JAKARTA (IndoTelko) - Para pemilik outlet yang menjual produk seluler atau dikenal dengan pedagang pulsa kembali resah karena implementasi pengetatan registrasi prabayar yang berujung pada penghangusan kartu perdana secara sepihak oleh operator belakangan ini.
"Tiga hari belakangan ini ada aksi penghangusan sepihak kartu perdana milik pedagang oleh operator. Perkiraannya ada sejuta kartu perdana yang dihanguskan, padahal kartu itu kami beli. Kalkulasi saya kerugian mencapai Rp 50 miliar di sisi para pedagang," ungkap Ketua Umum Kesatuan Niaga Celullar Indonesia (KNCI) Azni Tubas dalam perbincangan dengan IndoTelko, Minggu (24/2) malam.
Abas menduga, penghangusan sepihak ini sebagai bagian dari implementasi Ketetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) No 3 Tahun 2018 yang melarang terjadinya registrasi nomor MSISDN dengan jumlah yang tidak terbatas, tanpa hak atau melawan hukum.
BRTI mengeluarkan ketetapan itu sebagai bagian dari Peraturan Menteri Kominfo Nomor 21 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kominfo Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang mengatur pembatasan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk registrasi tiga nomor kartu SIM.
"Masalahnya kami ini sudah ada kesepakatan dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), operator dan Sekneg soal aturan itu. Dalam kesepakatan Mei 2018 itu Kominfo merestui outlet bisa melakukan registrasi nomor keempat dan seterusnya tanpa adanya pembatasan jumlah nomor per pelanggan. Pasca Mei 2018 itu sistem sudah dibangun oleh outlet dan berjalan semua," ulasnya. (
Baca:
Kesepakatan KNCI dan Regulator)
Abas mengaku KNCI tengah mengkaji aksi penghangusan sepihak itu dibawa ke ranah hukum karena secara konsumen dirugikan. "Soalnya kami beli itu kartu perdana," tutupnya.
Sebelumnya, BRTI memang akan menegakkan aturan soal registrasi prabayar di kuartal pertama 2019. (
Baca: BRTI larang kartu perdana aktif)
Pada 10 Januari 2019, BRTI mengeluarkan surat kepada semua pimpinan operator yang memberikan ketegasan perihal penonaktifan nomor prabayar yang didaftarkan tak sesuai data kependudukan. (
Baca:
BRTI Perketat Registrasi)
BRTI melihat berdasarkan monitoring dan evaluasi dari registrasi prabayar masih terdapat kartu perdana jasa telekomunikasi yang dijual dalam keadaan aktif atau penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK) untuk melakukan registrasi secara tanpa hak atau melawan hukum.
BRTI mewajibkan dalam mengedarkan kartu perdana operator atau distributor dan saluran penjualan lainnnya harus memastikan dalam keadaan tidak aktif kecuali akses kepada operator untuk keperluan registrasi.(dn)