan frekuensi jelas sebagai bentuk pengingkaran terhadap regulasi yang ada. "Jalan yang dipilih sejak kasus ini muncul sudah salah dengan ragu mencabut IPFR. Bernegosiasi dengan sebuah kesalahan akhirnya nyasar," sindir Kamilov.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan pihaknya masih menanti cicilan tunggakan dari First Media dan Internux. Sesuai dengan proposal perdamaian utang yang diajukan keduanya pembayaran cicilan seharusnya dimulai pada Desember.
Keputusan pemerintah untuk mencabut izin operasi Bolt, sampai saat ini juga belum diputuskan karena masih menunggu hasil diskusi Ditjen SDPPI serta Kementerian Keuangan.
Hingga kini, pemerintah masih memberikan izin bagi Bolt untuk terus beroperasi demi mengutamakan kepentingan pelanggan yang masih memiliki hak untuk menggunakan layanan.
“Nah 'kan utang. Utang kemudian diholomogasi, kami masih banding, dan setelah itu mereka menawarkan untuk cicilan yang baru. Nah, kebetulan itu bukan di saya, tapi di Kementerian Keuangan,” kilah Rudiantara beberapa waktu lalu.
Kominfo tengah memburu tunggakan BHP frekuensi milik tiga operator BWA. (
Baca: Frekuensi BWA)
Ketiga operator BWA itu adalah PT First Media Tbk (KBLV), PT Internux, dan PT Jasnita Telekomindo.
KBLV beroperasi di Sumatera Bagian Utara, Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek), dan Banten dengan nilai tunggakan Rp364,84 miliar. PT Internux yang beroperasi di Jabodetabek dan dan Banten memiliki nilai tunggakan Rp343,57 miliar.
KBLV dan Internux memiliki afiliasi melalui PT Mitra Media Mantap yang sahamnya dikuasai KBLV. Keduanya bermain di layanan 4G LTE dengan merek dagang BOLT.
Sementara Jasnita yang mendapat wilayah operasi di Sulawesi Bagian Utara menunggak BHP sebesar Rp2,197 miliar.
Batas waktu pembayaran adalah 17 November 2018, namun Rudiantara pada 19 November 2018 tak melakukan pencabutan karena adanya proposal restrukturisasi pembayarand dari KBLV dan Internux. Sementara Jasnita tak memberikan respons apapun.
Dalam Peraturan Menteri No.9/2018 tentang Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio pasal 21 disebutkan bila tagihan belum dilunasi, pemerintah berhak mencabut izin penggunaan frekuensi. (
Baca: Tunggakan frekuensi)
Lebih lanjut, kewajiban pembayaran BHP frekuensi maksimal 24 bulan setelah jatuh tempo. Bila tunggakan tak kunjung dilunasi, pencabutan izin pita frekuensi radio dilakukan setelah sanksi administrasi dan pengenaan denda dilakukan.(dn)